Pages

07 October 2012

KEBENARAN TUHAN (1) :” Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?”


Abraham memohon kepada Tuhan untuk kepentingan Sodom & Gomora
Copyright: Cook Communications Ministries
Kejadian 18:
(25) Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (26) TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."
Pengantar
Kebenaran Tuhan,  merupakan salah satu atribut Tuhan yang sangat mengemuka dalam nas-nas kitab suci, atribut ini juga salah satu yang sangat  sulit untuk didefinisikan. Pada dasarnya, membedakan kebenaran Tuhan dari kekudusan-Nya atau kebaikan-Nya terlihat sulit. Lagi pula, kebenaran Tuhan  sebenarnya  merupakan sinonim bagi keadilan-Nya :

Sementara di  dalam hampir pada umumnya Perjanjian Lama kata adil berarti “lurus,” dan  kata tersebut dalam Perjanjian Baru berarti  “sama,” dalam sebuah pemahaman moral keduanya bermakna “benar.” Ketika Tuhan berkata bahwa Tuhan itu adil, kita sedang mengatakan bahwa Dia selalu  melakukan apa yang benar, apa yang  harus dilakukan, dan Dia melakukannya secara konsisten, tanpa memihak atau prasangka. Kata adil  dan kata benar merupakan kata-kata yang identik baik didalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Terkadang para penerjemah menerapkan kata asli  “adil” dan pada lain waktu menggunakan “benar”  tanpa alasan yang nyata (bandingkan Nehemia 9:8 dan 9:33 dimana kata yang sama digunakan). Tetapi kata manapun yang mereka gunakan, kata itu pada dasarnya merupakan hal yang sama. Kata yang digunakan pasti berkaitan dengan tindakan-tindakan Tuhan.  Tindakan-tindakan yang selalu benar dan adil.

Kebenaran Tuhan ( atau keadilan) pada dasarnya merupakan ungkapan kekudusan-Nya. Jika Dia  suci tak terbatas, maka Dia pastilah menentang semua dosa, dan penentangan   terhadap dosa pasti didemonstrasikan dalam  perlakuan-Nya pada ciptaan-ciptaan-Nya. Ketika kita membaca bahwa Tuhan  benar atau adil, kita sedang dijaminkan bahwa tindakan-tindakan-Nya terhadap kita  ada didalam kesepakatan sempurna dengan natur-Nya yang kudus.--- Richard L. Strauss, The Joy of Knowing God, (Neptune, New Jersey: Loizeaux Brothers, 1984), hal. 140.




[While the most common Old Testament word for just means ‘straight,’ and the New Testament word means ‘equal,’ in a moral sense they both mean ‘right.’ When we say that God is just, we are saying that He always does what is right, what should be done, and that He does it consistently, without partiality or prejudice. The word just and the word righteous are identical in both the Old Testament and the New Testament. Sometimes the translators render the original word ‘just’ and other times ‘righteous’ with no apparent reason (cf. Nehemiah 9:8 and 9:33 where the same word is used). But whichever word they use, it means essentially the same thing. It has to do with God’s actions. They are always right and fair.
God’s righteousness (or justice) is the natural expression of His holiness. If He is infinitely pure, then He must be opposed to all sin, and that opposition to sin must be demonstrated in His treatment of His creatures. When we read that God is righteous or just, we are being assured that His actions toward us are in perfect agreement with His holy nature.]

Kata-kata ini diungkapkan oleh Richard Strauss membawa kita sangat dekat dengan  sebuah definisi singkat  mengenai kebenaran. Kebenaran dalam relasinya dengan manusia, adalah keselerasan mereka terhadap sebuah standard. Tidak seperti manusia, Tuhan tidak tunduk kepada apapun diluar diri-Nya sendiri. Tidak ada  yang mengungkapkan hal ini lebih baik daripada yang dilakukan A.W. Tozer :



