Pages

22 April 2017

Berdoalah, Bukan Mengutuki

Oleh: Martin Simamora & "Martin's Political Thought" 

Karena Celakalah Bangsa yang Sarat dengan Kesalahan

(Karena Ketika Allah Sudah Memalingkan Mukanya Dari Sebuah Bangsa Maka Tak Ada Lagi Doa Yang Dapat Menghapus Murka-Nya)


Bagaimanakah kondisi manusia kepada sesamanya manusia, pada hakikatnya? Bagaimana studi politik memandang natur manusia itu termasuk dalam panggung politik?  

Mengenai ini, saya ingin mengutip pandangan 2 tokoh yang dikenal baik dalam studi-studi politik, mereka adalah: David Hume dan Thomas Hobbes.  David Hume seorang sejarawan dan filsuf Skotlandia,  mengacu pada karyanya “Essays: Moral, Political, And Literary” yang berkata begini:

ESSAY VI. OF THE INDEPENDENCY OF PARLIAMENT
Political writers have established it as a maxim, that, in contriving any system of government, and fixing the several checks and controuls of the constitution, every man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions, than private interest. By this interest we must govern him, and, by means of it, make him, notwithstanding his insatiable avarice and ambition, co-operate to public good. Without this, say they, we shall in vain boast of the advantages of any constitution, and shall find, in the end, that we have no security for our liberties or possessions, except the good-will of our rulers; that is, we shall have no security at all.
It is, therefore, a just political maxim, that every man must be supposed a knave: Though at the same time, it appears somewhat strange, that a maxim should be true in politics, which is false in fact. But to satisfy us on this head, we may consider, that men are generally more honest in their private than in their public capacity, and will go greater lengths to serve a party, than when their own private interest is alone concerned. Honour is a great check upon mankind: But where a considerable body of men act together, this check is, in a great measure, removed; since a man is sure to be approved of by his own party, for what promotes the common interest; and he soon learns to despise the clamours of adversaries. To which we may add, that every court or senate is determined by the greater number of voices; so that, if self-interest influences only the majority, (as it will always do) the whole senate follows the allurements of this separate interest, and acts as if it contained not one member, who had any regard to public interest and liberty.

When there offers, therefore, to our censure and examination, any plan of government, real or imaginary, where the power is distributed among several courts, and several orders of men, we should always consider the separate interest of each court, and each order; and, if we find that, by the skilful division of power, this interest must necessarily, in its operation, concur with public, we may pronounce that government to be wise and happy. If, on the contrary, separate interest be not checked, and be not directed to the public, we ought to look for nothing but faction, disorder, and tyranny from such a government. In this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all philosophers and politicians, both ancient and modern.

perhatikanlah secara khusus pada: “every man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions, than private interest” atau “setiap orang haruslah disangkakan sebagai seorang yang licik penuh tipu muslihat, dan tidak memiliki tujuan apapun juga, dalam semua tindakan-tindakannya, selain kepentingan pribadi,” maka pada dasarnya menunjukan bahwa manusia itu hanya baik bagi dirinya sendiri saja. Atau merujuk pada David Hume sendiri, tidak boleh atau berbahaya menilai manusia itu begitu luhur dan mulianya: “manakala memikirkan politik kita seharusnya atau sepatutnya mengasumsikan bahwa setiap orang dan setiap institusi mengejar kepentingan mereka sendiri, kerap dengan menggunakan sarana-sarana publik [Hobbes And The Wolfman, Diego Hernan Rossello - Northwestern University]”

Terkait pandangannya ini, David Hume menyatakan: “In this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all philosophers and politicians, both ancient and modern.” [dalam opini ini saya dibenarkan oleh pengalaman, sebagaimana juga oleh otoritas para filsuf dan politisi, baik dunia purba dan modern]


Senuansa dengan pandangan David Hume, Kita mungkin akan lebih mengenal atau lebih familiar dengan sebuah diktum dalam studi politik yang berbunyi “Homo Homini Lupus” atau “man is wolf to man” atau “manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.” Diktum ini dikenalkan populer oleh Thomas Hobbes yang dapat anda pelajari secara khusus dalam karyanya “De Cive” atauOn The Citizen,” untuk menggambarkan kebrutalan, kekacauan politik dan kekejaman manusia  dalam kondisi natural atau alaminya.


