Pages

26 February 2012

Respon Pdt. Budi Asali, M.Div Terhadap :BAHAYA CALVINISME–TULIP: Perseverance of the Saints

BAHAYA CALVINISME–TULIP: Perseverance of the Saints

Perseverance of the Saints

Poin terakhir Calvinisme ini adalah kesimpulan akhir dari seluruh rangkaian nalar John Calvin yang dipungutnya dari Agustinus. Sebagaimana poin satu hingga empat tidak memiliki dasar Alkitab, maka sudah jelas kesimpulan akhirnya juga tidak alkitabiah.

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, point 1-4 tak ada dasar Alkitab? Ini lagi-lagi memfitnah.
Saya bisa memberi sangat banyak ayat, tetapi di sini saya beri masing-masing satu atau dua ayat saja sebagai dasar Alkitab, cukup untuk menunjukkan bahwa Liauw ngawur dan memfitnah saja pada waktu mengatakan bahwa 4 points pertama dari TULIP (5 points Calvinisme) tidak mempunyai dasar Alkitab.


Point 1: Total Depravity (= Kebejatan Total), dasar Alkitabnya:
·         Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
·         Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran

Point 2: ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan yang tidak bersyarat), dasar Alkitabnya:
·         Ef 1:4-5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.
·         Ro 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

Point 3: ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas), dasar Alkitabnya:
·         Mat 1:21 - “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka”.
·         Yoh 10:11,15 - “(11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; ... (15) sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu.

Point ke 4: Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak), dasar Alkitabnya:
Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman”.
Penggu­naan kata ‘ditarik’ (Yunani: HELKO / HELKUO) itu dalam Kitab Suci: Kata Yunani HELKO / HELKUO ini hanya digunakan 8 x dalam Kitab Suci / Perjanjian Baru, yaitu dalam:
·        Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman”.
·        Yoh 12:32 - “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepadaKu.’”.
·        Yoh 18:10 - “Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus”.
·        Yoh 21:6 - “Maka kata Yesus kepada mereka: ‘Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.’ Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan”.
·        Yoh 21:11 - “Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak”.
·        Kis 16:19 - “Ketika tuan-tuan perempuan itu melihat, bahwa harapan mereka akan mendapat penghasilan lenyap, mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap penguasa”.
·        Kis 21:30 - “Maka gemparlah seluruh kota, dan rakyat datang berkerumun, lalu menangkap Paulus dan menyeretnya keluar dari Bait Allah dan seketika itu juga semua pintu gerbang Bait Allah itu ditutup”.
·        Yak 2:6 - “Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan?”.

Yoh 6:44 dan Yoh 12:32 menunjukkan bahwa ‘menarik’ itu adalah aktivitas Bapa dan Yesus. Sedangkan dari ke 6 ayat yang lain bisa ditarik kesimpulan bahwa:

a) Ini bukan sekedar ‘memikat’ tetapi betul-betul ‘menarik’.
Pada waktu Petrus menghunus / menarik pedangnya (Yoh 18:10), atau pada waktu murid-murid menarik jala yang penuh ikan (Yoh 21:6), atau pada waktu orang banyak menyeret Paulus (Kis 16:19  Kis 21:30), atau pada waktu orang kaya menyeret orang miskin ke pengadilan (Yak 2:6), maka itu tentu sama sekali bukan dengan cara ‘memikat’, tetapi betul-betul ‘menarik’.

b) Ini bukan menarik orang yang mau ditarik.
Waktu Paulus ditarik / diseret, atau waktu ikan dalam jala ditarik, atau waktu orang miskin diseret oleh orang kaya ke pengadilan, mereka tentunya tidak mau ditarik!
Memang ini tidak berarti bahwa Allah menggunakan kekuatan luar untuk menarik / memaksa orang yang terus menerus tak mau ditarik.
Calvin: “True, indeed, as to the kind of drawing, it is not violent, so as to compel men by external force; but still it is a powerful impulse of the Holy Spirit, which makes men willing who formerly were unwilling and reluctant” (= Memang, tentang jenis tarikan, itu bukan sesuatu tarikan yang keras / kasar, seakan-akan memaksa manusia dengan kekuatan luar; tetapi itu tetap merupakan dorongan yang kuat dari Roh Kudus, yang membuat manusia yang tadinya tidak mau dan segan menjadi mau) - hal 257.

c) Orang yang ditarik tidak bisa menolak tarikan itu.
Dalam ke 6 ayat tersebut di atas, tidak pernah ada perlawanan yang bisa mengalahkan tarikan, dan tarikannya selalu berhasil!
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ay 44 ini mendukung doktrin Reformed tentang Irresistible Grace (= kasih karunia yang tak bisa ditolak / ditahan), yang merupakan point ke 4 dari 5 points Calvinisme.

Berbicara tentang ayat-ayat yang menggunakan kata HELKO / HELKUO di atas, Hendriksen berkata: “The drawing of which these passages speak indicates a very powerful - we may even say, an irresistible - activity. To be sure, man resists, but his resistance is ineffective. It is in that sense that we speak of God’s grace as being irresistible” (= Tarikan tentang mana text-text itu berbicara menunjukkan suatu aktivitas yang sangat kuat, dan bahkan bisa dikatakan tak bisa ditahan / ditolak. Memang manusia menahan / menolak, tetapi tahanan / penolakannya tidak efektif. Dalam arti seperti itulah kami berbicara tentang kasih karunia Allah yang tidak bisa dito­lak) - hal 238.

Dan menanggapi komentar William Barclay, yang mengatakan bahwa manusia bisa mengalahkan tarikan Allah, Leon Morris (NICNT) mengatakan:
“Barclay gives a number of examples of the use of the verb HELKUO in the New Testament to show that ‘Always there is this idea of resistance.’ This is surely true, and indicates that God brings men to Himself although by nature they prefer sin. But curiously Barclay adds, ‘God can and does draw men, but men’s resistance can defeat the pull of God.’ Not one of his examples of the verb shows the resistance as successful. Indeed we can go further. There is not one example in the New Testament of the use of this verb where the resistance is successful” (=  Barclay memberi sejumlah contoh penggunaan kata kerja HELKUO dalam Perjanjian Baru untuk menunjukkan bahwa ‘di sana selalu ada gagasan tentang penolakan’. Ini memang benar, dan menunjukkan bahwa Allah membawa manusia kepada diriNya sendiri sekalipun pada dasarnya / secara alamiah mereka lebih memilih dosa. Tetapi secara aneh / mengherankan Barclay menambahkan, ‘Allah bisa dan Allah memang menarik manusia, tetapi penolakan manusia bisa mengalahkan tarikan dari Allah’. Tidak ada satu contohpun dari Perjanjian Baru tentang penggunaan kata kerja ini dimana tahanan / penolakan itu berhasil) - hal 371, footnote.

Sekarang perhatikan ayat selanjutnya dari Yoh 6:44, yaitu Yoh 6:45 - “Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaKu”.
¨       Ini adalah kutipan dari :
Yes 54:13 - “Semua anakmu akan menjadi murid TUHAN, dan besarlah kesejahteraan mereka”.
¨       Kata ‘semua’ menunjuk kepada elects (= orang-orang pilihan).
¨       Ini menjelaskan bahwa Allah ‘menarik’ dengan ‘mengajar’.
Tetapi jelas bahwa ‘mengajar’ ini bukanlah satu-satunya hal yang Allah lakukan untuk menarik seseorang. Ia juga melahirbarukan, memberikan terang sehingga orang itu mengerti ajaran yang Ia berikan, dan bahkan Ia juga memberikan iman.
¨       Orang yang telah mendengar dan menerima ajaran dari Bapa akan datang kepada Yesus.
Calvin: “He gives to them not only the choice of believing, but faith itself” (= Ia memberi kepada mereka bukan hanya pemilihan untuk percaya tetapi iman itu sendiri) - hal 259.
Kata-kata Calvin ini penting untuk diingat karena adanya ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah hanya memberi kasih karunia untuk mengangkat seseorang sampai pada tingkat dimana ia bisa memilih sendiri, apakah mau percaya kepada Kristus atau tidak. Reformed / Calvinisme mengajarkan bahwa Allah bukan hanya mengangkat seseorang sampai pada tingkat dimana ia bisa memilih sendiri, tetapi Allah bahkan memberikan iman, sehingga orang itu betul-betul percaya kepada Yesus. Bdk. Fil 1:29 yang menunjukkan bahwa iman adalah karunia.
Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

Saya kira contoh-contoh dasar Alkitab ini sudah cukup untuk menunjukkan fitnah dari Liauw.

