Pages

11 October 2016

Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.M)

Oleh: Martin Manusia

Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan  Oleh Relativitas Manusia? 

Bacalah lebih dulu: “bagian 6.N

Apa yang terpenting dan seharusnya menjadi pijakan bagi siapapun juga untuk memahami Roma 2:6 adalah, apakah  penghakiman itu berpijak di atas relativitas manusia demi manusia sehingga tidak ada kebenaran umum yang tunggal dan absolut pada Allah untuk menghakimi manusia-manusia? Menjawab ini, Surat Roma tegas menujukan apakah jawabannya: “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama” (2:1). Kalau anda membaca bagian “hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri,” ini bukan hendak menunjukan kebenaran absolut absen tetapi  memang benar bahwa tidak ada satu jua manusia yang memiliki kebenaran absolut pada dirinya atau tidak ada manusia yang nir salah  sekalipun ia berada pada posisi kuat untuk menghakimi manusia lainnya di dunia ini, yang ditunjukan dengan ungkapan “siapapun juga engkau yang menghakimi orang lain, engkau tidak bebas dari salah, sebab dalam menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas salah.” Jadi manusia-manusia bisa saja menghakimi manusia-manusia lain berdasarkan kebenaran yang dimiliki melawan kesalahan manusia yang sedang dihakimi tetapi dalam manusia itu menghakimi bukanlah hakim yangtidak bebas salah.” Dengan kata lain, penghakiman manusia adalah penghakiman yang dihakimi oleh ketakmurnian moralitasnya sendiri, sehingga dalam hal ini penghakiman manusia bukanlah penghakiman yang tak memandang bulu sebab tak akan pernah bisa menghakimi setiap kesalahan tanpa satupun yang terlewati, terutama untuk mampu menghakimi dirinya sendiri kala menghakimi.


Jadi sebetulnya apa yang  hendak ditunjukan oleh 2:1 terhadap pernyataan dalam 2:6- (yang oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono dipelintir menjadi: Penghakiman Tuhan ini sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun harus dicatat  bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan  suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”- lihat halaman 19)- adalah ini: “Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian” (ayat 2), atau dengan kata lain penghakiman oleh manusia yang relativitas semacam 2:1 akan berhadapan dengan hukuman Allah yang berlangsung jujur.


Mengapa ada “berlangsung jujur?”  Ini merupakan  pengontrasan tajam terhadap “hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri” dimana “engkau menghakimi dirimu sendiri,” menunjukan atau menyingkapkan kejahatan tersembunyi dan tidak dihakiminya sementara ia menghakimi orang lain. Sebaliknya, Allah ketika menghakimi benar-benar hakim tanpa salah, sehingga bukan saja sebuah kontras tetapi menunjukan bahwa pada diri Allah tidak terdapat relativitas sehingga penghakimannya juga ditujukan pada relativitas kebenaran manusia yang sebetulnya merupakan kata halus atau sopan untuk “siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain.” Ini harus benar-benar diperhatikan.


Faktanya konsepsi relativitas dalam angan-angan pendeta Dr. Erastus Sabdono tak mendapat ruang toleransi adaptif yang memodifikasi kaidah-kaidah penghakiman Tuhan dari maha-absolut menjadi maha-adaptif terhadap kebenaran-kebenaran manusia yang begitu berbeda satu sama lain. Cobalah perhatikan ini:” Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?” (Roma 2:3), yang secara gamblang membungkam pemelintiran yang keji terhadap Roma 2:6 sebagai indikasi “Penghakiman Tuhan ini sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka” atau dengan kata lain  pengajaran  yang menyatakan penghakiman Tuhan bertakhta diatas relativitas hati manusia ala pendeta Erastus telah dibungkam oleh kebenaran firman yang malah membinasakan kebenaran palsu yang sedang disanjung begitu tinggi oleh penghakiman yang berbunyi: “adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?



Sehingga harus dikatakan Roma 2:6 “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,” tepat pada “membalas setiap orang menurut perbuatannya” itu mencakup relativitas kebenaran pada diri manusia atau ketakmampuan manusia untuk menegakan kebenaran Allah yang absolut  secara absolut dan harus tegak dalam kehidupan manusia yang mana ketakmampuan mewujudkan hal semacam itu terlihat dalam penghakiman manusia yang timpang dan tidak murni: “hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah,” yang mana hakim yang tidak bebas dari salah ini luput dari atau tidak  turut dari penghakimannya sendiri - hakim yang timpang tidak seharus berlagak suci putih tetapi memandang dirinya kala berhadapan dengan Allah harus berhadapan dengan kebenaran absolut Allah sebagai penghakiman termulia. Dan hal semacam ini memang merupakan sebuah relativitas tetapi, sekali lagi harus ditegaskan, terhadap ini Allah berkata: “adakah  engkau sangka, bahwa engkau luput dari hukuman Allah?



Bagian 6 SELESAI

Bersambung ke bagian 7



AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada TUHAN



The cross transforms present criteria of relevance: present criteria of relevance do not transform the cross





[dari seorang teolog yang saya lupa namanya]

No comments:

Post a Comment