Apakah yang dimaksud dengan “Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”? Menjelaskan pemikiran Hobbes, saya mengutipkan penjelasan David Guthier yang berkata begini:

Hobbes has considered man as animal and that men are like those beasts which are naturally wild, but  capable of being tamed.”

Hobbes telah menimbang manusia sebagai binatang dan manusia-manusia itu adalah binatang-binatang buasa yang  secara alami liar, tetapi   dapat dijinakan


Tentu saja bagi siapapun ini adalah pernyataan provokatif sebab terlihat menista kemanusiaan luhur manusia. Sehingga para humanis pun menyelimuti pemikiran Hobbes ini dengan humanisme. Quentin Skinner misalnya membingkai ulang filsafat politik Hobbes didalam konstelasi gagasan-gagasan dan kepentingan- kepentingan Humanisme Renaisans.


Menjadi  catatan penting bahwa “homo homini lupus” telah dianggap sebagai “hewanisasi manusia” secara ekstrim, tak hanya di kalangan filsuf tetapi juga di kalangan teolog pada era itu [Ascraft,”Hobbes Natural Man” dan Mintz, “The Hunting Of Leviathan.”].


Bahkan dari  Gereja Anglikan bereaksi keras terhadap pemikiran Thomas Hobbes! John Bramhall, Archbishop dari Armagh, Irlandia Utara  Gereja Anglikan  yang juga seorang teolog dan apologet berkata begini:

If God would have had men live like wild beasts, as lions, bears or tigers, he would have armed them with horns, or tusks, or talons.”

Andaikata Allah mengadakan kehidupan manusia itu bagaikan hewan-hewan buas, seperti singa-singa atau harimau-harimau, Ia  pastu sudah mempersenjatai manusia-manusia itu dengan tanduk-tanduk, gigi-gigi taring tajam dan panjang, atau  kuku-kuku cakar yang tajam.”


Tetapi sekarang, jika saya tanyakan kepada anda sekarang ini juga dengan pertanyaan apakah “manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”, masih memprovokasi anda? Atau sudah tidak sama sekali, menimbang sederet tragedi kemanusiaan keji demi sebuah ambisi atau kepentingan diri sendiri yang bagaimanapun juga?


Atau coba luangkan waktu untuk mendengarkan penjelasan Profesor Gwen Adshead tentang  "The Nature Of Human Violence"



dan "Criminal Mind"



Saya tidak akan mengulas ini terlalu jauh agar tulisan ini tidak menjadi politis, selain dihadirkan sebagai sebuah perspektif penting. Setiap tebusan dan pengikut Yesus Kristus beserta segenap kebenarannya, kita tidak melarikan diri dari realitas kehidupan berbangsa dan bernegara di mana kita ada dan hidup tetapi harus berdiri kokoh dan terus percaya bahwa kebinatangan manusia itu hanya dapat ditaklukan oleh Tuhan Yesus Kristus yang telah menebusku dari Pemerintahan Alam/Dunia Maut.


Kita, orang-orang Kristen hanya memiliki harga pada diri ini dalam keseharian dunia ini, hanya sebagai manusia-manusia yang dituntun oleh Roh Kudus dan bukan lagi oleh kebinatangan dalam diri ini. Pembinatangan manusia oleh Hobbes pada dasarnya bukan menampikan kemanusiaan yang  bermartabat, tetapi hendak menunjukan apakah sebenarnya manusia yang dikatakan memiliki budi dan luhur moralnya.