Dan sekali lagi, Liauw, kalau anda di sini mengatakan ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) ini tidak Alkitabiah, mengapa dalam tulisan yang lalu anda mengatakan bahwa anda tidak percaya kalau dosa bisa menghancurkan keselamatan? Mana yang benar? 

Dasar dari Perseverance of the Saints Calvinisme bukanlah pada ayat-ayat Alkitab tetapi pada jalur nalar mereka yang jika Allah memilih seseorang, menebusnya dengan kematian Yesus Kristus, dan telah menerapkan kepadanya anugerah yang tidak bisa ditolak, maka apapun yang terjadi pada orang tersebut, ia tidak akan binasa lagi. Ia pasti akan masuk Sorga! Itulah jalan nalar Calvinisme yang menjadi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme.
Tanggapan Budi Asali:
Ngawur dan fitnah lagi. Memang ada logika yang digunakan sebagai dasar dari doktrin ini, yaitu bahwa siapa yang Allah pilih untuk diselamatkan, pasti akan selamat, dan tidak akan kehilangan keselamatan itu. Kalau tidak, rencana Allah gagal, dan ini bertentangan dengan dengan Alkitab (Ayub 42:2).
Tetapi apakah doktrin bahwa keselamatan tidak bisa hilang ini tidak punya dasar Alkitab? Hanya orang tolol yang tak pernah membaca Alkitab yang akan mengatakan demikian. Saya beri beberapa dasar Alkitab dari doktrin ini di bawah ini:
·         1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia”.
·         Ro 11:29 - “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilanNya”.
·         Fil 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.
·         1Tes 5:24 - “Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya”.
·         2Tes 3:3 - “Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat”.
·         Yoh 10:27-29 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.


Mereka selalu berargumentasi bahwa jika Allah yang memegang orang tersebut, dan jika Allah yang memelihara iman orang tersebut, maka jika ia sampai tidak masuk Sorga maka itu berarti Allah telah gagal. Argumentasi ini sama dengan, jika penebusan Yesus Kristus mencakup seluruh dunia, atau semua manusia, lantas kenyataannya tidak semua orang masuk Sorga, maka penebusan Kristus terhadap mereka yang masuk Neraka telah gagal.
Tanggapan Budi Asali:
Memang Liauw, dalam hal ini anda menunjukkan ajaran Calvinisme yang benar dan saya tantang anda untuk menggugurkannya.
Coba lihat text ini sekali lagi:
Yoh 10:27-29 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
Kalau ternyata orang kristen yang sejati bisa terhilang (kehilangan keselamatannya dan masuk neraka), maka bagaimana kata-kata Yesus di atas ini bisa benar?
Juga Yesus adalah Gembala yang baik (Yoh 10). Kalau seorang gembala kehilangan dombanya, atau seorang pengasuh anak kehilangan anak yang diasuhnya, yang bodoh siapa? Gembala / pengasuh atau domba / anak? Kalau domba / anak memang bodoh, justru itu mereka butuh gembala / pengasuh. Kalau gembala / pengasuh kehilangan domba / anak, mereka gembala / pengasuh itu yang bodoh. Kecuali anda percaya Yesus adalah gembala yang bodoh, jangan percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatannya!

Lalu dalam ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas), memang kalau orang-orang yang sudah ditebus Yesus ternyata masuk neraka, maka itu berarti penebusanNya gagal. Disamping Allah itu jadi tidak adil, karena hutang dosa orang-orang itu yang sudah dibayar oleh Kristus, ditagih lagi pada orang-orang itu sendiri! Ayo jawab argumentasi ini, Liauw!


Kedua jalan nalar ini didasarkan pada konsep manusia tidak memiliki kehendak bebas untuk menolak anugerah Allah. Bahwa manusia lebih rendah dari anjing, karena najing saja bisa memilih mau datang kepada tuannya atau tidak ketika dipanggil namanya’.

Tanggapan Budi Asali:
Ngawur dan fitnah lagi, Liauw! Tidak bisakah anda menyerang doktrin Calvinisme secara fair, tanpa memfitnah? Calvinisme percaya manusia mempunyai kebebasan, tetapi memang arti dari ‘kebebasan’ itu berbeda dengan arti yang diberikan oleh Arminianisme. Itu sudah dibahas dalam jawaban bali saya yang lalu dan tak akan saya ulang di sini.

Tidak, Liauw, dalam konsep Calvinisme kamu tidak lebih rendah dari pada anjing, tetapi sama dengan anjing. Dilihat dari luar, baik kamu maupun anjing bisa memilih untuk datang atau tidak datang pada saat dipanggil. Tetapi dilihat dari sudut penentuan Allah, baik kamu maupun anjing pasti akan bertindak sesuai dengan ketentuan Allah itu, tetapi tetap dengan kemauannya sendiri.

Saya berpendapat bahwa dua hal yang sedang dibicarakan, yaitu doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas) dan ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) tidak terlalu berhubungan dengan kehendak bebas. Tetapi Liauw menghubung-hubungkan seenaknya sendiri.


Calvinis percaya bahwa manusia yang belum menjadi Kristen tidak memiliki kebebasan untuk menolak anugerah Allah, dan sesudah menjadi Kristen, atau “diselamatkan” ia lebih tidak memiliki kehendak bebas lagi. Ia bagaikan boneka keramik yang jika pecah maka pemiliknyalah yang harus disalahkan. Sehingga keselamatan akhir dari seorang Calvinis sepenuhnya tergantung pada cengkeraman Allah atas dirinya. Kalau kelak ternyata ia gagal masuk Sorga, sepenuhnya bukanlah kesalahannya, melainkan kegagalan Allah. Sekali lagi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme adalah manusia tiadk memiliki kehendak bebas, tidak bisa berpikir, atau sekedar boneka.
Tanggapan Budi Asali:
Hmm, tempo hari anda tak mengakui kalau anda memfitnah. Alasan anda, yang anda berikan itu adalah konsekwensi dari ajaran Calvinisme. Tetapi di sini, secara explicit anda mengatakan ‘Calvinis percaya ....’. Anda memang pemfitnah, dan pendusta laginya, Liauw!
Tak ada Calvinist yang menyamakan orang dengan boneka! Semua Calvinist menentang bahwa manusia tak punya kebebasan sama sekali sehingga bisa disamakan dengan boneka / robot.

Juga penggunaan kata yang sangat diperkeras yaitu ‘cengkeraman’ memberi kesan bahwa orangnya mau lepas tetapi Tuhan mencengkeram sehingga tak bisa lepas, dan itu bertentangan dengan kemauan orang itu. Tetapi lagi-lagi Calvinisme tidak mengajar seperti itu. Orang percaya memang ada dalam tangan Tuhan dan tak ada yang bisa merebut orang kristen yang sejati dari tangan Tuhan (Yoh 10:27-29). Penggunaan kata-kata yang sekalipun mirip, tetapi berbeda, memberi kesan yang berbeda, dan menurut saya, itu lagi-lagi adalah memfitnah!

‘Tidak bisa berpikir’? Hehehe, Calvinisme (atau, lebih tepat ‘Budi Asali’) memang menganggap ada orang-orang Kristen (entah sejati atau tidak) yang tidak bisa berpikir, dan itu adalah orang-orang Arminian seperti anda, Liauw!

Sebaliknya Alkitab mengajarkan bahwa manusia setelah jatuh ke dalam dosa sama sekali tidak kehilangan kesadaran diri seperti manusia jatuh dari gedung lantai sepuluh yang pingsan total, melainkan dalam Kejadian 3:22, dikatakan menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat, bahkan ada pernyataan dari Allah sendiri bahwa manusia telah menjadi salah satu Allah.
Tanggapan Budi Asali:
Calvinisme juga tak pernah mengajar seperti itu, Liauw! Coba beri kutipan satu saja, siapa Calvinist yang mengajar bahwa manusia berdosa itu seperti orang pingsan total atau seperti orang yang jatuh dari gedung tingkat 10?

Hmmm, Kej 3:22?
Mari kita lihat bunyinya. Kej 3:22 - “Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.’”.

Ini text yang sukar, dan saya tak ingin memberikan exposisi dari ayat ini, tetapi yang saya ingin tekankan adalah anda secara sangat ceroboh dan bodoh membuang satu kata yang sangat penting yaitu kata ‘seperti’! Kata-kata andaada pernyataan dari Allah sendiri bahwa manusia telah menjadi salah satu Allah” merupakan kata-kata sesat, karena bahkan Allah sendiri tak bisa menjadikan yang ‘bukan Allah’ menjadi ‘Allah’!

