Pages

10 February 2018

Ia Berkuasa Mengampuni Dosa:



Oleh: Martin Simamora
"Siapakah orang yang menghujat Allah ini?”

Perjumpaan-perjumpaan dengan Yesus tidak akan pernah menjadi hal yang biasa dan apalagi wajar-wajar saja, bahkan dapat sangat membingungkan dan mengguncangkan bagi dunia atau zaman kapanpun juga. Entah bagaimana caranya, manusia-manusia bisa menuturkan begitu saja keberdosaannya kepada Yesus, seperti sedang berjumpa dengan Yang Mahakudus dan Yang Berkuasa untuk menghakimi dan memberikan pegampunan, pendamaian dan pengudusan? Bagaimanapun perjumpaan-perjumpaan Yesus dengan sejumlah manusia telah menyingkapkan sisi diri Yesus yang tak mungkin dilihat begitu saja, kecuali Ia menyatakannya, sambil tentu saja, menyisakan bagi banyak orang, penjelasan yang tak dapat ditemukan, sebab Ia  didapati sebagai manusia ketika ia menyatakan kemahakudusannya  yang tanpa kemegahan dan tanpa suara menggelagar. Seperti relasi-relasi semacam ini:

Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."-, Lukas 5:8

Kalau kita mengabaikan konteks Simon Petrus yang terpotret sedang:
-tersungkur di depan Yesus
-berkata:…, pergilah dari padaku
-aku ini orang berdosa

Apakah pentingnya dan dimanakah titik nalarnya untuk menghakimi diri sendiri “aku ini orang berdosa” dan berkata “pergilah dari padaku?”  Apakah Yesus se-mahakudus itu diantara para manusia? Apakah yang dialami Petrus sehingga  mulutnya harus berkata “aku ini orang berdosa?” Ia seorang nelayan dan seorang pekerja keras, paling tidak ia manusia pekerja keras bukan pencuri dan apalagi penipu. Coba lihat bagaimana Petrus bekerja sungguh-sungguh dalam hidupnya: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa- Lukas 5:5.” 


Pada saat ia berkata pergilah dari padaku, aku ini orang berdosa, ia sama sekali tidak berbuat dosa pada momen tersebut sehingga rasional untuk berkata demikian. Semakin sukar untuk dimengerti, karena Petrus menyatakan Yesus tak pantas berada dekat dengan dirinya yang berdosa itu: pergilah dari padaku. Jika kita lebih  mendekatkan lagi diri ini pada konteks langsungnya, maka semakin tidak terlihat ada peristiwa atau perbuatan dosa yang bagaimanapun dilakukan Simon  Petrus, sebab inilah konteks langsung yang melingkupi statement “pergilah dari padaku, aku ini orang berdosa”: Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."… tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.-Lukas 5:4,6,8."

Respon Petrus yang sedemikian tidak lahir dari hal negatif tetapi dari peristiwa yang  menggembirakan dan yang seharusnya menghapus kelelahan dan kesukaran mendapatkan ikan! Tidak ada penjelasan yang rasional yang bagaimanapun untuk menjelaskan “Petrus melihat hal itu” terhadap pernyataan yang menunjukan dirinya adalah manusia berdosa dan Yesus adalah manusia yang mahakudus untuk sampai-sampai boleh didekatinya. Ini jelas sebuah memandang diri yang begitu berdosa dan memandang Yesus sebagai  Yang Mahakudus yang mana tak ada satu pun manusia berdosa bisa mendekat kepada Dia Yang Mahakudus. Coba kita bandingkan ini dengan:
Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.- Maz 24:3-4

siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.- Mazmur 15:1-5


Dibandingkan dengan Petrus, pemungut cukai ini lebih pantas untuk bereaksi sebagaimana Petrus, coba lihat pengakuan si pemungut cukai terkait kejahatan-kejahatan yang menjadi bagian sistemik dalam pekerjaannya sehingga kaya akan harta benda:
Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya… Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."- Lukas 19:1-8

Responnya begitu berbeda. Petrus setelah melihat Yesus memandang dirinya begitu hitam akan dosa, dan Yesus begitu kudus tak bercela sehingga ia meminta Yesus tidak mendekat dengannya. Zakheus dengan identitas begitu jelas di publik sebagai si pendosa karena pekerjaannya, malah segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Petrus merasa tak pantas karena ia mengetahui dirinya sangat berdosa-entah bagaimana caranya; Zakheus mendatangi Yesus dengan sukacita. Tetapi kedua-duanya sama dalam satu hal: baik Petrus dan Zakheus menyadari keberdosaannya- bahkan Zakheus dihadapan Yesus bukan saja  merasa berdosa, tetapi ia seketika itu menelanjangi dirinya dihadapan Yesus tentang betapa gelapnya dirinya dibalik sukacitanya menyambut Yesus dengan berkata: Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.