John Bramhall sebagai seorang teolog, alpa dengan penghakiman Yesus secara menyeluruh kepada semua manusia di sepanjang masa di kolong langit bumi ini, yang menunjukan apakah manusia itu. Perhatikan deret ucapan Yesus berikut ini kepada manusia-manusia:

Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.- Matius 10:16


Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati- Matius 12:34


Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?- Matius 23:33


Jadi memang Tuhan tak perlu menciptakan manusia memiliki kehidupan selayaknya binatang-binatang buas yang bertanduk, bergigi taring panjang dan tajam, dan berkuku cakar tajam, sebagaimana yang ditanyakan oleh Archbishop John Bramhall. Mengapa? Karena pada dasarnya atau sealaminya manusia adalah demikian! Itu sebabnya Yesus bahkan menunjuk pada manusia-manusia paling suci dan paling menguasai hukum Taurat dalam literasi dan perbuatan-perbuatan sebagai keturunan ular beludak, untuk menunjukan hakikat kesucian manusia itu senilai kebaikan-kebaikan yang dapat dipertontonkan oleh dunia binatang itu sendiri, tidak lebih, sebab saling menanduk, saling memangsa, saling membantai dan sangat percaya bahwa jika ingin memiliki kedamaian hanya jika memiliki arsenal persenjataan berdaya bunuh hingga membinasakan.
thesun.co.uk "The Biggest Bombs In The World"
Bahwa setiap murid Kristus di dunia ini pada dasarnya di utus ke tengah-tengah serigala, sebuah cara yang keras dan menunjukan semulia apakah sesungguhnya manusia itu di antara sesamanya, bahwa semuanya telah kehilangan kemuliaan Allah, sebagaimana telah terjadi di Eden.

Dan pada diri Yesus sendiri, realitas sejati manusia adalahserigala bagi manusia lainnyaterdemonstrasikan secara sempurna dan sangat tajam. Perhatikanlah potret berikut ini:

“Lalu bangkitlah seluruh sidang itu dan Yesus dibawa menghadap Pilatus. Di situ mereka mulai menuduh Dia, katanya: "Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan, bahwa Ia adalah Kristus, yaitu Raja." Pilatus bertanya kepada-Nya: "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya." Kata Pilatus kepada imam-imam kepala dan seluruh orang banyak itu: "Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada orang ini." Tetapi mereka makin kuat mendesak, katanya: "Ia menghasut rakyat dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, Ia mulai di Galilea dan sudah sampai ke sini." Ketika Pilatus mendengar itu ia bertanya, apakah orang itu seorang Galilea. Dan ketika ia tahu, bahwa Yesus seorang dari wilayah Herodes, ia mengirim Dia menghadap Herodes, yang pada waktu itu ada juga di Yerusalem. Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda. Ia mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus, tetapi Yesus tidak memberi jawaban apapun. Sementara itu imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berat terhadap Dia. Maka mulailah Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olokkan Dia, ia mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus. Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan.-Lukas 23:1-12



Ketika kejahatan melawan kebenaran, maka pihak-pihak yang sebelumnya merupakan rival politik yang bermusuhan, pun dapat bersatu di dalam kejahatan. Ketika serigala-serigala itu adalah para sang kekuasaan dalam politik yang bersatu dengan pemimpin-pemimpin agama, maka hasilnya sungguh mengerikan:


Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian terhadap Yesus supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya. Banyak juga orang yang mengucapkan kesaksian palsu terhadap Dia, tetapi kesaksian-kesaksian itu tidak sesuai yang satu dengan yang lain. Lalu beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia. Dalam hal inipun kesaksian mereka tidak sesuai yang satu dengan yang lain. Maka Imam Besar bangkit berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Maka Imam Besar bangkit berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Jawab Yesus: "Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit." Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Untuk apa kita perlu saksi lagi?- Markus 14:55-63



Pernyataan, dengan demikian, Hobbes bukan hal yang baru sama sekali atau ciptaannya. Sejak nabi Yesaya,  bahkan, manusia sudah ditakar lebih  rendah daripada binatang-binatang dalam relasinya dengan Allah, menurut Allah sendiri oleh karena keberdosaan manusia itu:

Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya." Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk!- Yesaya 1:3-4



Tentu saja ini, sekali lagi, bukan untuk menunjukan bahwa Allah terlebih dahulu membinatangkan para manusia itu agar kemudian jahat saat berkata “keturunan” yang jahat-jahat. Bahkan juga tak pernah Allah bermaksud menista manusia sebagai ciptaan termulianya di bumi ini. Tidak perlu dan tidak pernah demikian, tetapi menunjukan ketakberdayaan manusia untuk membebaskan dirinya dari binatang bernama dosa itu, sehingga  tidak bisa lebih baik daripada binatang-binatang dalam berelasi dengan Allah sebagaimana dalam sabda Allah kepada Yesaya kala menghakimi sebuah bangsa yang berdosa, bangsa yang sarat dengan kesalahan.

