Pages

04 June 2013

Ketika Menara-Menara Runtuh

Oleh : DR. R.C Sproul

Foto : © Reuters/CORBIS

Ketika  sebuah malapetaka terjadi di dunia kita, peristiwa ini  pada dasarnya pasti  memunculkan sebuah pertanyaannya : “Dimanakah Tuhan saat itu?” Orang kelihatannya selalu mempertanyakan bagaimana Tuhan yang baik  membiarkan sebuah hal mengerikan terjadi.


Pertanyaan yang sama juga mengemuka  pada era Yesus, seperti yang kita lihat dari sebuah insiden yang dicatat dalam Injil Lukas:
(1) Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. (2) Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? (3) Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. (4) Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? (5) Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."



Beberapa orang bertanya kepada Yesus sebuah pertanyaan mengenai sebuah  kekejaman yang  telah terjadi di  tangan Pontius Pilatus, Penguasa Roma di Yudea. Kelihatannya sejumlah orang ditengah-tengah ibadah dibantai oleh pasukan-pasukan Pilatus. Orang  yang datang kepada Yesus  sangat bersusah hati  akan hal ini dan menanyai Yesus bagaimana bisa  Tuhan membiarkan hal ini  menimpa orang-orang pilihan-Nya.



Yesus menjawab   pertanyaan mereka dengan sebuah pertanyaan: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?” Tanggapan ini memperlihatkan kepada kita  bahwa mereka yang mengajukan pertanyaan ini kepada Yesus telah mengasumsikan bahwa semua penderitaan yang dialami manusia di dunia ini  sepadan dengan derajat keberdosaan mereka, sebuah pemikiran yang masih  menyebar luas hingga hari ini.



Tentu saja, penderitaan dan kematian masuk kedalam dunia ini pertama-tama dikarenakan dosa. Sehingga,  para penanya Yesus benar dalam  mengasumsikan bahwa ada sebuah hubungan antara  kejahatan moral  dan penderitaan jasmani. Tetapi Yesus menggunakan kesempatan tersebut untuk mengingatkan mereka  bahwa kita  tidak dapat melompat kepada kesimpulan bahwa semua orang yang menderita  berpadanan langsung terhadap derajat dosa mereka.



Alkitab menjelaskan hal ini secara teramat jelas. Alkitab menunjukan bahwa orang jahat  kadang-kadang makmur dan orang benar kadang-kadang mengalami penderitaan teramat  berat. Kitab Ayub secara khusus  mematahkan pemikiran hubungan yang sepadan antara dosa dengan penderitaan, dengan memperlihatkan bahwa  walaupun Ayub merupakan  manusia yang paling  tegak lurus di dunia, dia ditimpa oleh penderitaan yang tak terkatakan, dan kemudian harus mengalami pertanyaan dari “sahabat-sahabatnya,” yang  berpikiran bahwa Ayub pasti telah jatuh kedalam dosa yang mengerikan.



Jadi, ketika Yesus  menanyakan  para murid-murid : “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?Jawabannya   jelas. Tidak, mereka bukan para pendosa yang lebih buruk daripada orang lain siapapun juga. Yesus ingin  menyingkirkan pemikiran sebuah hubungan yang sepadan antara dosa dan penderitaan dari benak  para murid supaya jangan mereka berpikir bahwa mereka  adalah orang-orang  yang lebih baik dalam pandangan Tuhan karena mereka tidak mengalami penderitaan dan mati. Jadi, Dia memperingatkan mereka :” Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."



Mereka yang telah dibunuh oleh serdadu-serdadu Roma dan mereka yang telah  tewas ketika menara runtuh bisa jadi adalah warga  kota terhormat. Tetapi dalam dimensi vertikal, dalam  hubungan mereka dengan Tuhan, tidak satupun dari mereka tidak berdosa, dan ini  sama benarnya dengan keadaan kita.  Yesus berkata, “ Daripada  menanyakanku mengapa Tuhan yang baik itu membiarkan malapetaka ini terjadi, kamu semestinya  bertanya mengapa darahmu sendiri tidak tertumpah. “ Yesus  mengingatkan para pendengarnya bahwa  pada puncaknya tidak ada hal semacam orang tidak bersalah ( kecuali Dia). Jadi kita semestinya  tidak menjadi takjub dengan keadilan Tuhan tetapi  oleh anugerah Tuhan. Kita semestinya  menanyakan mengapa menara-menara tersebut tidak menimpa kita masing-masing dan setiap hari.



Kala apapun juga yang yang sangat menyakitkan, sangat menyedihkan, atau sangat  memilukan menimpa kita, hal itu tidak pernah sebuah tindakan ketakadilan  pada pihak Tuhan, karena Tuhan tidak  berhutang atau berkewajiban untuk  membebaskan kita dari tragedi-tragedi . Kita adalah orang-orang  yang berhutang  kepada Tuhan  dan tidak dapat membayarnya. Satu-satunya pengharapan kita untuk terhindar dari  kebinasaan di tangan Tuhan adalah  pertobatan.



Yesus  bukan tidak sensitif  atau kasar dengan murid-murid-Nya. Dia pada dasarnya harus  menghentakan mereka keluar dari  sebuah cara berpikir  yang salah. Kita akan menerima  hentakannya dengan  senang, karena itu menolong kita melihat hal-hal dari sudut pandang  kekekalan. Kita dapat menghadapi malapetaka dalam dunia ini hanya dengan pemahaman bahwa dibalik kejadian tersebut   bekerja maksud kekekalan Tuhan dan dengan menyadari bahwa Dia telah melepaskan kita dari malapeteka   utama--  runtuhnya menara penghakiman final-Nya atas kita.



When Towers Fall  --Tabletalk ,  Ligonier Ministries and R.C Sproul | diterjemahkan : Martin Simamora

No comments:

Post a Comment