Pages

12 January 2020

Kristus dan Kerajaan Allah (C)


Segala Otoritas Di Tangan-Ku
Oleh: Blogger Martin Simamora


A.Kerajaan & Kuasa Pemerintahan Kristus Di Dunia Hidup dan Di Dunia Mati
Sang Kristus di dunia hidup senantiasa menunjukan bahwa Ia adalah Tuhan atas dunia orang hidup dan dunia orang mati sebagai Raja yang berkuasa untuk menarik manusia yang dikehendaki-Nya untuk menerima hidup yang menaklukan kuasa pemerintahan maut. Bagaimana ia menunjukannya membuat siapapun akan sukar untuk mendekatinya dalam realm pikir manusia paling jernih sekalipun, tak terkecuali orang-orang yang bukan saja murid tetapi yang begitu dikasihinya kala ia ada di bumi ini. Perhatikan  bagaimana Sang Kristus menunjukannya:
           
Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" (Yohanes 11:25-26)

Percayakah engkau akan hal ini? Pertanyaan ini sungguh-sungguh menunjukan bahwa ada satu celah pemisah yang besar antara manusia dan manusia-antara manusia dan Sang Anak manusia. Sementara manusia memahami mati adalah mati serta sebuah realitas kesudahan yang memperbudak manusia, pada Anak Manusia kematian adalah kuasa yang bukan hanya tunduk kepadanya tetapi ia memerintah sebagai yang berdaulat atas pemerintahan maut itu sendiri. Perhatikan bagaimana ia berkata dengan sebuah permulaan yang mempertemukan kematian  dengan dirinya sendiri sebagai yang tak mungkin takluk pada kematian itu dan justru dalam kematian itulah ia menegakan pemerintahannya pada peristiwa: “Akulah kebangkitan.” Pasangan bagi “kebangkitan” adalah “hidup” sementara “kebangkitan” adalah kuasa pemerintahan yang bekerja menaklukan kematian…bekerja secara total pada dirinya.

Tetapi apakah itu sebuah konsepsi belaka atau doktrinal pemuliaan tubuh Kristus yang melampaui kodratinya? Inilah persoalan yang secara jitu disingkapkan Kristus dengan sebuah pertanyaan: percayakan engkau akan hal ini? Kristus jika Ia adalah Raja maka ia sedang masuk pada sebuah dunia yang tak satupun raja dan kuasa pemerintahannya sanggup untuk memasukinya bahkan dengan pasukan terbesar dan terkuatnya. Kristus bahkan masuk pada dimensi bukan sekedar membangkitkan tetapi menaklukan kematian itu sehingga pada saat-Nya tidak akan sama sekali mampu bekerja untuk mendatangkan kematian. Itu sebabnya Kristus berkata: dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.



Celah pemisahnya menjadi semakin tak terkirakan jika demikian. Kalau manusia secara natur pasti mati dan benar-benar berhenti dalam dunia hidup, Anak Manusia sedang membicarakan satu hal yang mengelakan dirinya dari realitas ini, kala berkata: setiap orang yang hidup dan yang percata kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.

Bahkan kemudian, tidak mungkin lagi untuk dikatakan sebagai sebuah celah pemisah yang semakin tak terkirakan jarak, lebih tepat menunjukan sementara Kristus dalam sebuah rejim kerajaan yang mana kuasa maut tak dapat menjamah dan memiliki sedikitpun ruang untuk bekerja, semua manusia berada dalam sebuah rejim kerajaan dimana kuasa maut benar-benar berkuasa untuk menjamah dan memiliki totalitas untuk menyandera jiwa-jiwa sebagai konsumsi utama kuasa maut tersebut. Ini nyata terlihat ketika Kristus berkata: ia akan hidup walaupun ia sudah mati (Yohanes 11:25).

Dunia orang mati yang mati dalam Kristus, ia hidup walau mati! Ini menunjukan pada kerajaan siapakah seorang tersebut kala hidup, akan menentukan secara definitif di kerajaan manakah ia berada dalam ia masuk kedalam kematian. Sebagaimana Kristus berkata: dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya (Yohanes 11:26).

