Pages

10 July 2013

KELAHIRAN PERAWAN DAN YESAYA 7:14 (Bagian 2)

Oleh : Charles L. Feinberg, Th.D.,Ph.D.


Mantan Dekan dan Profesor Perjanjian Lama
Talbot Theological Seminary – La Mirada, CA

[Bagian 1]... Pusat badai dari teks ini, tentu saja, kata ‘almâ (wanita muda). … Tetapi apakah makna  dari kata ‘almâ  persisnya?... Gordon, seorang pakar Jewish Semitic yang cakap, menghadirkan sebuah keping informasi tambahan yang menarik pada masalah ini. Dia menyatakan:…”


Meskipun ketidakpatuhan  si raja dan tanpa kerjasamanya, Diri Tuhan sendiri telah menjanjikan sebuah tanda spesifik: seorang perawan  mengandung anak yang  akan melahirkan seorang putera yang bernama Immanuel. Sebelum anak itu mencapai tahap-tahap pertumbuhan yang pasti, baik Syria dan Efraim  tidak lagi menjadi kekuatan-kekuatan yang membahayakan Yehuda. Bagaimana nas ini harus dipahami lebih besar? Apakah ini sebuah prediksi dari sebuah peristiwa  buruk yang akan terjadi di masa mendatang? Apakah ini adalah sebuah nubuat dari sebuah  karakter yang membawa dampak sangat menolong setelah sesuatu  hal buruk terjadi? Ataukah ini  menkomposisikan kedua elemen tersebut?[ Kraeling, “Immanuel,” 281, ably sets forth the three groups of interpretation]. Agar dapat menentukan pertanyaan dasar ini, menjadi sangat  perlu memikirkan secara khusus istilah-istilah individual dalam nas ini.



Apakah yang dimaksud dengan kata  ‘ôt (tanda)? Andaikan ada kesepakatan disini diantara para interpreter nubuat  ini, orang dapat merasa bahwa dia sedang  melakukan permulaan yang baik. Tetapi keragaman  pandangan-pandangan  membuat kebingungan, setidaknya ini yang dapat dikatakan. Brown telah menghitung tujuh puluh Sembilan pemunculan kata  tersebut dalam Perjanjian Lama, empat puluh empat kali dalam bentuk tunggal dan tiga puluh lima kali dalam bentuk jamak. Dia memahami penggunaan kata ini dalam nas kita ini sebagai terkait dengan sebuah tanda yang “terjadi sebelum peristiwa yang telah dijanjikan tersebut  terjadi, dan berperang sebagai sebuah ikrar bagi mereka, bagi mereka  tanda itu diberikan bahwa peristiwa itu diacukan akan terjadi. Kita, kemudian, pasti akan berharap untuk menemukan tanda itu diberikan kepada Ahas, sesuatu yang telah terjadi mendahului pembebasan yang telah diprediksikan dalam nas yang sama, dan telah menjadi sebuah ikrar baginya akan pembebasan itu” [Charles R. Brown, “Exegesis of Isaiah VII. 10-17,” JBL, 9, no. 1 (1890): 119.]. Fitch  meyakini bahwa tanda tersebut “ tidak harus  berupa hal yang ajaib”[ Fitch, “Isaiah,” 569.]. Gray merasa bahwa tanda itu   dalam pandangan sesuatu yang sebelumnya telah diprediksi, tetapi  sekarang sebenarnya telah terjadi[George B. Gray, A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Isaiah I–XXVII.ICC (Edinburgh: T&T Clark, 1912), I:121. Juga Skinner menyanggah bahwa sebuah tujuan mujizat ada disebutkan disini (Isaiah, 60). Lihat juga Cuthbert Lattey, “The Term Almah in Is. 7:14,” dan  “VariousInterpretations of Is. 7:14,” CBQ 9 (1947): 95 and 147–54,  yang terlihat mengambil posisi yang sama.]

Tetapi  sikap  tradisional bahwa sebuah mujizat diperlukan oleh konteksnya bukan tanpa eksponen-eksponen penunjangnya. Barnes secara  tegas menyatakan bahwa tanda tersebut adalah “sebuah mujizat yang  secara cermat dibentuk  untuk pembuktian kebenaran sebuah janji atau pesan Ilahi. Inilah maknanya disini”[ Barnes, “Isaiah,” 155.]. Kraeling menyimpulkan bahwa sesuatu yang tidak lazim harus diketemukan,”sehingga interpretasi kelahiran perawan purba  tidak tanpa sebuah dasar psikologis yang baik ketika dipandang dari sudut ini”[ Kraeling, “Immanuel,” 280.]. J.A. Alexander mengemukakan pemikirannya bahwa “hal itu terlihat sangat tidak mungkin untuk terjadi bahwa setelah sebuah penawaran semacam itu, tanda yang telah dianugerahkan itu akan menjadi semata sebuah hal yang merupakan kejadian sehari-sehari, atau pada aplikasi yang paling  hebat adalah sebuah nama yang  bersifat simbolik. Praduga semacam ini diperkuat oleh  keseriusan apa yang dikatakan Nabi  tersebut mengenai kelahiran yang telah diprediksikan, tidak sebagai sebuah peristiwa alami dan biasa, tetapi sebagai sesuatu yang  menggairah ketakjubannya sendiri, saat dia memandangnya dalam penglihatan profetik”[ Joseph A. Alexander, Commentary on Isaiah (1865; repr., Grand Rapids: Zondervan,1953), 167.].



