Pages

25 June 2012

Simon Dan Simon (1) : Ketika Kultisme Menyusup Kedalam Gereja!

Pengantar

Ada tiga fakta yang menyakitkan ketika kita membicarakan Kultisme/Pemujaan (yang terkait dengan sistem ibadah keagamaan yang dipegang/diidolakan dan pemujaan  terhadap tokoh-tokohnya -red). Pertama bahwa orang-orang Kristen adalah target-target utama bagi praktek-praktek pemujaan. Semua  anggota  pemujaan semacam ini pada dasarnya telah diselamatkan, tetapi teramat miskin dalam dasar firman Tuhan, dan oleh karena itu  menjadi target yang mudah bagi para  pemimpin pemujaan ini yang mengaku memiliki kedekatan khusus dengan Tuhan.  Saya sudah mengatakan, sebagai contoh, bahwa Southern Baptist  dalam beberapa hal sangat mungkin menjadi prospek bagi mormonsime.  Fakta kedua yang menyakitkan adalah bahwa sejumlah pendiri dan pemimpin pemujaan ini memiliki keterlibatan dengan Kekristenan evangelical, tetapi telah meninggalkannya. Salah satu dari saudara dekat  kami telah  terlibat dalam sebuah pemujaan semacam ini, dan ketika ia memperlihatkan kepada kami buku yang ditulis  oleh pemimpin  pemujaan, dalam buku tersebut si pemimpin mengakui secara terbuka berlatar belakang  evangelical. Fakta ketiga yang menyakitkan adalah sulit untuk menentukan apakah mereka sungguh-sungguh Kristen atau bukan. Saya tidak akan menyebutkan nama sebuah kelompok secara khusus, tetapi anda dapat dengan mudah  berpikir satu atau lebih yang dapat jatuh kedalam kategori ini.


Simon si penyihir dipercaya oleh beberapa orang di zaman itu telah mendirikan sebuah pemujaan yang sangat berbahaya, seorang yang senantiasa menguntit kekristenan  dalam satu masa dalam sejarah kekristenan. (110)  Hal yang sulit untuk menentukan dengan derajat keyakinan seperti apapun, apakah si Simon ini seorang Kristen atau bukan. Dari kata-kata Lukas (“Simon sendiri juga menjadi percaya,”Kisah Para Rasul 8 ayat 13)  kita dapat menyimpulkan bahwa Simon telah diselamatkan/orang yang percaya , namun dari kata-kata dan tindakan-tindakan Simon sendiri, dan dari peringatan tajam dari Petrus, orang  pasti memiliki beberapa pemikiran  lainnya pada soal ini.

Sayangnya, Simon sama saja dengan kebanyakan mereka yang kultis atau nabi-nabi dan rasul-rasul palsu, sebagaimana  digambarkan dalam nas kitab suci. Simon adalah seorang yang dahulunya mempraktekan sihir, tetapi   nampaknya ia  tidak sepenuhnya melepaskan sihirnya. Dia lantas menjadi wabah dengan sebuah “pola pikir sihir” yang dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan dilakukan, sebagaimana dicatat oleh Lukas. Pola pikir semacam ini tidak hanya ada pada para kultis; pola pikir semacam ini menjadi karakteristik banyak orang Kristen masa kini. Ada sebuah dunia yang berbeda antara sihir/ magis dengan Kekristenan, sebagaimana yang akan kita lihat disini, didalam konteks kita, dan   kemudian dalam kitab Kisah Para Rasul ( 13:4-12; 19:13-20). Mari kira  perhatikan dengan seksama pada diri Simon, kemudian, melihatnya  jika saja  dari cara-cara pemikiranya  atau tindakannya juga terdapat  pada kita, atau terdapat juga pada orang-orang lain, yang mengaku orang Kristen. Dan mari kita lihat juga  cara-cara yang Tuhan bawa dalam pertumbuhan gerejanya  dari Yerusalem dan Yudea,  hingga Samaria.

Sumber Pemulihan Orang Samaria
8:1-3
Saulus juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh. (8-1b) Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria. Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat. Tetapi Saulus berusaha membinasakan jemaat itu dan ia memasuki rumah demi rumah dan menyeret laki-laki dan perempuan ke luar dan menyerahkan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara.