Tidakkah ini “non sense”? Atau tidakkah ini sebuah keblingeran sampai-sampai ada pendeta yang mengayunkan sabda Kristus dalam konsepsi corpus delicti yang secara substansial dan fundamental mendorong Kristus sebagai tak mungkin benar  ia adalah sebagaimana ia katakan, apalagi begitu berani berkata bahwa pada diri dan tubuhnya ada kebangkitan dan hidup-tak hanya baginya tetapi bagi manusia-manusia lain asalkan percaya kepadaku.


B. Percayakah Engkau Akan Hal Ini? (Yohanes 11:26)
Jadi problemnya adalah: percayakah engkau akan hal ini. Sekarang ini  sedang terjadi sebuah “battle” atau “pertempuran” yang teramat strategis yang bersentral pada “percayakah engkau akan hal ini?” Atas nama corpus delicti begitu banyak sudah manusia-manusia yang sedang merajut kasih dan persekutuannya dengan Kristus..belakangan harus menghempaskan persekutuan itu, sebab ternyata Kristus hanyalah seorang teladan corpus delicti. Jadi adalah non sense perkataan Kristus ini: dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.

Ada yang bisa keluar dari jebakan satanic berbasis konsepsi bahwa Kristus hanya belaka teladan menjadi manusia yang taat untuk menaklukan kedagingan dan dosa agar bisa memenuhi kehendak Bapa dan apa sebetulnya diinginkan Bapa bagi Kristus, yang ditunjukannya dalam ketaatan yang tak main-main, sampai mati-mati di kayu salib. Kristus hanya dipanggungkan sebagai teladan agar manusia-manusia Kristen meneladani Kristus semacam ini sehingga mampu mencapai sebuah level yang men-sahkan dirinya menjadi anak-anak Allah…sebab demikian juga Kristus adanya!

Sebetulnya para pendeta yang mempercayai ini, sudah tak pantas memegang Alkitab. Pertama-tama, karena Kitab Suci tak ajarkan demikian. Sehingga jika diajarkan melawan apa yang dikemukakan Kitab Suci, lantas dari buku apakah? Kedua, para pendeta ini, sudah tak pantas dan terkutuk jika berdoa mendasarkan pada Yesus? Bukankah mengacu pada corpus delicti maka sabda ini:
           
Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku.- Yohanes 16:24

Adalah sebuah kontradiksi yang begitu tajam, sebab Kristus adalah Sumber jawaban dan tempat tujuan doa! Dan inilah relasi yang sedang terjadi antara Kristus dan semua domba gembalaan-Nya di dunia ini. Tidakkah ini begitu berbeda dengan konsepsi corpus delicti yang menentang relasi antara manusia Kristen dan Kristus sebagai relasi bukan sama sekali corpus delicti. Bukan karena tak ada problem Iblis tak dapat dibuktikan kesalahannya oleh Allah hingga kini dan tak ada relasi bahwa Kristus adalah teladan bagi manusia Kristen untuk menjadi corpus delicti hingga mati kelak. Konsepsi corpus delicti, karena itu, akan menganggap sabda Kristus ini adalah sebuah non sense lainnya:
Semuanya ini Kukatakan kepadamu dengan kiasan. Akan tiba saatnya Aku tidak lagi berkata-kata kepadamu dengan kiasan, tetapi terus terang memberitakan Bapa kepadamu. Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku. Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa, sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah. Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa." Kata murid-murid-Nya: "Lihat, sekarang Engkau terus terang berkata-kata dan Engkau tidak memakai kiasan. (Yohanes 16:25-29)


C.Segala Otoritas Di Tanganku: Bukan Kiasan
Otoritas Kristus hanya mungkin terlihat pada saat otoritas tersebut menemukan kanal “power play”-Nya secara tepat dan dalam sebuah desain yang akan menunjukan bahwa memang betul bahwa Kristus tidak sedang berkata-kata dalam kiasan.

Percayakah engkau akan hal ini merupakan sebuah pertanyaan yang sedang menarik manusia keluar dari pemerintahan maut untuk masuk pada bibir gerbang pemerintahan Allah untuk menerima kuasa masuk kedalamnya. Ini akan menjadi sebuah pengalaman yang sangat janggal dan tak terlintaskan oleh manusia berdosa dan dalam pelukan maut. Betulkan segala otoritas di tangan Kristus adalah otentik atau belaka potensi belaka sebab ia belum sah sebagai Anak Allah..atau lebih tepatnya pendeta-pendeta berbasis corpus delicti berpandangan bahkan Kristus saat ini belumlah dilantik menjadi Kristus.  Inilah yang diperlihatkan oleh Kristus agar nyata bukanlah kiasan:

Yohanes 11:7 Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.