Mereka yang bersikukuh bahwa Yesaya pasti sedang  mengatakan sebuah peristiwa yang telah terjadi di masa lampau atau peristiwa pada adegan kontemporer tidak memberikan  kata seru  hinnēh (Lihat), kekuatan kata seru yang tepat. Delitzch menyatakan: “hinnēh” yang diikuti dengan  participle ( disini participle  sebagai kata sifat; bandingkan dengan 2 Samuel 11:5) selalu presentatif/hari ini,dan  hal yang dihadirkan selalu  baik sebuah hal yang nyata, seperti dalam Kejadian 16:11  dan Hakim-Hakim 13:5; atau  hal itu idealnya hal  saat ini atau present,seperti yang harus diambil disini; karena kecualiu dalam bab 47:7  hinnēh selalu mengindikasikan sesuatu dimasa mendatang dalam Yesaya”[ Franz Delitzsch, Biblical Commentary on The Prophecies of Isaiah, trans. James Martin (1879; repr., Grand Rapids: Eerdmans, 1960), 1:206.]. Kita berhutang  kepada Young karena mengangkat  hal ini pada terang
Sources: Craigie, Peter C. Ugarit and
the Old Testament. Eerdmans, 1983. 9, 11, 30.
Kapelrud, Arvid S. transl. by G. W. Anderson.
The Ras Shamra Discoveries and
the Old Testament. Oxford: Basil Blackwell, 1965. 5.
credit : deeperstudy
kerangka  literatur RasShamra. Setelah memperlihatkan konstruksi-konstruksi serupa Yesaya 7:14 dalam Kejadian 16:11; 17:19; dan Hakim-Hakim 13:5,7, Young menyatakan: “Saat ini adalah cukup mengemukakan  bahwa frasa yang  telah diintroduksikan oleh 
hinnēh telah digunakan dalam Kitab suci untuk mengumumkan sebuah kelahiran yang pentingnya luar biasa. Oleh karena itulah  teristimewa penting untuk mencatat bahwa formula ini telah ditemukan pada salah satu dari banyak teks yang baru-baru ini  telah digali  di Ras Shamra”[ Edward J. Young, Studies in Isaiah (London: Tyndale, 1955), 159. Kesimpulannya adalah:“ Yesaya oleh karena itu. Karena keseriusan yang luar biasa dan pentingnya pengumuman itu yang harus dia buat, telah menggunakan sebanyak ini atas formula purba pengumuman ini agar sesuai dengan maksudnya” (160).].





Pusat badai dari teks ini, tentu saja, kata ‘almâ (wanita muda). Reams telah  menulis mengenai ini dan, tak diragukan, Reams akan menuliskan kata ini dalam masa mendatang. Apakah  translasi persis dari kata penting dan  krusial? Adakah sebuah elemen ambiguitas dalam kata ini, atau apakah ketidakjelasan  ini telah diimpor masuk kedalam diskusi oleh para  interpreter Alkitab?Disini penafsir Yesaya memiliki sebuah kesempatan yang luar biasa untuk  bergerak secara perlahan dan membajak secara mendalam.  Untuk menjadi akurat dalam kesimpulan-kesimpulan yang dibuat oleh seorang penafsir  maka semua bukti yang tersedia harus ditimbang secara tepat.  Paling terutama, harus diperhatikan bahwa kata benda  tersebut memiliki artikel pasti  atau definite article. Bagi banyak orang, fenomena ini tidak memiliki siginifikansi, tetapi Lindbolm mengafirmasi: ”Penjelasan yang paling alami adalah bahwa sebuah  perempuan yang pasti ada dalam pangamatan” [Lindblom, “Immanuel,”19. Also A. R. Fausett, “Hebrews,” in A Commentary:Critical, Experimental and Practical by Robert Jamieson, A. R. Fausset, and David Brown (1893;repr., Grand Rapids: Eerdmans, 1973), 3:586.]. Hengstenberg bajkan lebih kuat lagi ketika dia mendeklarasikan: “Dalam harmoni dengan hinnēh, artikel pada ha-’almâ  menjadi dapat dijelaskan dari kondisi atau  fakta  yang menyertai bahwa Perawan tersebut dihadirkan pada persepsi kedalam dari nabi tersebut—setara dengan “ perawan disana”[ E.W. Hengstenberg, Christology of the Old Testament (1892; repr., Grand Rapids, Kregel, 1970), 2:44. Young menjelaskannya begini: “Lebih alami, akan tetapi, apakah penggunaan yang  generik  dimana artikel tersebut berfungsi untuk menunjukan  beberapa orang tak dikenal tertentu.” (Studies, 164).]. Interpretasi  yang lebih baik dari nas itu akan melihat sebuah nilai penting dari penggunaan artikel pasti oleh  nabi tersebut, sedang menunjuk pada  seseorang yang spesifik.