Ini adalah peristiwa-peristiwa berantai yang luar biasa, peristiwa yang tak seorangpun pernah terbayangkan untuk memikirkan sebelumnya. Problem janda-janda Helenistik yang terabaikan telah ditemukan jalan keluarnya dengan menunjuk 7 orang. Mereka adalah yang terpandang diantara yang lain dalam catatan Lukas adalah Stefanus dan Filipus. Pelayanan Stefanus meledak dan  meluas  melampaui perawatan para janda  menuju proklamasi Injil yang  penuh kuasa, yang disertai dengan tanda-tanda dan  mujizat-mujizat. Pelayanan ini  memunculkan penentangan  yang pada puncaknya membawa kepada pembunuhan atas diri Stefanus. Dan kematian Stefanus bergulir bagai bola salju menjadi reaksi yang masif  pada seluruh jemaat di Yerusalem. Penganiayaan yang intensif yang    berlangsung melawan  gereja menyebabkan orang-orang kudus terpencar. Semuanya mengungsi kecuali para rasul,  orang-orang ini tetap tinggal.

Akibatnya adalah sebuah ekspansi misionaris yang masif, tanpa komite misionaris, tanpa “dukungan,” apapun dan (luar biasanya) tanpa  kepemimpinan dan kehadiran para rasul. Kisah Para Rasul 1:8  menjadi  tergenapi dalam Kisah Para Rasul 8:1, tetapi tidak dalam  cara yang akan kita  harapkan. Amanat Agung pada Matius 18:18-20 diberikan dalam bentuk perintah. Kisah Para Rasul 1:8 diberikan dalam bentuk sebuah janji. Dalam kenyataannya, evangelisme orang-orang Samaria dan orang-orang non Yahudi tidak terjadi karena manusia secara aktif  berupaya mematuhi perintah Tuhan kita, yang diekspresikan dalam Amanat Agung,  tetapi lebih  sebagai yang telah direncanakan Tuhan, yang diselenggarakan oleh Kedaulatan Kepala Gereja, melalui penganiayaan. Orang-orang kudus pergi, mengabarkan Injil, bukan  oleh kepatuhannya sebagaimana yang semestinya. Penganiayaan  menghasilkan proklamasi.  Cara-cara Tuhan melampaui cara-caramu!

Menurut catatan Lukas, penganiayaan gereja di Yerusalem yang membawa pemulihan/kebangkitan orang-orang Samaria (112) dalam  ukuran yang besar adalah hasil dari satu orang kunci—Saul. Tidak ada nama lain yang disebutkan. Dan, setelah konversi Saul, penganiayaan selesai, dan era baru yang damai dimulai (Kisah Para Rasul 9:31). Saya menyatakan bahwa Saul oleh karena itu  orang yang menjadi kekuatan-kekuatan pendorong dibalik penganiayaan jemaat di Yerusalem.

Signifikansi hal ini  tidak boleh dilewatkan. Sebagai  pemimpin  kelompok penentangan terhadap Injil dan penganiayaan jemaat di Yerusalem. Saul adalah instrumen dalam “misi percepatan” gereja yang pertama. Terjadi begitu saja, ini bukanlah apa yang dia kehendaki, tetapi demikianlah hasilnya. Tuhan  menggunakan “ murka manusia untuk memuji Dia” (Bandingkan dengan Mazmur 76:10). Betapa seringnya kita cenderung berpikir mengenai evangelisasi dunia pada  hari itu sebagai yang dihasilkan “khotbah” Paulus, ketimbang sebagai hasil penganiyaan yang dilancarkan Saul. Keduanya benar.

Kedaulatan Tuhan dapat dengan mudahnya menggunakan  penentangan yang intensif dari seorang yang tak percaya untuk menyebarkan injil sebagaimana Ia dapat juga melakukannya  melalui khotbah  penuh iman oleh salah satu orang kudusnya. Sebuah  kedaulatan Tuhan tidak membutuhkan  kepatuhan manusia untuk mencapai  tujuan-Nya, tetapi betapa terberkatinya ketika manusia mematuhinya, menjadi seorang partisipan yang memang mau terlibat dalam rencana-rencana dan tujuan-tujuan Tuhan.

Bersambung

Simon and Simon (Acts 8:1-25) Study By: Bob Deffinbaugh | Martin Simamora

No comments:

Post a Comment