Dan kejatuhan manusia ke dalam dosa, justru membuat manusia yang tadinya adalah gambar dan rupa Allah, sekarang menjadi gambar dan rupa Allah yang rusak!

Allah adalah pribadi yang tahu tentang yang baik dan yang jahat, namun Ia memiliki keseimbangan dan memiliki standar kebaikan serta memiliki kuasa untuk mengendalikan diriNya. Seluruh sifat Allah memiliki keseimbangan. Sebaliknya manusia menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat dengan tanpa memiliki keseimbangan, tanpa memiliki pengendalian diri, dan dirinya sendiri tidak bisa menjadi standar kebenaran, sehingga ketika ia menjadi allah bagi dirinya sendiri ia akan berakhir dalam kebinasaan oleh pengetahuannya tentang yang jahat. Inilah alasan Allah tidak mau manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Sama sekali bukan karena Allah egois melainkan Allah tahu jika manusia memiliki pengetahuan yang jahat dengan tanpa kemampuan pengendalian diri dan keseimbangan antara sifat kemanusiaannya, maka hasil akhirnya akan negatif.

Tanggapan Budi Asali:
Penafsiran dan kata-kata yang lucu, Liauw! Apa artinya kata-kata ‘ketika ia menjadi allah bagi dirinya sendiri’, dan dari bagian mana dari Kej 3:22 itu anda mendapatkan bagian itu?
Pohon pengetahuan itu dilarang makan bukan karena buah pohon itu sendiri bisa memberi akibat yang buruk bagi manusia. Akibat buruk itu muncul karena ada larangan Allah untuk memakannya, dan lalu dilanggarnya larangan Allah itu!

Namun Allah telah menciptakannya dengan kemampuan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, dan tentu kita lebih senang dengan keadaan kemanusiaan kita daripada diciptakan seperti robot sekalipun ada resiko. Karena memiliki kemampuan dan kebebasan memilih maka Hawa telah memilih untuk dirinya, demikian juga Adam.

Tanggapan Budi Asali:
Kalau Tuhan betul-betul memberi manusia kebebasan memilih, maka saya yakin semua orang akan memilih untuk tidak percaya kepada Kristus!
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.
Jadi, bukan ‘resiko’, Liauw, tetapi kepastian binasa!


Tetapi Adam dan Hawa akan kita jumpai di Sorga karena mereka percaya kepada janji Allah untuk mengutus Juruselamat. Buktinya ketika Hawa melahirkan Kain, ia menyangka telah melahirkan Sang Juruselamat.

Kej 4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki DENGAN PERTOLONGAN TUHAN.”

Kata “dengan pertolongan” yang saya sengaja cetak huruf besar tebal itu tidak ada dalam bahasa aslinya. Sesungguhnya …. Lebih tepat diterjemahkan “seorang laki-laki yang adalah YAHWEH.” Kata adalah direct object mark (tanda obyek langsung), seperti ‘saya makan pisang’ sebelum kata pisang harus ada kata ..(et). Jadi kelihatannya Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa sangat percaya janji Allah untuk mengirim Juruselamat, dan ia tahu bahwa Sang Juruselamat itu adalah Allah sendiri yang akan menjadi manusia, sehingga ketika ia melahirkan Kain, ia menyangka bahwa itu adalah Sang Juruselamat.
Tanggapan Budi Asali:
Terjemahan yang ‘lucu’ (baca ‘gila’), Liauw! Kata Ibrani ET diterjemahkan ‘adalah’???? bahasa Ibrani tak mempunyai kata ‘adalah’, Liauw! Jadi, berbeda dengan bahasa Inggris yang mengatakan ‘I am a man’ (= Aku adalah seorang manusia), maka dalam bahasa Ibrani dikatakan ‘ANI Ish’ (= aku manusia).
Jadi, kalau memang mau mengatakan ‘seorang laki-laki yang adalah Yahweh, maka kata ET itu tak akan ada di sana.

Saya berikan di sini beberapa terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris, Liauw:
KJV Genesis 4:1 And Adam knew Eve his wife; and she conceived, and bare Cain, and said, I have gotten a man from the LORD.
RSV Genesis 4:1 Now Adam knew Eve his wife, and she conceived and bore Cain, saying, "I have gotten a man with the help of the LORD."
NIV Genesis 4:1 Adam lay with his wife Eve, and she became pregnant and gave birth to Cain. She said, "With the help of the LORD I have brought forth a man."
NASB Genesis 4:1 Now the man had relations with his wife Eve, and she conceived and gave birth to Cain, and she said, "I have gotten a manchild with the help of the LORD."
ASV Genesis 4:1 And the man knew Eve his wife; and she conceived, and bare Cain, and said, I have gotten a man with the help of Jehovah.
NKJ Genesis 4:1 Now Adam knew Eve his wife, and she conceived and bore Cain, and said, "I have acquired a man from the LORD."

Mereka bodoh semua, ya, Liauw? Anda pinter sendirian?

Saya juga berikan tafsiran Adam Clarke yang adalah seorang Arminian: “[I have gotten a man from the Lord.] Cain, Qayin‎, signifies ‘acquisition’; hence, Eve says, ‎Qaaniytiy ‎’ ‘I have gotten or acquired a man,’ ‎°et ‎‎Yahweh‎, the Lord. It is extremely difficult to ascertain the sense in which Eve used these words, which have been as variously translated as understood. Most expositors think that Eve imagined Cain to be the promised seed that should bruise the head of the serpent. This exposition really seems too refined for that period. It is very likely that she meant no more than to acknowledge that it was through God’s peculiar blessing that she was enabled to conceive and bring forth a son, and that she had now a well-grounded hope that the race of man should be continued on the earth. Unless she had been under Divine inspiration she could not have called her son (even supposing him to be the promised seed) ‘Yahweh (Jehovah)’; and that she was not under such an influence her mistake sufficiently proves, for Cain, so far from being the Messiah, was of the wicked one, 1 John 3:12. We may therefore suppose that ‎°et ‎‎Yahweh‎, THE LORD, is an elliptical form of expression for ‎me°et ‎‎Yahweh‎, FROM THE LORD, or through the Divine blessing.

Keil & Delitzsch: At the birth of the first son Eve exclaimed with joy, ‘I have gotten (‎qnyty‎) a man with Jehovah;’ wherefore the child received the name Cain (‎qayin ‎from ‎quwn ‎= ‎qaanaah‎, ‎kta'sthai‎). So far as the grammar is concerned, the expression ‎°et-y­haaowh ‎might be rendered, as in apposition to ‎°iysh‎, "a man, the Lord" (Luther), but the sense would not allow it. For even if we could suppose the faith of Eve in the promised conqueror of the serpent to have been sufficiently alive for this, the promise of God had not given her the slightest reason to expect that the promised seed would be of divine nature, and might be Jehovah, so as to lead her to believe that she had given birth to Jehovah now. °eet ‎is a preposition in the sense of helpful association, as in Gen 21:20; 39:2,21, etc. That she sees in the birth of this son the commencement of the fulfilment of the promise, and thankfully acknowledges the divine help in this display of mercy, is evident from the name Jehovah, the God of salvation. The use of this name is significant. Although it cannot be supposed that Eve herself knew and uttered this name, since it was not till a later period that it was made known to man, and it really belongs to the Hebrew, which was not formed till after the division of tongues, yet it expresses the feeling of Eve on receiving this proof of the gracious help of God.

Calvin: I have gotten a man. The word which Moses uses signifies both to acquire and to possess; and it is of little consequence to the present context which of the two you adopt. It is more important to inquire why she says that she has received, hwhy ta (eth Yehovah.) Some expound it, ‘with the Lord;’ that is, ‘by the kindness, or by the favor, of the Lord;’ as if Eve would refer the accepted blessing of offspring to the Lord, as it is said in Psalm 127:3, ‘The fruit of the womb is the gift of the Lord.’ A second interpretation comes to the same point, ‘I have possessed a man from the Lord;’ and the version of Jerome is of equal force, ‘Through the Lord.’ These three readings, I say, tend to this point, that Eve gives thanks to God for having begun to raise up a posterity through her, though she was deserving of perpetual barrenness, as well as of utter destruction. Others, with greater subtlety, expound the words, ‘I have gotten the man of the Lord;’ as if Eve understood that she already possessed that conqueror of the serpent, who had been divinely promised to her. Hence they celebrate the faith of Eve, because she embraced, by faith, the promise concerning the bruising of the head of the devil through her seed; only they think that she was mistaken in the person or the individual, seeing that she would restrict to Cain what had been promised concerning Christ. To me, however, this seems to be the genuine sense, that while Eve congratulates herself on the birth of a son, she offers him to God, as the first-fruits of his race. Therefore, I think it ought to be translated, ‘I have obtained a man from the Lord’, which approaches more nearly the Hebrew phrase. Moreover, she calls a newborn infant a man, because she saw the human race renewed, which both she and her husband had ruined by their own fault (= ).