Siapakah Yesus sehingga ia sanggup secara otentik menyatakan kekudusan dirinya berkuasa untuk menyingkapkan ketakudusan. Tak ada dosa yang dapat  bersembunyi dibalik diri manusia yang  bahkan memiliki kehidupan yang lebih putih dibandingkan seorang Zakheus, seperti diri Petrus itu?


Tetap sukar untuk memahami apa yang  terjadi pada diri Zakheus yang menyambut  Yesus penuh sukacita dan lalu bukan saja mengakui dosa-dosanya, tetapi sampai kepada tindakan mengembalikan apapun yang telah dirampasnya secara illegal, pemerasan. Siapakah Yesus dalam benak Zakheus, tidak ada yang tahu selain Zakheus sendiri sebagaimana pada Petrus. Kita harus memperhatikan bahwa pada kasus Petrus sendiri, bukan hanya Petrus yang melihat “keajaiban ikan berlimpah-limpah” sebab pada saat itu ada begitu banyak orang yang mengerumuni Yesus di pantai tersebut (Lukas 5:1)


Tetapi Yesus tidak sekedar berhenti pada perjumpaan-perjumpaan yang menghasilkan manusia-manusia yang mengakui  keberdosaan dirinya dihadapan Sang Mesias sekaligus mengakui Sang Mesias sebagai dia Yang Mahakudus, sebab Ia sendiri mendeklarasikan dirinya sebagai Sang Pengampun dosa! Ia tak hanya menyatakan dirinya mahakudus melalui peristiwa-peristiwa perjumpaan semacam pada Petrus dan Zakheus, sebab ia menyatakan selain mahakudus juga berkuasa untuk mengampuni dosa. Mari perhatikan peristiwa ini:

Pada suatu hari ketika Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat duduk mendengarkan-Nya. Mereka datang dari semua desa di Galilea dan Yudea dan dari Yerusalem. Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit. Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni."- Lukas 5:17-20

Hai saudara, dosamu sudah diampuni adalah perkataan yang mengguncangkan siapapun pendengarnya! Ada 2 hal mendasar mengapa perkataan itu menguncangkan siapapun:

Pertama: pengampunan berdasarkan pernyataan “sudah diampuni”  begitu saja, untuk dapat terjadi menjadi benar-benar “sudah diampuni” dan tidak lagi “akan diampuni jika melakukan ini dan itu”, itu sendiri  merupakan hal yang telah meletakan dirinya mengatasi Allah, bukan saja menyamakan dirinya dengan Tuhan, karena:

Kedua: pengampunan yang dikenal manusia adalah berdasarkan perbuatan baik, ketaatan, pengejaran kekudusan  yang ditakar sebagai “modal” dalam penghakiman agung Allah untuk mendapatkan keadilan Allah yang diharapkan dapat memberikan kemungkinan besar diselamatkan dari penghakiman manusia berdosa. Tidak ada dan sukar untuk diterima  bahkan oleh para teolog dan pemuka agama saat itu, untuk menerima pengampunan dosa berdasarkan pernyataan oleh seorang manusia Yesus yang berbunyi: dosamu sudah diampuni, sehingga luput dari penghakiman Allah atas manusia-manusia berdosa.

Kita harus  mengerti bahwa Yesus meneguhkan pernyataan yang membebaskan manusia itu dari dosa dengan tanda-tanda yang menunjukan bahwa kuasa dosa telah meninggalkan manusia tersebut, dan bukan hanya cuap-cuap kosong diudara:

Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan seketika itu juga bangunlah ia, di depan mereka, lalu mengangkat tempat tidurnya dan pulang ke rumahnya sambil memuliakan Allah.- Lukas 5:24-25

Perhatikan, dalam hal ini, Yesus tidak sedang menyatakan bahwa dosa adalah perihal yang remeh dan apalagi gampangan. Ia menunjukan bahwa kala ia berkata “dosamu sudah diampuni,” itu sesungguhnya kuasa Mahatinggi yang Mahakuasa untuk menggenapi perkataannya yang berbunyi dosamu diampuni. Itu sebabnya, ia menunjukan bahwa dosa dan pengampunan berdasarkan perkataannya memiliki kuasa yang tak dapat didekati manusia untuk dimengerti-mengerti bagaimanakah itu bisa terjadi sebagaimana Yesus berkata. Beginilah Yesus menunjukan hal itu: “berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!"


