Pages

20 June 2012

Tanggapan Budi Asali Terhadap Dji Ji Liong "ANUGERAH ALLAH mengenai: “PEMBAHASAN SEMINAR SUHENTO LIAUW TENTANG ESKATOLOGI.”


                                                                                                            Jakarta, 12 Juni 2012

Tanggapan seorang murid dari Dr. Suhento Liauw yang bernama Dji ji liong (belum wisuda /Mahasiswa Theologia) untuk Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div atas catatan dan tanggapan tgl 7 Juni 2012 yang berjudul:

ANUGERAH ALLAH  mengenai:
“PEMBAHASAN SEMINAR SUHENTO LIAUW TENTANG ESKATOLOGI.”
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, saya tantang debat, Suhento Liauw serahkan kepada anak-anaknya (Steven dan Andrew) yang masih ingusan. Saya serang seminarnya, ia berikan ‘murid’nya yang masih bau kencur. Betul-betul pengecut! Tetapi dalam seminarnya, ia bercerita (baca: membual) tentang debat yang ia lakukan dengan Islam, Yahweh-isme dan sebagainya. Kalau itu memang benar, mengapa ia tak berani lawan saya? Saya ingin ingatkan kpd Suhento Liauw ttg 1Pet 3:15b - “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,”.
Saya meminta pertanggungan jawab dari anda Suhento Liauw, ttg ajaran Arminian anda dan ttg semua fitnahan yg anda dan Steven lakukan thdp Calvinist, Calvinisme, dan Calvin sendiri! Jgn jadi pengecut dg sembunyi di belakang anak-anakmumu atau ‘murid’mu, dan dengan demikian tidak mentaati firman Tuhan dalam 1Pet 3:15 itu!!

Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Suhento Liauw yg memberikan kesempatan dan izin kepada saya untuk memberikan tanggapan kepada Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div. Sebelum menanggapi catatan dan tanggapan Bapak Pdt. Budi Asali (tgl 7 Juni 2012), saya ingin pembaca memperhatikan beberapa ayat Firman terlebih dahulu:


Amsal 10:13 “Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi.
Amsal 10:14 “Orang bijak menyimpan pengetahuan, tetapi mulut orang bodoh adalah kebinasaan yang mengancam.”
Amsal 14:3 “Di dalam mulut orang bodoh ada rotan untuk punggungnya, tetapi orang bijak dipelihara oleh bibirnya.”
Amsal 15:2 “Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan.”
Amsal 15:14 “ Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan.”
Amsal 24:7 “Hikmat terlalu tinggi bagi orang bodoh; ia tidak membuka mulutnya di pintu gerbang.
Pkh. 10:12 “Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.”

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, orang bijaknya yang mana dan orang bebalnya yang mana? Baru baca sepintas tulisanmu, saya sudah melihat kalau kata-kata ‘mulut orang bodoh’ paling cocok, bukan hanya untuk kamu, tetapi juga para Liauw itu (bapak dan anak-anaknya), yang juga sudah saya baca tulisan-tulisannya!

Keterangan: Point-point (dari no. 1- no. 19) adalah catatan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div atas pernyataan-pernyataan Dr. Suhento Liauw dalam acara seminar tgl: 1 Juni 2012 di Surabaya. Karena point-point yang telah ditulis oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini dikutip dari penjelasan seminar oleh Dr. Suhento Liauw maka tidak tertutup kemungkinan adanya salah kutip/salah paham oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri terhadap penjelasan dari Dr. Suhento Liauw (sesuai warna tulisan aslinya: diblok warna hitam).
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi www.graphe-ministry.org untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap).
Selamat menikmati dengan teliti tanggapan-tanggapan saya di bawah ini: ( ups...satu lagi: Pembaca bisa memperhatikan setiap “ gaya bahasa” tanggapan yg keluar dari hati Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengingat ada Firman Tuhan yg berkata: “Mat. 15:18 “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang”):

Tanggapan Budi Asali:
Hahaha, nak, tanggapan saya terhadap seminar Suhento Liauw ini boleh dikatakan merupakan salah satu tulisan saya yang paling lembut / halus, tetapi kamu ‘sakit hati’ gurumu disikat dengan sikat yg halus ini?

Mau saya beri contoh yg ‘kasar’, nak?
  • Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? - Yesus, Mat 23:17.
  • "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." - Yesus, Mat 7:6.
  • "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! - Yesus, Luk 24:25.
  • Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu, - Paulus, Fil 3:2.
  • Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: "Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya." - Petrus, 2Pet 2:22.
  • "Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? - Yohanes Pembaptis, Mat 3:7b.
  • Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? - Paulus, 1Kor 14:23 (keterangan, ia jelas tak menyalahkan orang yang memaki gila dalam ayat ini).
  • Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. - Paulus, Gal 1:8-9
  •  "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. - Yesus, Luk 13:32.
Katanya kalian dari GBIA, dan ‘A’ itu singkatan Alkitabiah, tetapi kok salahkan aku yang lebih halus / lembut dari kata-kata Yesus, Paulus, dsb, dalam alkitab??? Aku bisa beri jauh lebih banyak lagi kalau aku mau, tetapi ini cukup untuk membuktikan ketidak-tahuanmu tentang Alkitab!
O ya aku lupa bahwa aku punya satu contoh lagi. Ini dia!