Dan seandainya terjemahan anda benar, lalu apa hubungannya ‘mengira anak yang ia lahirkan itu adalah Yahweh’, dengan ‘mengira bahwa anaknya itu adalah Juruselamat’? Apakah arti dari Yahweh adalah Juruselamat? Belajar dari mana, Liauw?

Allah tahu keadaan Adam dan Hawa bahkan semua manusia. Allah tahu bahwa mereka akan berbuat ini dan itu. Tetapi Allah tidak menetapkan mereka melakukan hal-hal yang jahat sebagaimana diyakini oleh para calvinis
. Para Calvinis selalu mengaitkan antara kemahatahuan Allah dengan predestinasi Allah, bahkan mereka berkata bahwa Allah tahu karena Allah menetapkan (mempredestinasikan). Ini kesimpulan bahwa Allah telah menetapkan seorang wanita diperkosa maka Allah tahu akan kejadian itu. Orang berdosa yang menentang Allah memperkosa perempuan berdosa yang juga menentang Allah adalah siklus perbuatan orang berdosa. Dan Allah telah memutuskan untuk mengadili manusia bukan hanya pada perbuatan mereka bahkan sampai kepada pikiran mereka.
Tanggapan Budi Asali:
Ini omongan apa toh, Liauw, kok ruwet banget? Nggak bisa buat tulisan yang ada arah yang jelas? Apa maksud kata-kata yang saya beri garis bawah tunggal itu? Dan kalimat terakhir yang saya beri garis bawah ganda, apa hubungannya dengan bagian yang sebelumnya?
Satu hal yang ingin saya tanggapi dari bagian ini adalah: bagian ini lagi-lagi menunjukkan kekurang-ajaran anda dalam menjelaskan ajaran Calvinisme, karena bagian tengahnya dipotong seenaknya, sehingga menjadikan ajaran Calvinisme seolah-olah sama sekali tidak punya logika. Yang anda potong adalah bagian dimana dari kemahatahuan Allah, Calvinisme menegaskan bahwa Allah menentukan segala sesuatu. Padahal ini bagian yang sangat penting, dan belum pernah anda jawab dimanapun (sekalipun anda ‘membual’ bahwa anda sudah menjawabnya).
Juga anda potong bagian yang menjelaskan mengapa Calvinisme mempercayai bahwa penentuan mendahului pengetahuan dari Allah.

Sekarang saya akan coba jelaskan dengan lengkap, supaya pembaca bisa bukan hanya melihat kekurang-ajaran anda, tetapi juga logika dari Calvinisme.

Kalau Allah maha tahu, maka Ia tahu apapun yang akan terjadi. Dan apa yang Ia tahu akan terjadi, pasti terjadi. Kalau ‘pasti terjadi’ berarti sudah ‘tertentu’, bukan? Kalau sedang ‘tertentu’ lalu bagaimana bisa ‘tertentu’? Pasti ada yang menentukan! Padahal ini membicarakan saat di minus tak terhingga, pada saat belum ada apapun dan siapapun, selain Allah. Lalu siapa yang menentukan? Tertentu dengan sendirinya? Mustahil! Jadi, pasti Allah yang menentukan (ini kesimpulan / jawaban dari Calvinisme).
Sekarang kalau anda tak setuju kesimpulan / jawaban Calvinisme itu, dan dari kata-kata anda di atas yang saya beri warna biru, jelas anda memang tak setuju, maka COBA BERIKAN JAWABAN ALTERNATIF!!!!!! Kalau tidak memberikan jawaban alternatif, jangan banyak mulut, dan JANGAN MEMBELOKKAN PEMBICARAAN!!!! JAWAB, BAGAIMANA PADA MINUS TAK TERHINGGA, SEBELUM ADA APAPUN ATAU SIAPAPUN, SEGALA SESUATU BISA SUDAH TERTENTU? SIAPA YANG MENENTUKAN?

Jadi, dari ‘kemahatahuan’ Allah kita sudah mendapatkan penentuan Allah. Sekarang dipersoalkan, mana yang ada lebih dulu: kemahatahuan Allah atau penentuan Allah? Kalau Allah tahu dulu, maka yang Dia ketahui sudah tertentu, lalu untuk apa ditentukan lagi? Disamping, kalau belum ditentukan, maka bisa terjadi A atau B atau C dan seterusnya. Dalam keadaan seperti ini, Allahpun tidak mungkin bisa tahu apa yang akan terjadi. Perhatikan kalimat di bawah ini, dan pikirkan masuk akal atau tidak.
Allah TAHU dengan PASTI hal-hal yang BELUM PASTI TERJADI ATAU TIDAK TERJADI.

Menurut saya, itu sama sekali tidak masuk akal.
Karena itu, kami Calvinist berpendapat bahwa Allah menentukan dulu, dan karena itu Ia tahu apa yang akan terjadi. Dengan kata lain, kemahatahuan Allah merupakan pengathuan Allah tentang penentuan / rencanaNya sendiri. Ini tidak berarti ada gap / celah waktu antara saat Allah menentukan dan Allah tahu.

Semua terjadi dalam minus tak terhingga, dan terjadi pada waktu yang betul-betul berimpit. Tak ada saat dimana Allah tak punya rencana. Dari waktu lampau yang terjauh, Ia sudah membuat rencana / penentuan, sehingga dari waktu lampau yang terjauh itu juga, Ia sudah mempunyai kemahatahuan.


Sesungguhnya tidak ada seorang Calvinis pun yang dapat memastikan dirinya akan masuk Sorga karena tidak ada seorang calvinis pun yang tahu pasti bahwa dirinya termasuk dalam orang-orang pilihan. Mereka hanya yakin begitu saja bahwa mereka adalah orang-orang pilihan
. Dengan kata lain jika orang-orang tidak akan percaya, itu adalah karena Allah tidak memberikan iman kepada mereka, karena mereka bukan orang-orang yang dipilih Allah. Dan dalam kenyataan jika mereka menemukan orang-orang yang tadinya beriman, terus kemudian tidak beriman lagi, biasanya mereka meyimpulkan bahwa orang tersebut dari awalnya memang tidak dikasih iman oleh Allah. Jadi, siapapun di kalangan calvinis, bahkan yang paling giat sekalipun kalau suatu hari dia mundur dari iman, mereka akan simpulkan bahwa memang dari sejak awal orang itu sebenarnya tidak diberi iman karena ia bukan orang pilihan.
Tanggapan Budi Asali:
Ini tolol, Liauw! Dan dari kata-kata ini, saya mencurigai anda Kristen atau tidak. Kelihatan secara implicit, tetapi sangat kuat, bahwa anda tidak yakin akan keselamatan anda. Dan karena itu anda INGIN Calvinist juga tidak yakin keselamatannya sama seperti anda!
Saya seorang Calvinist, mungkin termasuk salah satu yang paling keras dan agresif di seluruh Indonesia. Tetapi saya yakin akan masuk surga, tak peduli kapanpun saya mati. Dan saya yakin saya termasuk orang pilihan! Mengapa? Karena hanya orang-orang pilihan yang bisa beriman (Kis 13:48), dan saya beriman. Semua orang-orang yang sungguh-sungguh beriman adalah orang-orang pilihan Allah.
Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Rencana Allah tidak mungkin gagal, Liauw!
Ayub 42:2 - “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.
Kalau Ia memilih saya, maka Ia pasti akan memberikan iman kepada saya. Karena itu kalau saya bisa beriman, saya pasti adalah orang pilihan, Liauw!

Kata-kata anda Mereka hanya yakin begitu saja bahwa mereka adalah orang-orang pilihan’ adalah kata-kata kurang ajar yang memfitnah, karena menunjukkan bahwa Calvinist adalah orang yang percaya tanpa alasan! Kami yakin, Liauw, tetapi dengan alasan Alkitab yang kuat!