Yohanes 11:31-32 Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ. Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."

Yohanes 11:39 Kata Yesus: "Angkat batu itu!" Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."

Akankah hal besar terjadi sehingga kiasan menjadi sebuah keterusterangan dan bukan sebuah harapan palsu dan sia-sia? Massa menantikannya, orang-orang Yahudi mengamatinya secara tajam penuh selidik dalam ketakpahaman mereka. Sehingga situasinya menjadi tak sederhana, dan Sang Kristus secara cermat mengarahkan kerja kuasa Kerajaan-Nya terhadap dunia orang hidup namun tak percaya kepadanya dan terhadap dunia orang mati yang tubuhnya telah mengalami deformasi yang begitu busuk dalam pelukan maut. Perhatikan bagaimana “power play” berlangsung dihadapan dan didalam kerajaan maut, juga dihadapan dunia orang hidup dimana maut pun menyandera jiwa-jiwa mereka:

Yohanes 11:41-44 Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!"             Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."

Ini adalah power play Kristus dan Kerajaan-Nya yang begitu tajam dan berlangsung di jantung alam maut! Kristus terlampau tajam mendatangkan eksistensi kuasa diri dan kerajaan-Nya sehingga menimbulkan oposisi  terhadapnya dan perpecahan/perpisahan antara dirinya dan  para pemimpin agama tanpa ada satu kemungkinan agar perpecahan dalam bangsa Yahudi tak melebar. Perhatikan bagaimana power play yang dilakukan Kristus melahirkan oposan dan perpecahan yang begitu fatal:

Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. Tetapi ada yang pergi kepada orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata: "Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita." Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa." Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia. (Yohanes 11:45-53)

Kristus dan kerajaan-Nya datang dalam kuasa yang menggoncangkan dunia dan stabilitas politik (dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita) serta perdamaian atau ketentraman (Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.).

Kerajaan maut segera mengeluarkan reaksi terkeras berupa: Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia. Kristus dan kuasa pemerintahan kerajaannya secara nyata bukan kiasan dan apalagi fantasi yang melahirkan peninggian Kristus. Dalam hal ini, kita harus mengerti kalau kerajaan maut pun mengupayakan sebuah pembunuhan yang disangkanya akan melahirkan kemenangan di medang pertempuran. Faktanya rancangan pembunuhan-Nya berada dalam kuasa kerajaan Kristus itu sendiri.


D.Tidak Mungkin Maut Bersatu dengan Hidup: Perpecahan Adalah Konsekuensi Alami
Dalam perkembangannya, sebuah penyesatan dalam doktrin fundamental Kristen pasti secara perlahan akan melahirkan perpecahan yang tak mungkin dipersatukan. Kristus menandakannya dengan derajat bertajuk non kompromi dan non korporasi:
           
"Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal.Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. (Matius 18:6-9)

Sehingga siapapun yang berusaha mencegah perpecahan jemaat yang sengaja memecahkan dirinya dari komunitas sesat sebagai sebuah cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri (sebab siapa sih pendeta yang peduli dengan penyesatan tipikal seperti ini karena lebih memilih membela korps dan agar demi kasih..biarkanlah yang sesat tetap sesat yang penting gue tetap ajarkan kasih???) dari ajaran yang selama ini menggembalakan jiwa mereka berdasarkan usaha menyimpangkan perkataan dan ajara Kristus,  ia harus merenungkan peringatan rasul Paulus ini juga:

Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. Sebab aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia. (Galatia 1:6-11)

Para pendeta atau gembala seharusnya bersuara…jika perlu berteriak keras jika ada bahaya mengintai dan menyusup ditengah-tengah jemaatnya. Bukan mengupayakan perdamaian dengan penyusup! Entah apa yang ada di pikiran anda, jika anda tidak mau menjadi gembala yang baik bagi domba-dombamu… dengan cara  mingkem, dan melawan perpecahan tanpa melakukan koreksi atas penyesatan yang berlangsung?

Apakah ini yang sedang anda kejar: Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Jika ini adalah problemnya, maka belajar dan renungkan apa yang dikatakan rasul Paulus berikut ini: Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. Sebab aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia.


Soli Deo Gloria



No comments:

Post a Comment