Tetapi apakah makna  dari kata
‘almâ  persisnya? Ada sejumlah pakar yang berpandangan datar terkait apakah istilah tersebut menunjuk pada seorang perawan atau seorang perempuan  yang telah menikah. Rogers menyatakan posisinya secara jernih:” Hal terpenting, harus dikatakan bahwa kata Ibrani  ‘almâ dapat  bermakna “perawan,” tetapi tidak harus  bermakna sesuatu lebih dari seorang wanita muda pada usia yang patut menikah. Apakah si nabi secara spesifik dan secara persis telah  bermaksud untuk mengatakan”perawan,” dia harus menggunakan kata betûlâ (wanita yang tidak menikah), walaupun begitu tetap aka nada sebuah  bayangan samar ketidakpastian”[ Rogers, “Isaiah,” 643–44. Untuk pendekatan yang sama bandingkan dengan: Lindblom, “Immanuel,”18; C.W.E. Naegelsbach, “The Prophet Isaiah,” in Commentary on the Holy Scriptures: Critical,Doctrinal and Homiletical by John Peter Lange (1869; repr., Grand Rapids: Zondervan, 1960),6:121–23; dan Conrad von Orelli, The Prophecies of Isaiah (Edinburgh: T&T Clark, 1899), 53.Skinner berpendapat bahwa  betûlâ tidak sepenuhnya bebas dari ambiguitas, sementara itu menyatakan bahwa ‘almâ  tidak harus mengkonotasikan keperawanan (Isaiah, 56).].
A Critical and Exegetical Commentary on the Book of Isaiah I–XXVII



Adalah pada tempatnya disini untuk mengindikasikan bahwa banyak pakar terkemuka telah menganut dan tetap menganut bahwa istilah Ibrani dalam konteks ini bermakna perawan. Gray mengafirmasi bahwa “
‘almâ berarti seorang  anak perempuan, atau perempuan muda, diatas usia kanak-kanak dan belum matang secara seksual… seseorang pada usia dimana emosi seksual bangkit dan menjadi berpotensi; kata tersebut tidak menyatakan keperawanan dan juga tidak menyatakan hilangnya keperawanan; kata ini secara alami dalam penggunaan sesungguhnya kerap diterapkan pada perempuan yang pada kenyataanya memang pasti (Kejadian 24:43; Keluaran 2:8), atau berangkali (Kidung Agung 1:3; 6:8; Mazmur 68:26), perawan-perawan”[ Gray, Isaiah, 126–27.]. Gordon, seorang pakar Jewish Semitic yang cakap, menghadirkan sebuah keping informasi tambahan yang menarik pada masalah ini. Dia menyatakan:”Pandangan umum yang dianut bahwa “perawan” adalah Kristen, sedangkan”perempuan muda” adalah Yahudi tidaklah sepenuhnya benar. Faktanya adalah, Septuaginta, yang adalah translasi yang dibuat oleh orang-orang Yahudi di Aleksandria pra Kristen,  memahami  ‘almâ berarti “perawan” di sini. Oleh sebab itulah, Perjanjian Baru mengikuti interpretasi orang-orang Yahudi dalam Yesaya 7:14.


Bersambung : ke Bagian 3




THE VIRGIN BIRTH AND ISAIAH 7:14 |diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora


============
Dr. Charles Lee Feinberg (1909–1995), ” Dekan Talbot Theological Seminary” dalam kurun waktu lama dan pakar Perjanjian Lama yang sangat dihormati,menjabat sebagai mentor Dr. John MacArthur dan profesor seminari favorit selama studinya untuk pelayanan di Talbot. Esai ini telah dipublikasikan oleh Dr.Freinberg dalam Is the Virgin Birth in Old Testament? (Whittier, CA: Emeth Publishing, 1967), 34– 48

No comments:

Post a Comment