Dan saya tak yakin akan apapun, keculai didukung oleh Alkitab yang ditafsirkan secara benar. Karena itu, maka saya tak percaya sama sekali ajaran Arminian!

Anda, seperti orang-orang Arminian yang lain, bahkan Yakobus Arminius sendiri, atau mengajar tanpa ayat, atau mengajar dengan ayat yang ditafsirkan secara bodoh dan kacau balau, tanpa memperhatikan ayat-ayat lain dari Alkitab, yang ditabrak seenak perutnya oleh penafsiran itu!

Bagian akhir kata-kata anda di atas saya setuju. Itu memang ajaran Calvinisme, dan punya dasar Alkitab yang kuat, Liauw! Kalau ada orang murtad, dalam arti mula-mula ‘percaya’ lalu belakangan menjadi tidak percaya, maka kami menilai orang itu dari semula tidak percaya dengan sungguh-sungguh. Dasarnya?

1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Kalau ‘tetap dalam firman’ maka orang itu ‘benar-benar murid’. Bagaimana kalau ‘tidak tetap dalam firman’ atau ‘murtad’? Jelas, orang seperti itu bukan benar-benar murid!

Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.
Kata-kata ‘sehingga sekiranya mungkin’ jelas menunjukkan bahwa ‘orang-orang pilihan sesat’ itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin, Liauw!

1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.
Janji ini berlaku hanya untuk orang kristen yang sejati. Kalau ia bisa murtad, itu berarti pencobaan yang Allah ijinkan terlalu besar untuk dia, dan itu berarti Allah tidak menepati janjiNya!

Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
Lagi-lagi, ayat ini jelas berlaku hanya untuk orang kristen yang sejati. Kalau janji ini Tuhan tepati, dan saya yakin akan hal itu, lalu bagaimana mungkin ada apapun yang bisa terjadi, yang menyebabkan orang kristen yang sejati murtad, lalu masuk neraka? Kalau itu bisa terjadi, bukankah Allah membiarkan sesuatu yang merugikan terjadi pada anak-anakNya? Dari pada membiarkan hal itu terjadi, Allah dengan mudah bisa melakukan apa yang baik bagi anakNya itu dengan memanggilnya pulang sebelum ia murtad!
Coba jelaskan bagaimana ajaran Arminianisme yang mengatakan keselamatan bisa hilang, bisa harmonis dengan ayat ini, Liauw!

Yudas Iskariot boleh dikatakan murtad, Liauw! Anda percaya dia tadinya orang kristen yang sejati?


Karena iman itu adalah pemberian Allah maka adalah tanggung jawab Allah untuk memberikan iman yang kuat, dan kalau ternyata iman seseorang tidak kuat, tentu itu adalah karena Allah telah memberikan iman yang mutunya rendah. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika di gereja Reform atau Presbyterian ada anggota-anggota jemaat dengan kondisi keteguhan iman yang bervariasi, itu karena Allah memberikan jenis keteguhan iman yang bervariasi. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa Gembala Jemaat tidak perlu mengadakan berbagai usaha pemupukan iman karena menurut mereka iman seseorang sepenuhnya adalah tanggung jawab Allah. Karena Allah yang bertanggung jawab, maka mereka simpulkan bahwa iman seorang yang telah diplih Allah tidak mungkin bisa gagal, bahkan tidak mungkin bisa mundur, karena kalau mereka sampai mundur maka ia bukan orang pilihan, atau Allah gagal menjaga iman orang itu. Tentu mereka akan memilih yang pertama daripada menuduh Allah gagal.
Tanggapan Budi Asali:
Ini lagi-lagi fitnahan kurang ajar, tidak bermoral, dan brengsek, dari seorang pendeta dan doktor theologia! Calvinisme tidak pernah mengajar seperti itu!
Calvinisme mengajar: Iman memang pemberian Allah (Ef 2:8-9 Fil 1:29), tetapi untuk bisa beriman, seseorang tetap punya tanggung jawab untuk mendengar Injil, dan sebagainya. Demikian juga pertumbuhan jelas datang dari Allah. Tidak setuju? Bandingkan dengan ayat ini.
1Kor 3:5-9 - “(5) Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. (6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. (7) Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. (8) Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. (9) Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah”.
Tak diragukan bahwa di satu sisi Paulus percaya bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan, tetapi di lain sisi, seperti yang dipercayai oleh Calvinisme, manusia tidak dihapuskan tanggung jawabnya, baik hamba-hamba Tuhan dalam memberitakan Injil / mengajarkan Firman Tuhan, maupun jemaat dalam mendengar Injil / Firman Tuhan!

Ini ajaran Calvinisme yang sebenarnya, Liauw, bukan seperti yang anda fitnahkan!

Iman mundur mungkin bisa, Liauw. Setidaknya dari suidut pandang manusia. Yang tidak bisa adalah iman hilang!


Itu adalah jalan nalar Calvinisme, sekalipun kadang mereka menyangkalnya. Mereka membuat pernyataan, dan kemudian dari pernyataan mereka kita menarik kesimpulan yang logis, sehingga mereka terpojok, dan kemudian mereka menyangkal kesimpulan itu.

Tanggapan Budi Asali:
Omong kosong. Kalian menyimpulkan secara bodoh. Itu yang kami tentang!

Tetapi sesungguhnya apa kata Alkitab? Alkitab berkata bahwa iamn timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17). Bahkan sebelumnya, yaitu pada ayat 9 hingga 15, Paulus berargumentasi,

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Tanggapan Budi Asali:
Saya percaya sepenuhnya apa yang baru anda kutip dari Alkitab, karena itu memang merupakan Firman Tuhan. Tetapi Firman Tuhan harus ditafsirkan secara keseluruhan, Liauw! Hanya melihat satu bagian dan mengabaikan yang lain, sangat mungkin menimbulkan ajaran sesat. Sama seperti Saksi Yehuwa, yang jelas mengajar berdasarkan Alkitab, tetapi karena hanya main comot ayat, tanpa mempertimbangkan ayat-ayat lain yang berhubungan, lalu mempercayai dan mengajarkan ajaran yang sesat. Misalnya: mereka melihat Mat 24:36  Yoh 14:28 dan lalu menyimpulkan bahwa Yesus bukan Allah. Anda mau terima kesimpulan seperti itu, Liauw? Saya yakin tidak. Tetapi anda mengharuskan kami menerima kesimpulan anda, yang dibuat dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara dari sekte sesat itu!
Sekarang kembali pada ayat yang anda pakai. Bagaimana anda mengharmoniskan ayat-ayat itu dengan 1Kor 3:5-9 yang baru saya kutip di atas? Juga dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa iman adalah pemberian Allah seperti Ef 2:8-9 dan Fil 1:29?
Kalau saya, saya menafsirkan ayat yang anda pakai dengan mempertimbangkan ayat-ayat yang saya pakai, dan hasilnya adalah: ayat-ayat yang anda berikan menekankan tanggung jawab manusia, atau, dilihat dari sudut pandang manusia. Sedangkan ayat-ayat yang saya pakai, adalah ayat-ayat dari sudut pandang Allah. Memang saya berpendapat, kebodohan dari Arminianisme adalah, mereka tidak mempertimbangkan adanya dua sudut pandang seperti itu. Kalau memang dua sudut pandang seperti itu tidak ada, lalu bagaimana anda mengharmoniskan ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa ‘Allah tidak menyesal’?
Kata-kata ‘Allah menyesal’ muncul banyak kali dalam Kitab Suci (Kej 6:5-6  Kel 32:10-14  1Sam 15:11a,35b  Yes 38:1,5  Yer 18:8  Yunus 3:10  Amos 7:3,6). Tetapi 1Sam 15:29 dan Bil 23:19 dan banyak ayat-ayat lain lagi mengatakan bahwa Allah tidak mungkin menyesal. Juga Ayub 42:1-2  Maz 33:10-11  Yes 14:24,26-27  Yes 46:10-11  Yer 4:28 menunjukkan bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah / gagal, tetapi sebaliknya pasti terlaksana.
Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun.
Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: “Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?.
Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melak-sanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.
Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu.