Tahukah anda, Yesus sedang menunjukan hal yang sama sukarnya untuk dimengerti: membangkitkan orang lumpuh berdasarkan perkataannya yang berbunyi: “bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Pada kasus ini, perkataanya bertautan tak terpisahkan dengan kuasa  Dia Yang Mahatinggi dan Dia Yang Mahakudus sehingga sebagaimana Ia berkata maka terjadilah demikian pada manusia yang berdosa dan telah menerima pengampunan berdasarkan perkataan yang membebaskan manusia itu dari belenggu dosa. Kalau Yesus berkuasa menunjukan perkataannya berkuasa untuk begitu saja membangkitkan orang lumpuh secara begitu saja, maka Ia sebetulnya sedang menunjukan bahwa demikianlah yang terjadi saat ia berkata: dosamu sudah diampuni. Bahwa benar-benar dialami dan bukan sebuah proses yang baru terjadi jika ia melakukan berbagai tuntutan hokum taurat, atau berjuang hidup kudus terlebih dahul atau berjuang seperti Bapa, barulah ia mendapatkan pengampunan atau tergenapilah kemudia perkataannya yang berbunyi: dosamu sudah diampuni.

Tetapi ini adalah hal yang sangat keras dan siapa yang sanggup menerimanya. Ini disadari oleh Yesus, sehingga ia pun berkata begini kepada para ahli Taurat:

Tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berpikir dalam hatinya: "Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?" Akan tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu pikirkan dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, dan berjalanlah?- Lukas 5:21-23

Kita harus memahami, bahwa “manakah lebih mudah…” bukanlah sebuah pilihan ganda yang salah satunya dapat dipilih oleh manusia manapun. Karena untuk mengatakan bangunlah dan berjalanlah sebagaimana  yang dilakukan oleh Yesus dengan  hasil positif atau tepat sebagaimana ia berkata, adalah mustahil bagi manusia. Apalagi untuk berkata: dosamu sudah diampuni. Ini juga untuk menyatakan bahwa pengampunan dosa berdasarkan kasih karunia atau tanpa ketentuan pemenuhan kehendak hukum-hukum kudus, bukan sama sekali sebuah kualitas yang berbeda atau lebih rendah. Tidak demikian, karena bagaimanapun tidak ada manusia yang dapat melakukan pilihan atas tantangan Yesus yang berbunyi: manakah yang lebih mudah, karena itu membutuhkan kuasa dari Dia Yang Mahatinggi dan Dia Yang Mahakudus. Hanya Yesus yang memilikinya, itu sebabnya Ia berkata tegas:

Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa- Lukas 5:24

Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah tahu tentang hal ini dan tentang diri Yesus? Atau anda bersikap sama sebagaimana ahli taurat terhadap pengampunan berdasarkan kasih karunia pengampunan hanya di dalam Yesus Kristus saja, yaitu berkata: "Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?"- Lukas 5:21

Perjumpaan dengan Yesus dan pengampunan dosa olehnya dan berdasarkan perkataannya, bukan semacam tiket hidup merdeka secara negatif, kita telah melihat perjumpaan Zakheus dengan Yesus menghasilkan pertobatan dan hidup yang baru sebagai sebuah pembelakangan  dosa dengan segala kehendaknya untuk memeluk kehidupan jiwa yang diciptakan dalam perjumpaannya dengan Yesus: Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.

Sebagaimana Yesus berkata: bangunlah kepada yang lumpuh, ia akan benar-benar mengalami sebagaimana perintah Yesus, demikianlah juga yang terjadi dengan setiap manusia yang mengalami perjumpaan dengan Yesus untuk mengalami pengampunan dosa, pasti akan bangkit dari kematian jiwa  menuju kehidupan didalam   Yesus Kristus yang telah mengampuni dan memberikan sebuah kehidupan baru pada jiwanya.

Kita harus tahu siapakah  Yesus dan apakah tujuan kedatangannya ke dunia ini:
Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."- Lukas 19:10

Hukum taurat tidak mencari dan berkuasa menyelamatkan yang telah hilang! Dan jelas terlihat kalau tidak satupun dari mereka yang menutup pintunya dengan kebenaran hukum Taurat  bagi sabda pengampunan dosa dapat memiliki hidup sebagaimana yang telah dimiliki oleh Petrus, orang lumpuh, dan Zakheus tadi. Itu benar, karena Yesus telah bersabda kepada mereka secara langsung:

Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu- Yohanes 5:39-40

Perjumpaan dengan Yesus pasti memberikan kehidupan baru yang akan membentuk jiwamu dari hari ke hari untuk semakin tenggelam di dalam kehidupan yang diberikan-Nya berdasarkan pengampunan dosa oleh diri-Nya secara penuh dan seketika itu juga. Yesus tidak sedang bermain-main dengan pengampunan dosa, karena Ia bukan Tuhan yang bermain-main dengan keselamatan jiwa manusia yang diampuninya bagi diri-Nya sendiri. Itu tegas dijaminnya dalam perkataannya yang berbunyi: Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Soli Deo Gloria




No comments:

Post a Comment