Pages

23 October 2013

Keadilan Allah (4)

Oleh :  Arthur W. Pink


KEADILAN ALLAH (4)


credit : Institut des Sciences Cognitives

Bacalah lebih dulu bagian 3


MANIFESTASI          Keadilan  Allah


Mari kita pastikan tidak ada kesalahan mengenai hal ini sejak semula, bahwa itu adalah manifestasi keadilan Allah  dibawah penyelenggaraan atau pengadaan yang Dia telah lembagakan, yang akan kita ulas. Hal ini tidak dapat dikemukakan secara terlampau kuat, bahwa ada sebuah perbedaan  luas antara keadilan Allah ketika itu dipandang secara absolut,dan ketika dipandang secara relatif—sebuah perbedaan senyata dan sebesar seperti yang ada antara independensi esensialnya, dan   pembatasan-pembatasan yang Dia telah lakukan secara sukarela. Keadilan Allah  dipandang  secara absolut, terdiri dari  hak-hak Ilahinya sendiri untuk melakukan apa saja yang Dia maui. Keadilan Allah dipandang secara  relatif, terdiri dari rute atau alur tindakan  dalam hubungan dengan mahluk-mahluk yang Dia telah tempatkan dalam sebuah konstitusi moral, dimana disitu Dia telah  mengikrarkan diri-Nya sendiri kepada sebuah urutan/tatanan  prosedur tertentu.

Perbedaan tajam ini jauh lebih daripada  sekedar sebuah kepresesian yang  filosopis: itu adalah sebuah fakta dasar. Allah yang akbar adalah secara absolut  bebas untuk menciptakan atau tidak menciptakan, tepat sebagaimana Dia telah memandangnya telah memenuhi maksud-Nya. Tidak ada desakan—baik dari dalam atau dari luar—bagi Dia untuk  membawa mahluk-mahluk kedalam eksistensi. Dia telah memutuskan untuk meneruskan menjadi tindakan-tindakan penciptaan, semata-mata demi atau untuk kemuliaan-Nya sendiri.

Aye-aye atau
Daubentonia madagascariensis


Dalam  cara seperti ini, Allah secara keseluruhan bebas untuk menciptakan mahluk-mahluk jenis apapun yang Dia maui—itu adalah semata-mata baginya untuk menentukan apakah mereka harus menjadi entitas-entitas rasional atau tidak. Sehingga demikian juga, adalah pada-Nya untuk memutuskan apakah ya atau tidak kejahatan harus masuk kedalam dunia-Nya dan dosa merusak
pekerjaan-pekerjaan tangan-Nya.
Lebih  jauh lagi, adalah sepenuhnya  pada opsi-Nya apakah Dia seharusnya segera melenyapkan pelaku-pelaku jahat atau apakah eksistensi mereka dibiarkan ada berlama-lama; dan  jika dibiarkan ada lama, apakah kelaliman/ketidakadilan harus diampuni atau dihukum; dan jika  dihukum  dalam cara apa dan untuk berapa lama. Sayang sekali, betapa bebalnya generasi  kitab suci ini!



"Aparat keamanan bersenjata menyerbu sebuah bank dimana terjadi
aksi penyaderaan yang diduga dilakukan  jaringan Al Qaeda
Credit : Euronews


Secara absolut  dipandang, maka, keadilan Allah  bersama dengan kedaulatan-Nya. Itu  hendak mengatakan, apapun yang Allah dekritkan  dan apapun yang dia lakukan adalah adil—tidak lain dan tidak bukan karena hal itu  dilakukan dari  kehendak agungnya sendiri. Tetapi secara relatif dipandang, keadilan Allah terdiri  dari  penyelenggaraan pemerintahan-Nya dalam imparsialitas (ketakberpihakan/keadilan yang tegak lurus) yang ketat, hukum yang Dia telah berkenan  untuk diberlakukan, sehingga Dia memberikan kepada masing-masing manusia  berada dibawah hukum-Nya, ganjaran  atau imbalan semestinya.




Diatas kita telah menyebutkan “pembatasan-pembatasan” tersebut  yang mana Allah secara sukarela mengambil bagi diri-Nya sendiri: jangan sampai ini disalahmengerti atau    terdistorsi maknanya, kita   harus segera   mendefinisikan makna kita. Itu telah menyukakan Allah untuk  membentuk sebuah tujuan atau rencana, gambaran umum  luas yang disingkapkan dalam Firman-Nya, dan Dia sekarang bertindak seturut Firman-Nya. Itu telah memuaskan/berkenan kepada  Allah untuk membentuk sebuah maksud atau rencana dan ancaman-ancaman, dan Dia telah mengikrarkan diri-Nya sendiri untuk menggenapinya.


Kita kemudian  akan  menimbang cermat keadilan Ilahi itu sebagai  dimanifestasikan dibawah penyelenggaraan/penyediaan yang Tuhan Allah telah putuskan sebelumnya.