Jelas sekali bahwa iman timbul dari mendengarkan pemberitaan Injil. Kalimat “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia” adalah sebuah statemen bahwa manusia tidak bisa percaya kepada sesuatu yang tidak pernah didengarnya.
Tanggapan Budi Asali:
Saya setuju, tetapi lagi-lagi ayat / ajaran ini harus dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:
Yoh 6:44,65 - “(44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. ... (65) Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.
Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
Jadi, kalau ditafsirkan dengan memperhatikan ayat-ayat ini maka kesimpulan akhir adalah sebagai berikut: memang tanpa seseorang mendengar injil, ia tidak mungkin bisa percaya. Tetapi kalaupun seseorang mendengar injil, ia tidak bisa percaya, bahkan tidak bisa mengerti, kecuali Allah menganugerahkan pengertian dan iman kepadanya! Lalu siapa yang dianugerahi iman dan siapa yang tidak? Itu tergantung predestinasi, Liauw! Baca Ef 1:4,5,11!


Kalau iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus, dan iman itu kemudian perlu dipelihara (II Tim 4:7), dan iman itu harus bertumbuh (Ef 4:11-15) maka valid sekali untuk menyimpulkan bahwa ada aspek tanggung jawab manusia untuk tetap beriman setelah yang bersangkutan diselamatkan. Orang yang telah diselamatkan harus bertekun di dalam iman (Kis 14:22, Kol 1:23, I Tim 2:15). Tidak dibenarkan bagi orang yang telah diselamatkan untuk melepas tanggung jawab tetap setia sampai mati (Why 2;10). Bahkan Ibr 3:14 mengatakan bahwa yang bersangkutan harus memegang teguh Injil.

Ibr
3:14 Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula
Tanggapan Budi Asali:
Anda menyatakan semua ini seakan-akan Calvinist tidak percaya semua ini? Calvinist percaya semua ini, Liauw! Kami percaya predestinasi, iman diberikan oleh Allah, iman bertumbuh karena pekerjaan Allah, iman dijaga oleh Allah sehingga tidak mungkin hilang, tetapi pada saat yang sama kami tidak pernah membuang tanggung jawab manusia!

Bagian yang awal, khususnya iman dijaga oleh Allah sehingga tidak mungkin hilang, memberikan damai dan ketenangan kepada orang-orang Calvinist, bukan memberikan sikap kurang ajar dengan lalu berdosa seenaknya, karena ada bagian akhirnya, yang saya cetak dengan huruf besar itu. Tanggung jawab tetap ada! Dan kami melakukan tanggung jawab itu, tetapi dengan hati yang tenang, tanpa takut-takut akan masuk neraka.
Berbeda dengan orang Arminian, yang menekankan tanggung jawab, tetapi karena tak punya jaminan, melakukannya dengan takut-takut akan masuk neraka. Kalau ada orang Arminian, yang mengatakan dia tidak takut masuk neraka, karena tak mungkin imannya hilang, maka ia sudah jadi Calvinist! Ini kesimpulan Calvinist, Liauw: orang Arminian tidak bisa punya damai, sebaliknya terus takut, karena selalu ada kemungkinan mereka murtad dan lalu terhilang dan masuk neraka selama-lamanya! Anda mau menyangkal kesimpulan logis yang saya buat, Liauw? Coba bantah, Liauw!

Apakah berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita bisa dikategorikan upaya manusia untuk keselamatannya? Tentu saja tidak! Karena yang dimaksudkan bukan kita memegang buku atau kitab Injil yang terbuat dari kertas. Maksud ‘berpegang’ itu tentu bukan dengan tangan, melainkan dengan hati dan pikiran yang arti keseluruhannya ialah tetap percaya. Hal yang hamper sama diungkapkan dalam I Kor 15:2,

Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu — kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya

Tanggapan Budi Asali:
Lagi-lagi penggunaan ayat yang tidak mempertimbangkan ayat-ayat lain. Coba bandingkan dengan ayat-ayat ini:
1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.
2Kor 1:21 - “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi”.
Memang kita harus berpegang teguh kepadaNya, tetapi kita tidak akan bisa, Liauw, kecuali Allah meneguhkan kita!
Yudas 24 - “Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya”.
Yoh 10:27-29 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.

Bagus bahwa anda tidak percaya kalau keselamatan itu karena perbuatan baik. Tetapi ajaran Arminianisme, yang mempercayai keselamatan bisa hilang, harus dijaga supaya tidak hilang, kesimpulan logisnya menjadi ajaran keselamatan karena iman + perbuatan baik! Anda membantah kesimpulan logis ini, Liauw?

Nasehat ini jelas kepada orang yang telah diselamatkan, bahwa mereka sekalipun telah diselamatkan mereka perlu berpegang teguh pada Injil. Sekali lagi bukan memegang dengan jasmani melainkan tidak berubah keyakinan. Bahkan ada kalangan Baptis yang one-point Calvinist salah mengerti sehingga mereka menuduh pihak yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai menekankan keselamatan oleh usaha manusia. Tetap pada keyakinan semula itu bukan usaha, melainkan sikap. Namun toh apapun juga, itulah yang diperintahkan firman Tuhan.
Tanggapan Budi Asali:
Mau tidak mau, kesimpulan logisnya menjadi ajaran keselamatan karena iman + perbuatan baik, dan ini ajaran sesat.
Ilustrasi: Ada dua orang yang sudah percaya, dan yang satu terus menjaga imannya sehingga dia selamat, sedangkan yang kedua hidup ceroboh, sehingga ia terhilang dan binasa. Sekarang pertanyaannya, apa sebabnya yang pertama selamat dan yang kedua binasa? Tidak mungkin iman, karena kedua-duanya tadinya beriman, bukan? (ini iman menurut Arminianisme). Lalu kalau bukan iman, apa? Pasti perbuatan baik bukan? Apakah itu disebut ketekunan, sikap berjaga-jaga, atau disebut dengan nama papaun, itu tetap adalah perbuatan baik! Jadi, kesimpulan logis: Arminianisme adalah ajaran yang didasarkan pada iman + perbuatan baik! Ini memang dibantah oleh semua orang Arminian, tetapi kalau membantah, mereka jadi tidak konsisten!
Selama ini anda selalu ‘menghakimi’ Calvinisme dengan logika. Sekarang, bagaimana kalau cara itu aya pakai untuk menghakimi Arminianisme? Senajata makan tuan, Liauw?


Benarlah perkataan ini: “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya. (II Tim 2:11-13)

Perhatikan bunyi ayat terkutip di atas, “jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita.”
Bisakah orang yang telah diselamatkan menyangkal Tuhan? Apakah orang yang telah diselamatkan kehilangan kesadaran diri dan kebebasan untuk memilih? Apakah orang yang telah diselamatkan berubah menjadi robot?

Tanggapan Budi Asali:
Anda tidak memberikan jawaban explicit. Jadi, bisa menyangkal atau tidak? Kelihatannya anda menjawab ‘bisa’. Mungkin anda menggunakan penyangkalan Petrus sebagai dasar. Tetapi jangan lupa memperhatikan tenses-nya, Doktor Liauw! Kata ‘menyangkal’ yang dilakukan ‘orang percaya’ itu ada dalam bentuk present tense! Itu berarti penyangkalan yang terus menerus! Penyangkalan seperti itulah yang sedang dibicarakan di sini!
Itu sebabnya Lenski mengatakan bahwa kata-kata ‘menyangkal Dia’ menunjuk pada penyangkalan yang bersifat permanen, bukan penyangkalan sementara, terhadap mana orangnya lalu bertobat, seperti dalam kasus penyangkalan Petrus.
Lenski: “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial” (= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya) - hal 795.
Catatan: Lenski adalah seorang Lutheran, dan artinya ia juga seorang Arminian!

Penyangkalan yang terus menerus seperti ini yang tidak mungkin dilakukan oleh orang kristen yang sejati! Adanya Rk membuat dia pasti akan bertobat dari penyangkalnnya (seperti Petrus).

Wah, lagi-lagi robotnya muncul! Kalau Tuhan menolong seseorang, sehingga ia dikuatkan dan tidak menyangkal, apakah hal itu mengubahnya menjadi robot? Pakai logikamu, Liauw!