Terkadang dikatakan :”keadilan mempersyaratkan Tuhan untuk melakukan ini,” merujuk pada beberapa tindakan yang kita tahu bahwa Dia akan lakukan. Ini adalah sebuah kesalahan berpikir juga dalam memperbincangkannya, karena definisi itu mendalilkan sebuah prinsip keadilan diluar  Tuhan yang mendesak Dia untuk bertindak dalam sebuah cara tertentu.  Tentu saja tidak ada prinsip semacam ini. Jika ada maka prinsip semacam ini  pasti lebih besar dari Tuhan, karena  hanya sebuah kuasa yang lebih unggul dapat mendesak untuk patuh. Kebenarannya adalah:  tidak ada dan tidak pernah  ada apapun juga diluar natur Tuhan yang dapat menggerakkan Dia dalam derajat sekecil apapun. Semua pertimbangan-pertimbangan Tuhan datang dari dalam Dia, yang bukan ciptaan. Tidak ada yang  memasuki diri Tuhan dari kekekalan, tidak ada yang telah disingkirkan, dan tidak ada yang telah berubah.
Keadilan, ketika digunakan Tuhan, adalah sebuah nama yang kita berikan bagi apa adanya Tuhan, tidak lebih; dan ketika Tuhan bertindak secara adil Dia tidak  melakukakan-Nya untuk menyelaraskan  dengan sebuah kriteria independen, tetapi semata bertindak seperti diri-Nya sendiri dalam sebuah situasi yang apa adanya…Tuhan  adalah pemilik  prinsip kesetaraan moral atas keberadaan diri-Nya  sendiri, dan ketika Dia menghukum   manusia-manusia yang jahat atau memberikan upah  terhadap orang-orang benar, Dia  pada dasarnya bertindak sebagaimana diri-Nya sendiri, tidak dapat dipengaruhi oleh apapun juga yang bukan diri-Nya sendiri.”-- A. W. Tozer, The Knowledge of the Holy, hal. 93-94.


[It is sometimes said, ‘Justice requires God to do this,’ referring to some act we know He will perform. This is an error of thinking as well as of speaking, for it postulates a principle of justice outside of God which compels Him to act in a certain way. Of course there is no such principle. If there were it would be superior to God, for only a superior power can compel obedience. The truth is that there is not and can never be anything outside of the nature of God which can move Him in the least degree. All God’s reasons come from within His uncreated being. Nothing has entered the being of God from eternity, nothing has been removed, and nothing has been changed.

Justice, when used of God, is a name we give to the way God is, nothing more; and when God acts justly He is not doing so to conform to an independent criterion, but simply acting like Himself in a given situation. . . God is His own self-existent principle of moral equity, and when He sentences evil men or rewards the righteous, He simply acts like Himself from within, uninfluenced by anything that is not Himself.”]

Abraham dan Kebenaran Tuhan
(Kejadian 18:16-33)
Kejadian 18:23-28
(23) Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? (24) Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? (25) Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (26) TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." (27) Abraham menyahut: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.(28) Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?" Firman-Nya: "Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana."
Kebenaran Tuhan telah diperkenalkan secara sangat dini dalam Alkitab pada  bab-bab pembuka Kitab  Kejadian. Atribut ini adalah basis bagi   permohonan Abraham kepada Tuhan bagi kota-kota Sodom dan Gomora. Tuhan digambarkan secara antropomorfis  (dalam istilah-istilah seperti manusia) disini sebagaimana telah kita dengar  Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora” (ayat 20). Saya bertanya-tanya dari siapakah keluh kesah ini berasal. Satu orang yang sangat mungkin adalah “Lot, orang yang benar, yang terus-menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja” (Lihat 2 Petrus 2:6-8).
Dalam terminologi  judisial masa kini, Tuhan tidak berkenan untuk bertindak semata0mata berdasarkan pada  desas-desus. Adalah kehendaknya untuk   turun” (ayat 21) ke tempat ini dan melihat sendiri apakah tuduhan-tuduhan ini benar. Tentu saja kita tahu Tuhan Mahatahu. Dia mengetahui semuanya. Dia tidak perlu sama sekali “melakukan perjalanan ke Sodom dan Gomora” untuk melihat apakah kota-kota ini memang sungguh jahat. Dia telah mengetahui kota-kota ini jahat. Tetapi, dari sudut pandang kita, Tuhan menginginkan kita untuk mengetahui bahwa Dia bertindak secara adil. Dia  bertindak berdasarkan  informisi yang  mana dia memiliki pengetahuan mengenai hal itu secara personal. Jadi ketika Tuhan menghakimi kota-kota ini, Dia melakukannya dengan cara sangat adil karena kota-kota tersebut memang sungguh-sungguh jahat.
Saya mendapatkannya sangat menarik bahwa ayat 17-21 mendahului catatan tentang doa permohonan Abraham atas kota-kota ini. Tuhan mengetahui apa yang akan Dia lakukan. Apa yang Dia   maksudkan untuk dilakukan adalah benar dan adil. Tetapi Tuhan menginginkan Abraham menjadi bagian dari apa yang sedang Dia lakukan. Jika Tuhan harus bertindak secara adil, Dia semata cukup bertindak secara konsisten dengan karakter-Nya. Tetapi melibatkan Abraham juga   merupakan hal konsisten dengan perjanjian-Nya  dengan Abraham dan tujuan dari perjanjian ini. Maksud Tuhan bagi panggilan Abraham dan membuat sebuah perjanjian dengan dia diungkapkan dalam ayat 17-19 :

