Pages

01 July 2018

Penjelasan Yesus Mengenai Kebangkitan & Adakah Kehidupan Perkawinan Setelah Kebangkitan


Oleh: Martin Simamora


“Apabila Orang Bangkit Dari Antara Orang Mati, Orang Tidak Kawin Dan Tidak Dikawinkan Melainkan Hidup Seperti Malaikat Di Sorga”

Apakah Ada Kebangkitan?

Dilemma Saduki Soal Kebangkitan  : Ikatan Perkawinan & Keluarga Setelah Kebangkitan, Bagaimana?
Ketika  Yesus Kristus menjelaskan kebangkitan atau kehidupan setelah kematian, maka Ia secara tegas menautkannya dengan  siapakah Allah terhadap maut, apakah Ia berdaulat penuh ataukah tidak. Yesus menegaskan bahwa Allah berkuasa atas maut sehingga maut bahkan tak dapat menahan pemerintahan-Nya atas semua manusia di sepanjang masa. Dalam percakapannya dengan salah satu kelompok Yahudi, Saduki yang tak mempercayai atau menolak kebangkitan orang mati, Yesus menegaskan dengan sebuah ungkapan yang menunjukan bahwa maut tak berkuasa menahan Allah untuk membangkitkan siapapun yang ingin dibangkitkannya untuk menerima kehidupan kekal-Nya: Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Mari kita melihat dialog penting dan sangat rasional untuk diperhadapkan dengan Yesus yang dalam pengajarannya sendiri mengajarkan kebangkitan pada  dirinya sendiri dan kepada semua manusia  pada kedatangannya yang kedua kali:

Markus 12:18-22 Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.

Orang Saduki tidak saja bertanya, tetapi juga mengajukan dilemma kepada Yesus yang mengajarkan kebangkitan manusia ada dan pasti akan terjadi. Perhatikan bagaimana orang Saduki tersebut mengajukan dilemma kebangkitan orang mati:

Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.

Dilemma: Tujuh suami tersebut  Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." (Markus 12:23)

Apakah jawaban Yesus?



Apakah Pernikahan atau Hubungan Perkawinan Suami dan Isteri Masih Berlanjut di Sorga Sebagaimana di Bumi?
Perhatikan pertanyaan orang Saduki: siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Pertanyaan ini mengandung dua dilemma bagi  kelompok Saduki yang juga memegang secara ketat hukum Musa yang mengatur pernikahan dan menikah kembali karena kematian yang dalam hukum Taurat, bahwa saudara laki-laki dari almarhum suaminya, boleh menikahi isteri dari kakak atau adiknya yang telah meninggal tersebut. Dilemma pertama muncul, sebab ketentuan ini mereka asumsikan harus berlaku juga pada dunia setelah kematian. Dengan kata lain, kelompok Saduki tersebut sedang mengajukan sebuah dilemma  teramat besar kepada Yesus, yang tak akan terjadi  jika tak ada kebangkitan atau tidak ada kehidupan setelah kematian. Ketika semua dibangkitkan atau masuk ke dalam kehidupan setelah kematian, siapakah yang menjadi suaminya, karena berdasarkan hukum Musa, semua sah di bumi dan tak ada masalah sebab suami tetap satu orang saja. Hukum Musa tentu saja akan menimbulkan problem besar kala semua suami yang almarhum tersebut, dihidupkan kembali, sebab dengan demikian aka nada 7 suami yang sah secara hukum Musa. Jadi siapakah yang menjadi suami perempuan itu  dalam kehidupan setelah kematian akan membutuhkan jawaban yang bagi kelompok Yahudi Saduki, tidak boleh berlawanan dengan hukum Musa Dilemma kedua yang terkandung dalam pertanyaan kelompok Saduki ini, adalah dilemma kehidupan pernikahan  dalam kehidupan setelah kematian, karena bagi mereka sebagaimana saat masih hidup di bumi, maka seharusnya kehidupan setelah kematianpun, apa yang telah ada di bumi seharusnya terus berlangsung di dunia setelah kematian. Jadi dilemma kedua ini tak terlepas dari dilemma pertama, bagaimana menentukan siapakah suami yang tersah atau terjitu diantara ketujuh laki-laki tersebut? Bagaimana Yesus menentukan untuk menjawab: jadi siapakah yang menjadi suami perempuan itu.

Pertanyaan kelompok Yahudi Saduki ini, menunjukan bahwa  kebangkitan bukan sekedar isu atau belaka doktrinal. Mereka menangkap dengan sangat tajam bahwa pengajaran Yesus  mengenai kebangkitan atau kehidupan setelah kematian adalah otentik atau sebuah keniscayaan sementara tak satupun manusia sudah ada di sana. Ini adalah membicarakan bukan saja masa depan, namun sebuah dimensi kehidupan yang tak terjangkaukan oleh akal budi manusia. Atau, jikapun akal budi manusia mampu menjangkaunya, maka masih akan terjerembab pada problem-problem kedagingan dan seksualitas sebagai yang seharusnya ada di dunia setelah kematian. Ini wajar sekali, kalau siapapun membayangkan hal yang sama sekali belum pernah dikunjungi, maka bagaimana bisa menghayati sebuah kehidupan yang menghapus aspek mendasar bagi manusia yaitu berkeluarga dan berketurunan.

Jawaban Yesus Sang Kristus.  Sekarang, apakah jawaban Yesus terhadap pertanyaan yang sebetulnya menunjukan bahwa memang kehidupan setelah kematian, itu sama sekali berbeda dengan apapun yang dapat dibayangkan oleh manusia. Ini akan tersingkap melalui hardikan dan jawaban Yesus sendiri kepada mereka:

Markus 12:24-25 Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.