Lalu ada yang menjawab, bukankah “jika kita tidak setia, Dia tetap setia?” Betul sekali! Tetapi tidak dikatakan bahwa ia setia kepada orang yang tidak setia, melainkan Ia tetap Allah yang setia. Sekalipun Lucifer tidak setia, Ia tetap Allah yang setia. Mengapa? Karena Ia tidak dapat menyangkal dirinya. Menyangkal adalah sikap, sedangkan setia adalah sifat. Sifat Allah tidak pernah berubah sekalipun langit dan bumi berubah. Ia adalah Allah yang setia. Ia setia kepada firmanNya, setia kepada janjiNya. Ia tidak pernah berjanji untuk tetap menyelamatkan orang yang menyangkaliNya. Ia hanya berjanji akan menyelamatkan orang yang setia kepadaNya. Untuk itu saya aman jika saya memegang teguh janjiNya. Saya memegang teguh InjilNya. Saya pasti masuk Sorga, bukan karena keyakinan yang belum pasti bahwa saya dipilih melainkan karena saya memegang teguh InjilNya, dan janji setiaNya.

Tanggapan Budi Asali:
Jangan main hyperbole, Liauw! Juga jangan tafsir out of context! Kontext menunjukkan bahwa yang dibiacarakan adalah orang-orang percaya, bukan Setan! By the way, dari mana anda dapatkan nama setan adalah Lucifer, hai doktor?
Omong kosong tolol lagi. Menyangkal adalah sikap / tindakan. Ok. Tetapi ‘menyangkal’ berbeda dengan ‘tidak dapat menyangkal diri’. ‘Tidak dapat menyangkal diri’ adalah suatu sifat dasar dari Allah!

Kalau kita tidak setia, Dia tetap setia.

Dalam penafsiran ayat ini saya akan mengutip dari salah satu khotbah saya sendiri yang membahas 2Tim 2:11-13 itu (kutipan saya beri warna ungu).

‘Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya’ (ay 13).
KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful: he cannot deny himself’ (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri).
RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful - for he cannot deny himself’ (= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia - karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri). NIV/NASB ≈ RSV.
Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).

Problem dari ayat ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:

a) Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.
Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji).
2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.
Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.
Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.

Adam Clarke: “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself” (= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri).

Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rencangan yang ada dalam pandangannya].

Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’ (= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.).

IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3)” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3)].
2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya.
Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.
Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.

IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia].

William Hendriksen: “faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)” [= kesetiaan pada pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)] - hal 260.
Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

b) Ia tetap setia kepada kita.

Bible Knowledge Commentary: “‎If we are faithless, He will remain faithful speaks not of the apostate, but of a true child of God who nevertheless proves unfaithful (cf. 2 Tim 1:15). Christ cannot disown Himself; therefore He will not deny even unprofitable members of His own body. True children of God cannot become something other than children, even when disobedient and weak. Christ’s faithfulness to Christians is not contingent on their faithfulness to Him” [= Kata-kata ‘Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia akan tetap setia’, tidak berbicara tentang seorang yang murtad, tetapi tentang seorang anak Allah yang sejati, yang bagaimanapun terbukti tidak setia (bdk. 2Tim 1:15). Kristus tidak bisa tidak mengakui diriNya sendiri; karena itu Ia tidak akan menyangkal bahkan anggota-anggota tubuhNya sendiri yang tidak menguntungkan. Anak-anak Allah yang sejati tidak bisa menjadi sesuatu yang lain dari anak-anak, bahkan pada saat tidak taat dan lemah. Kesetiaan Kristus kepada orang-orang Kristen tidaklah tergantung pada kesetiaan mereka kepada Dia].
2Tim 1:15 - “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku; termasuk Figelus dan Hermogenes”.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “But Paul makes it clear (2 Tim 2:13) that even our own doubt and unbelief cannot change Him: ‘He abideth faithful; He cannot deny Himself.’ We do not put faith in our faith or in our feelings because they will change and fail. We put our faith in Christ. The great missionary, J. Hudson Taylor, often said, ‘It is not by trying to be faithful, but in looking to the Faithful One, that we win the victory.’” [= Tetapi Paulus membuat jelas (2Tim 2:13) bahwa bahkan keraguan dan ketidak-percayaan kita sendiri tidak bisa mengubahNya: ‘Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Kita tidak beriman pada iman kita atau pada perasaan kita karena hal-hal itu akan berubah dan gagal. Kita beriman kepada Kristus. Misionaris yang besar / agung, J. Hudson Taylor, sering berkata, ‘Bukan dengan berusaha menjadi setia, tetapi dengan memandang kepada Yang Setia, maka kita memenangkan kemenangan’.].

Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “2:12-13 can seem contradictory; this is one possible interpretation: (1) If we ‘deny’ Christ, that is, if we deny him first place in our lives, he will also ‘deny’ us, that is, we will suffer the loss of our rewards at his judgment seat (see exposition on 1 Cor 3:10-17). (2) But no matter how ‘unfaithful’ we are, that is, no matter how much we fail him, he will remain ‘faithful’ and will never ‘deny himself,’ that is, he will never go back on his promise to save us (see 2:19; 2 Cor 1:19-22; Eph 1:13-14; 1 Peter 1:3-5)” [= 2:12-13 bisa kelihatan bertentangan; ini merupakan salah satu penafsiran yang memungkinkan: (1) Jika kita ‘menyangkal’ Kristus, artinya, jika kita menyangkal / menolak untuk memberikan Dia tempat pertama dalam hidup kita, Ia juga akan ‘menyangkal’ kita, artinya, kita akan mengalami kehilangan pahala kita pada kursi penghakimanNya (lihat exposisi tentang 1Kor 3:10-17). (2) Tetapi tak peduli bagaimana ‘tidak setianya’ kita, artinya, tak peduli bagaimana banyaknya kita melupakan / melalaikan Dia, Ia akan tetap ‘setia’ dan tidak akan pernah ‘menyangkal diriNya sendiri’, artinya, Ia tidak akan pernah mundur dari janjiNya untuk menyelamatkan kita (lihat 2:19; 2Kor 1:19-22; Ef 1:13-14; 1Pet 1:3-5].
2Tim 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
2Kor 1:19-22 - “(19) Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ‘ya’. (20) Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
1Pet 1:3-5 - “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.

UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’ The second part of this verse is not what we expect it to be, considering the previous verse. So here we would have expected ‘he will also be unfaithful.’ In fact some scholars have suggested that the meaning of ‘he remains faithful’ is that Christ remains faithful to his sense of justice and will therefore pronounce judgment on those who are unfaithful to him. ... Attractive as this explanation may be, it is more likely that the object of faithfulness here is not Christ but the believers, that is, ‘he remains faithful to us.’ ‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’. Bagian kedua dari ayat ini tidaklah seperti yang kita harapkan, kalau kita mempertimbangkan ayat sebelumnya. Jadi, di sini kita akan mengharapkan ‘Ia juga akan tidak setia’. Dalam faktanya beberapa sarjana telah mengusulkan bahwa arti dari ‘Ia tetap setia’ adalah bahwa Kristus tetap setia pada perasaan / pendirian tentang keadilan dan karena itu Ia akan mengumumkan penghakiman kepada mereka yang tidak setia kepadaNya. ... Sekalipun penjelasan ini menarik, adalah lebih memungkinkan bahwa obyek dari kesetiaan di sini bukanlah Kristus tetapi orang-orang percaya, yaitu, ‘Ia tetap setia kepada kita’. Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya].

Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “‎‎The words, ‘believe not,’ are ‎apisteuo‎, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful” (= Kata-kata ‘tidak percaya’ adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia).
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi pasti ada kekurangannya. Maksudnya pasti adalah ‘bukan pada tindakan tidak percaya’.

Yang mana arti yang benar, tergantung dari apa arti dari kata-kata ‘Jika kita tidak setia’. Pada waktu saya melihat dalam konkordansi, maka kata-kata ‘tidak setia’ pada waktu ditujukan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah, pada umumnya / hampir semua menunjukkan ketidak-percayaan. Jadi, biasanya kata-kata ini ditujukan kepada orang yang tidak percaya / orang kristen KTP.
Misalnya:
·        1Taw 10:13 - “Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah”.
·        Maz 78:8 - “dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah”.
Dalam kasus dimana yang ‘tidak setia’ adalah orang yang tidak percaya / orang kristen KTP, maka jelas tidak mungkin kita menafsirkan bahwa dalam keadaan seperti ini Yesus akan tetap setia kepada mereka. Maka kita harus mengambil penafsiran pertama, yaitu bahwa Ia tetap setia pada ancaman-ancaman dan janji-janjiNya.