Pertama, itu dibuktikan dengan kesaksian, oleh  HATI NURANI kita.

Karena itu  menyukakan atau berkenan bagi  Pencipta untuk  menjadikan manusia sebuah mahluk rasional dan menempatkan dia dibawah hukum eksternal, Dia juga  telah melihat pas/sesuai dengan maksudnya untuk  menyediakan  bukti didalam diri manusia itu, bahwa dia adalah subyek terhadap sebuah Pemerintah yang benar dan adil. Manusia tidak hanya  diberikan dengan sebuah kemampuan mental yang memampukan dia untuk membedakan benar dan salah—tetapi dengan  kesadaran akan sesuatu melalui indera-indera /persepsi-persepsi yang secara intuitif merasakan bahwa keadilan  layak untuk pujian, dan ketidakadilan layak untuk penghukuman. Ini adalah sebuah  bagian “kerja hukum tertulis dalam hati  mereka”(Roma 2:15) oleh Pencipta manusia. Itu adalah konsekuensi kemampuan atau kecakapan moral bahwa orang yang jahat “mengetahui (didalam diri mereka sendiri) penghakiman Allah, bahwa mereka yang melakukan hal-hal semacam itu layak akan kematian” (Roma 1:32). Karena itulah semenjak permulaan waktu, dan sepanjang abad-abad--   bahkan orang kafir yang paling hina moralnya  dan  bebal  intelektualnya berupaya melakukan segala cara melalui sarana dan instrumen (jelas saja, cara  yang tidak benar di mata Allah)  dalam upaya meredakan murka Ilahi.



Itu adalah area tanggungjawab  hati nurani kita, untuk  menakar tindakan-tindakan kita  dalam skala-skala Hukum Allah ( atau apa yang kita pahami menjadi Hukum-Nya) dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan  keselarasan mereka atau  kekurangselasarasan dengan standard itu. Itu telah  diistilahkan secara benar sebagai deputi atau wakil kecil  pemerintahan-“viceregent” (karena Allah tidak  dalam posisi bertahkta di hati manusia itu) Allah  didalam jiwa-jiwa kita, karena  hati nurani tidak hanya  melakukan pemantauan dengan mengingatkan kita akan kewajiban kita dan untuk melakukan yang dituntut hukum—tetapi juga (hati nurani) adalah sebuah  hakim yang lebih rendah kedudukannya yang mengajukan kita dihadapan pengadilannya  dan mendeklarasikan kita tidak bersalah atau bersalah. Hukuman-hukumannya bekerja pada asumsi bahwa Hukum Allah adalah “kudus, adil dan baik,” dengan tuntutan-tuntutan yang  terikat untuk dipatuhi.



Dan seperti Roma 2 katakan  pada kita, kemampuan atau kecakapan moral ini bekerja pada mereka yang benar-benar tidak menerima Hukum Allah yang tertulis—seperti mereka yang menerima. Jadi kita melihat bagaimana  mahluk-mahluk membawa didalam diri mereka—seorang saksi yang  untuk memperlihatkan keadilan Allah bagi  pembentukan/penegakan  pikirannya sebanyak karya-Nya  menyeimbangkan awan-awan.



Pekerjaan-pekerjaan hati nurani memang benar-benar menakjubkan, karena mereka kerap menelanjangi kesombongan dan kepura-puraan yang paling munafik, dan menyadarkan kita akan dosa pada saat/momen  itu - ketika kita melakukan semua   argumen -argumen salah  dengan maksud  memperdaya untuk membenarkan perilaku kita yang  sakit jiwa atau tidak masuk akal.



Dalam cara ini, hak-hak Allah sebagai Pemerintah Tertinggi untuk menempatkan manusia dibawah hukum dan untuk menerapkan sanksi-sanksinya, dimanifestasikan didalam dia bahkan ditengah-tengah upaya-upayanya untuk menolak tuntutan-tuntutan-Nya dan melarikan diri dari  penghukuman-penghukuman-Nya. Ini mendukung tegas  klaim-klaim Allah, menemani kita kemanapun kita pergi dan  membuat suaranya terdengar didalam kesendirian dan juga didalam bersama dengan orang-orang lain. Hati nurani mencela  orang-orang   yang tidak pernah berpikir akan teguran, dan [hati nurani] berbicara dengan  kekuatan yang memiliki pengaruh pada jiwa dan pikiran seperti membuat raja-raja untuk   gemetar atas takhta-takhta mereka. Hati nurani memeriksa kita kala kita  merencanakan  rancangan-rancangan jahat dan jika tidak diperhatikan, mengacaukan atau merusak  kesukaan kita meskipun kita  berupaya untuk menikmati  keinginan-keinginan kita yang jahat.


Bersambung ke Bagian 5

The  Justice of God |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora



No comments:

Post a Comment