Kredit: Jay Nichvolodov- vice.com
Kita tidak boleh menganggap sepi problem ini, jika saya dan anda mengaku percaya kepada Tuhan Pencipta Langit Bumi yang akan mengadakan penghakiman di akhir zaman nanti, pada puncaknya. Sehingga sebagai bangsa seharusnyalah kita tidak boleh tidur nyenyak, menganggap sepi dosa sebuah bangsa apalagi bangsa sendiri! Cobalah memandang sekitar kita saat ini, apakah kita sebagai bangsa adalah bangsa yang kudus [dapatkah menguduskan dirinya sendiri sehingga kudus dalam kebenaran Tuhan?] di hadapan Allah, ataukah kita adalah bagian dari sebuah bangsa yang sarat dengan kesalahan? Apakah bangsa kita bersahabat dengan kesaksian-kesaksian dan sumpah-sumpah palsu di atas sumpah menyebutkan nama Tuhan?


Apakah Tuhan suka dimanipulasi oleh kepintaran dan peradaban moderen manusia, menganggapnya ringan? Coba perhatikan ini:

Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak? Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya. Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.”- Yesaya 1:11-15


Jika Hobbes hanya menista kemanusiaan saya dan anda dalam pemikiran dan studi, itu masih dapat kita lawan. Saya dan anda dapat menerbitkan pemikiran-pemikiran tandingan hingga bantahan yang teramat sistematis sehingga pulihlah martabat kemanusiaan kita sebagai makhluk rasional mengatasi binatang-binatang terpintar apapun juga.


Tetapi problemnya kala David Hume dan Thomas Hobbes hanya mengelaborasi dalam tatar filsafat, sejarah dan pemikiran-pemikiran politik dan kekuasaan, ada Tuhan yang menjadi hakim dan yang tak diam atas semuanya itu, entah sekarang ini, atau jika pun tidak sekarang ini, pasti nanti saat semua makhluk dibangkitkannya dari kubur dan harus menghadapi penghakiman tanpa pernah menjadi manusia-manusia tebusan Kristus yang hidup di dalam dan bagi Kristus, bukan menghamba pada gagasan-gagasan yang menolak kebenaran Allah dalam Kristus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup, dan menjadikan kebenaran-kebenaran dunia sebagai sahabat karibnya sementara di dunia ini.


Jadi apakah yang dapat kita lakukan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia di kota-kota manapun juga? Apa yang dapat kita lakukan adalah terus mencintai kota dan negara kita dengan menjadi warga kota dan negara yang taat kepada penguasa negeri yang telah terpilih secara demokratis, termasuk kepada para pemimpin baru yang mungkin tidak anda sukai. Jangan membenci dan jangan terus menebar kebencian, karena kita bukan hadir untuk menebar kebencian tetapi berlututlah dan berdoatekukanlah kaki ini hingga lutut ini bersimpuh di atas tanah dan berdoalah bagi sebuah pertobatan, bagi sebuah pemulihan agar kiranya IA masih memberikan kesejahteraan dan keamanan dalam segala kehidupan saleh dan kehormatan dalam berbangsa  dan bernegara di negeri tercinta ini:

Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.- 1 Timotius 2:1-2






Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik. Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci.- Titus 3:1-3


Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.- Roma 13:1-5



SOLI DEO GLORIA



Catatan:

Untuk kerangka berpikir tinjauan studi politik, saya mengadopsi sepenuhnya dari “Hobbes  And The Wolfman: Melancholy And Animality In The Origins Of Modern Sovereignty,” karya Diego Hernan Rossello- Northwestern University

No comments:

Post a Comment