Tetapi kadang-kadang kata-kata ‘tidak setia’ ditujukan kepada orang percaya / orang kristen yang sejati, yang sekalipun berusaha untuk taat / menyenangkan Tuhan, tetap mengalami saat-saat dimana ia tidak / kurang setia, sehingga tidak mentaati Tuhan.
Misalnya:
Ezr 9:2 - “Karena mereka telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu.’”.
Ezr 9:4 - “Lalu berkumpullah kepadaku semua orang yang gemetar karena firman Allah Israel, oleh sebab perbuatan tidak setia orang-orang buangan itu, tetapi aku tetap duduk tertegun sampai korban petang”.
Ezr 10:2 - “Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: ‘Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel”.
Ezr 10:6 - “Sesudah itu Ezra pergi dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia.
Ezr 10:10 - “Maka bangkitlah imam Ezra, lalu berkata kepada mereka: ‘Kamu telah melakukan perbuatan tidak setia, karena kamu memperisteri perempuan asing dan dengan demikian menambah kesalahan orang Israel”.
Sederetan ayat dalam kitab Ezra ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel itu tidak setia dalam arti mereka jatuh ke dalam dosa (mengambil istri asing), tetapi kelihatannya mereka adalah orang-orang percaya karena akhirnya mereka bertobat dari dosa itu.

Tetapi ayat yang paling jelas adalah ayat di bawah ini, karena ayat ini berbicara tentang Musa dan Harun, yang pasti adalah orang percaya.
Ul 32:51 - “oleh sebab kamu telah berubah setia terhadap Aku di tengah-tengah orang Israel, dekat mata air Meriba di Kadesh di padang gurun Zin, dan oleh sebab kamu tidak menghormati kekudusanKu di tengah-tengah orang Israel”.
Catatan: Kata ‘kamu’ yang saya beri garis bawah ganda ada dalam bentuk jamak, dan karena itu menunjuk bukan kepada Musa saja, tetapi kepada Musa dan Harun.
Dalam kasus seperti ini rasanya jauh lebih memungkinkan kalau kata-kata ‘Dia tetap setia’ diberi obyek ‘orang percaya / orang Kristen’ (penafsiran kedua). Jadi seluruh kalimat artinya menjadi, ‘Jika kita (orang Kristen) tidak setia, Dia akan tetap setia (kepada kita)’. Ia tidak akan membuang kita / memasukkan kita ke dalam neraka.

William Barclay kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas.

Barclay: “Jesus Christ cannot vouch in eternity for a man who has refused to have anything to do with him in time; but he is for ever true to the man who, however much he has failed, has tried to be true to him” (= Yesus Kristus tidak bisa menjamin dalam kekekalan bagi seseorang yang telah menolak untuk mempunyai urusan apapun dengan Dia dalam waktu; tetapi Ia selama-lamanya setia kepada orang yang bagaimanapun hebatnya ia telah gagal, telah berusaha untuk setia kepada Dia) - hal 170.

Sekarang saya akan membahas kata-kata terakhir anda. Untuk jelasnya saya kutip ulang di sini. Anda mengatakanIa tidak pernah berjanji untuk tetap menyelamatkan orang yang menyangkaliNya. Ia hanya berjanji akan menyelamatkan orang yang setia kepadaNya. Untuk itu saya aman jika saya memegang teguh janjiNya. Saya memegang teguh InjilNya. Saya pasti masuk Sorga, bukan karena keyakinan yang belum pasti bahwa saya dipilih melainkan karena saya memegang teguh InjilNya, dan janji setiaNya.”.

Saya ingin menanggapi dengan pertanyaan ini: dari mana anda bisa tahu / yakin kalau akan setia terus sampai mati? Musa saja bisa dikatakan ‘telah berubah setia’ dalam Ul 32:51, apalagi anda. Dan kalau bisa tidak setia satu kali, apa yang menjamin bahwa hal itu tidak terulang lagi?

Pertanyaan lain: anda boleh yakin keselamatan anda tak bisa hilang, karena anda pasti setia. Orang Kristen yang lain juga boleh punya pandangan itu kan, Liauw? Masakan hanya anda sendiri yang boleh? Kalau begitu anda yang terbaik dari antara semua orang Kristen yang ada. Apakah anda memang menganggap diri lebih baik dari orang Kristen yang lain? Dan kalau semua orang Kristen lain juga boleh, bukankah itu menjadi sesuatu yang umum / universal? Jadi, semua orang Kristen tidak bisa kehilangan keselamatannya. Dan ini menjadi ajaran Calvinisme, Liauw!

Pertanyaan lain lagi: dari mana anda tahu anda tidak akan menyangkalNya? Petrus saja bisa menyangkalNya, padahal ia tadinya yakin tak akan menyangkal Yesus! Keyakinan anda bahwa anda tak akan menyangkalNya, sama dengan keyakinan Petrus bahwa ia tidak akan menyangkal Yesus, Liauw!
Mat 26:33-35 - “(33) Petrus menjawabNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ (34) Yesus berkata kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ (35) Kata Petrus kepadaNya: ‘Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’ Semua murid yang lainpun berkata demikian juga”.
Tetapi bagaimana kenyataannya? Petrus menyangkal 3 x sambil mengutuk dan bersumpah!

Anda kira anda siapa, Liauw? Saya percaya pertanyaan ini harus dipertanyakan oleh setiap orang, termasuk oleh saya. Dan menurut Alkitab, jawabannya adalah ‘cacing / ulat’ (Yes 41:14), atau ‘debu’ (Maz 103:14). Dan kita percaya kepada diri kita sendiri? Lucu, dan tolol, Liauw!

Loraine Boettner mengutip kata-kata Luther: “we ourselves are so feeble, that if the matter were left in our hands, very few, or rather none, would be saved; but Satan would overcome us all” (= kita sendiri adalah begitu lemah, sehingga seandainya persoalannya diletakkan dalam tangan kita, sangat sedikit, atau sama sekali tidak ada, yang akan diselamatkan; tetapi Setan akan mengalahkan kita semua) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 187.
Bdk. Yes 1:9 - “Seandainya TUHAN semesta alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi seperti Sodom, dan sama seperti Gomora”.
Mat 24:22 - “Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat”.

Loraine Boettner: “If Arminianism were true, Christians would still be in very dangerous positions, with their eternal destiny suspended upon the probability that their weak, creaturely wills would continue to choose right. ... His assurance is based largely on self-confidence. Others have failed, but he is confident that he will not fail. But what a delusion is this when apllied to the spiritual realm! What a pity that any one who is at all acquainted with his own tendency to sin should base his assurance of salvation upon such grounds! His system places the cause of his perseverance, not in the hands of an all-powerful, never-changing God, but in the hands of weak sinful man” (= Seandainya Arminianisme benar, orang-orang Kristen tetap ada dalam posisi yang sangat berbahaya, dengan nasib / tujuan kekal digantungkan pada kemungkinan dimana kehendak mereka yang lemah dan bersifat makhluk ciptaan, akan terus memilih yang benar. ... Keyakinanannya secara umum didasarkan pada keyakinan terhadap diri sendiri. Orang-orang lain telah gagal, tetapi ia yakin bahwa ia tidak akan gagal. Tetapi kalau ini diterapkan terhadap dunia rohani, itu betul-betul merupakan khayalan / tipuan. Betul-betul menyedihkan bahwa ada orang yang mengenal kecenderungannya sendiri ke dalam dosa, mendasarkan keyakinan keselamatannya pada dasar seperti itu! Sistimnya meletakkan  persoalan ketekunannya, bukan dalam tangan Allah yang maha kuasa dan tak pernah berubah, tetapi dalam tangan orang berdosa yang lemah) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 193-194.

Coba lihat ayat-ayat di bawah ini, Liauw! Dan lihat bagaimana pandangan Alkitab tentang orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri!

Maz 49:14-15 - “(14) Inilah jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri, ajal orang-orang yang gemar akan perkataannya sendiri. Sela (15) Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati, digembalakan oleh maut; mereka turun langsung ke kubur, perawakan mereka hancur, dunia orang mati menjadi tempat kediaman mereka”.

Yer 17:5-8 - “(5) Beginilah firman TUHAN: ‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! (6) Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. (7) Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! (8) Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”.

Orang Arminian / anda percaya keselamatan tak bisa hilang karena yakin diri sendiri akan setia kepada Tuhan. Ini percaya diri sendiri, dan dalam text di atas disebut ‘terkutuk’!

Orang yang Calvinist / saya percaya keselamatan tak bisa hilang karena Allah setia dan selalu memegang kami / saya. Ini percaya kepada Allah, dan dalam text di atas disebut ‘diberkati’!

Pembaca, mau memilih yang mana?

====
Sumber : Budi Asali,M.Div







No comments:

Post a Comment