Kejadian 18:17-19
(17) Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? (18) Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? (19) Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya."

Maksud Tuhan terhadap panggilan Abraham dan membuat sebuah perjanjian dengan dia  adalah agar Abraham menjaga jalan Tuhan dengan melakukan  kebenaran dan keadilan dan untuk mengajarkan keturunan-keturunannya melakukan hal yang sama. Kebenaran adalah sasaran  Tuhan bagi Abraham dan keturunannya.
Ketika Tuhan memberitahukan kepada Abraham bahwa Dia hendak menghancurkan Sodom dan Gomora, Abraham mulai menjadi penengah bagi mereka. Kepedulian Abraham adalah untuk kebenaran didalam kota-kota mereka. Bagaimana bisa Tuhan mungkin menghancurkan kota-kota ini jika ada pria-pria dan perempuan-perempuan benar yang hidup disan? Jika  Tuhan telah menghancurkan baik orang-orang benar dan  orang-orang jahat tanpa membedakan mereka, maka Tuhan tidak akan bertindak secara  benar dan adil. Dan tentu saja Tuhan, sebagai “hakim seluruh bumi,” harus bertindak secara adil (ayat 25).
Abraham melanjutkan menjadi penengah  terhadap Tuhan mewakili orang-orang benar. Mulai dengan 50 orang benar, Abraham memohonkan pada Tuhan agar tidak menghancurkan kota-kota ini jika  50 orang benar dapat ditemukan. Pada akhirnya, Abraham dapat ( itu terlihat) menurunkan jumlah orang benar yang diperlukan ke jumlah yang sedikit, sejumlah 10 orang benar (ayat 32). Tetapi sama sekali tidak ada 10 orang benar di kota-kota ini. Ada orang benar  tapi hanya empat (jika termasuk isteri Lot). Tetapi Tuhan, dalam keadilan-Nya, tidak akan berurusan dengan orang jahat dalam sebuah cara dimana orang benar juga turut terhukum.  Tuhan tidak menyayangkan kota-kota Sodom dan Gomora, tetapi Dia menyayangkan Lot dan keluarganya dengan menyelamatkan mereka dari kota Sodom sebelum malaikat-malaikat menghancurkan kota-kota tersebut.

Kita lihat disini dalam kitab Kejadian, maksud Tuhan dalam panggilan Abraham dan keturunannya: untuk membangkitkan sebuah bangsa yang  dijiwai oleh kebenaran dan keadilan. Tuhan, tidak hanya memperlihatkan diri-Nya sebagai yang benar dan adil, Dia juga bekerja didalam kehidupan Abraham untuk memperlihatkan kepada Abraham bahwa dia adalah seorang pria yang mencintai kebenaran dan keadilan.

Bersambung:  Bagian 2

The Righteousness ofGod Study By: Bob Deffinbaugh | diterjemahkan oleh  : Martin Simamora

No comments:

Post a Comment