Yesus menjawab tegas  terhadap pemikiran bahwa dalam kehidupan setelah kematian atau setelah kebangkitan, masih terjadi kehidupan sebagaimana di bumi saat ini yaitu masih akan ada pernikahan adalah sesat. Pertanyaan Yahudi Saduki sangat jelas dengan apa yang dimaksudkan sehingga dilemmanya pun sangat jelas akan ada atau muncul dalam sebuah dunia baru yaitu dunia setelah kebangkitan pada hari kebangkitan tersebut, dan jawaban Yesus pun, karena itu, sangat jelas: apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Mereka atau siapapun yang mengajarkan bahwa masih akan ada berlangsung pernikahan di langit baru dan bumi baru sebagaimana gagasan yang diusung dalam dilemma Yahudi Saduki kepada Yesus, bahkan ada kemungkinan kelak akan ditentukan siapakah yang lebih tepat menjadi suami atau isterinya, karena bisa jadi yang menjadi isterimu atau suamimu saat ini bukan kehendak Tuhan. Pengajar atau  pendeta tersebut sedang mengajarkan sebuah ajaran sesat karena mereka tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah, sebagaimana dinyatakan Yesus kepada Yahudi Saduki tersebut.

Yesus berkata dan menjawab secara tegas:
Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.

Kondisi tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga, hendak menunjukan bahwa sebagaimana malaikat memiliki kemapanan kehidupan di sorga yang tidak kawin dan dikawinkan, maka demikian juga dengan kemapanan hidup pada manusia yang telah hidup dalam langit baru dan bumi baru. Keadaan semacam ini tidak bisa dispekulasikan berbeda sekalipun harus dipahami akan menyisakan begitu banyak pertanyaan. Yesus, sekali lagi harus dimengerti, bahwa jawabannya sangat bersentral pada sebuah dunia yang akan datang yang tak satupun manusia selain Yesus dapat menjawabnya, sehingga apapun spekulasi atau probabilitas yang memang mungkin untuk dikemukakan, harus memperhitungkan peringatan Yesus: apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Hal percakapan Lazarus dan Abraham dengan seorang kaya di hades (Lukas 16:22-31) dalam perumpamaan, dijadikannya dasar untuk membangun ajaran bahwa setelah kebangkitan kehidupan keluarga yang mencakup pernikahan atau perkawinan tetap berlanjut, sungguh keliru karena perumpamaan itu sendiri diajukan oleh Yesus untuk sebuah tujuan atau pengajaran-Nya yang sama sekali tidak seperti  yang dimaksudkan pendeta Erastus Sabdono, apalagi sampai menyebabkan Yesus sendiri berkontradiksi pada sabdanya sendiri. Saya tidak akan menjelaskan ajaran pendeta Erastus Sabdono terkait perkawinan  di sorga untuk saat ini, namun  saya akan  lampirkan salah satu khotbah pendeta Erastus yang kelak akan menjadi dasar bagi saya untuk melakukan tinjauan pengajarannya secara berseri. Ajaran pendeta Erastus Sabdono ini juga membuka kemungkinan semacam ini: isteri anda saat ini bukanlah isteri anda kelak di dunia baru berdasarkan keyakinan atau ajaran pendeta Erastus bahwa setiap orang dalam langit baru dan dunia baru tetap memiliki kesadaran penuh sebagaimana dahulu di bumi atau sebelum kebangkitan namun dengan "identitas" baru (pada ulasan berseri, kita akan melihat secara khusus mengenai pandangan pendeta Erastus Sabdono tersebut).


Yesus mengatakan Ia Bukanlah Allah Orang Mati, Melainkan Allah Orang Hidup yang menunjukan bahwa berbagai aspek pernikahan, kehidupan keluarga dan keberlangsungan eksistensi keluarga dalam berbagai aspeknya tidak berlanjut sebagai sebuah kehidupan duniawi hubungan suami-isteri beserta pranata keluarga sebagaimana di bumi ini. Karenanya, sangat unik melihat Yahudi Saduki mengangkat isu perkawinan dan keluarga untuk menanyakan kebangkitan, seunik pendeta Erastus yang memiliki pokok gagasan yang serupa dengan apa yang diutarakan oleh Yahudi Saduki kepada Yesus, hanya saja nampaknya pendeta Erastus Sabdono terjebak dalam komplikasi yang lebih luas yang ia sendiri tak yakin akan apa yang dispekulasikannya (anda akan memahami maksud saya jika mendengar secara utuh khotbahnya di atas).




Jawaban Yesus tersebut adalah jawaban yang jitu dalam pandangan Ahli Taurat (jadi memang Yahudi Saduki memiliki pandangan yang berbeda dengan Ahli Taurat terkait kebangkitan-Ahli Taurat percaya akan kebangkitan), mari perhatikan catatan injil Markus berikut ini:


Markus 12:28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"



Lukas 20:39 Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali."





Sehingga menjawab apakah kebangkitan ada menurut hukum Taurat? Jawabnya: kebangkitan ada. Terkait apakah perkawinan dan lembaga keluarga sebagaimana yang berlangsung di bumi ini dengan segala dinamikanya akan tetap berlangsung kelak di sorga? Jawabnya tidak, bukan saja menurut Yesus, tetapi juga menurut Ahli Taurat.



Soli Deo Gloria



[terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu untuk menyediakan sumber pengajaran pendeta Erastus Sabdono, secara khusus di Australia]

No comments:

Post a Comment