“Pemikiran seperti ini sungguh salah. Jika kita menerapkan logika ini, maka sungguh berbahaya. Jika iman kita sungguh adalah urusan Yesus saja, dan tidak ada tanggung jawab kita, untuk apa dalam Alkitab ada begitu banyak ayat yang menyuruh kita untuk beriman? Ada begitu banyak ayat yang menyuruh kita tetap pada iman. Bukankah Yesus yang beriman untuk kita? Nah, disinilah terlihat kebodohan dari pemikiran seperti ini.

Tidak ada orang lain yang dapat beriman untuk orang lain. Ayat ini mengajarkan doktrin bahwa Yesuslah yang memungkinkan adanya iman. Tanpa Yesus, manusia bahkan tidak dapat memilih antara percaya Yesus atau tidak. Tanpa Yesus, tidak ada objek yang dapat kita imani.

Yesus pulalah yang memberikan kita kekuatan untuk terus beriman, dan memungkinkan iman kita bertumbuh. Jika kita memegang teguh iman kita, itu adalah karena Yesus! Tetapi tidak berarti kita tidak punya tanggung jawab untuk tinggal dalam iman. Juga tidak berarti kita tidak dapat memilih untuk keluar dari iman.” - Dr. Steven E. Liauw - tulisan di internet berjudul “Mengenai Apakah Seseorang Yg Sudah Diselamatkan Dapat Meninggalkan Iman dan Terhilang”.
Ayo, katakan kpd dosenmu sendiri, nak, bahwa dia org bebal dsb! Hahahaha. Para pembaca, nikmatilah gaya bahasa di atas ini!
Satu tambahan lagi, nak, tentang Mat 15:18 yang kamu kutip itu. Aku setuju bahwa apa yg keluar dr mulutku, memang berasal dari hatiku. Lalu mengapa ‘kasar’? Karena hatiku marah membaca tulisan-tulisan kalian yg memfitnah dan salah atau bahkan sesat, dan sama sekali tidak cocok dengan alkitab, atau bahkan memutarbalikkan dan menambahi alkitab!! Salahkah orang Kristen punya hati seperti itu??? Aku ingin ingatkan kamu bahwa pada waktu Paulus mengetahui bahwa jemaat Korintus sabar terhadap nabi-nabi palsu, ia jutru mengecam mereka!
  • 2Kor 11:4 - Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima..

  • Dan sesuai dengan itu, rasul Yohanes (atau bahkan Yesus) memuji jemaat Efesus yang marah / tidak dapat sabar terhadap nabi2 palsu.

  • Wah 2:2 - Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.

Catatan: kontextnya menunjukkan bahwa ini dianggap sebagai sesuatu yang baik dalam diri jemaat Efesus, dan dipuji oleh Yohanes / Yesus!


Pada tanggal 1 Juni 2012 yang lalu Pdt. Dr. Suhento Liauw mengadakan acara seminar "ESKATOLOGI" di Surabaya di mana seminar ini juga dihadiri oleh Pdt. Budi Asali, M. Div.

Berikut ini adalah catatan dan tanggapan Pdt. Budi Asali terhadap hal-hal yang dibicarakan Suhento Liauw dalam seminarnya :
Dalam seminar itu, Suhento Liauw mengajarkan hal-hal ini:

1)   Seminar berhubungan dengan pengetahuan / pikiran, kalau KKR hanya dengan perasaan. Karena itu dia buat seminar, bukan KKR.

Tanggapan Budi Asali:
Omong kosong, semua tergantung siapa yang berkhotbah dalam seminar atau KKR itu. Kalau yang berkhotbah memang adalah orang-orang yang senang mengobarkan emosi, baik KKR ataupun seminar akan berhubungan dengan perasaan saja. Sebaliknya kalau yang berkhotbah adalah orang-orang yang memang menekankan pendidikan dan pengajaran, maka baik KKR maupun seminar akan berhubungan dengan pikiran dan memberikan pengetahuan.

Tanggapan Dji:
Saya yakin semua orang setuju bahwa seminar tentu lebih MENEKANKAN PENGETAHUAN dari pada KKR. Karena dalam seminar yang diadakan oleh Dr. Suhento Liauw selalu ADA SESI TANYA JAWAB. Sedangkan dalam KKR tidak mungkin ada sesi tanya jawab. Fakta yang sulit dipungkiri bahwa hampir semua KKR mengedepankan emosi (perasaan). Seminar adalah pola belajar yang akademis, seminar berbeda dengan KKR. Seminar bersifat Pendalaman Alkitab (PA) sedangkan KKR bersifat Pendalaman Emosi (Perasaan). Seminar menyelidiki kitab suci (Alkitab) apakah benar demikian, persis seperti dalam Kis 17:11  Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.

Tanggapan Budi Asali:

‘Semua orang’ yang mana? Yang sama tololnya dengan kalian?

Nak, kamu tak menjawab kata-kataku! Coba ikutlah KKR kalau yang khotbah adalah aku, maka kamu pasti dapat pengetahuan!

Siapa yang ajari kamu, nak, bahwa Kis 17:11 itu ‘suatu seminar’? Jadi kakek gurumu ngajar seperti itu (bahwa KKR hanya perasaan, seminar beri pengetahuan), dasar alkitabnya apa, nak? Sia-sia gerejamu namanya pakai kata ‘alkitabiah’, tetapi kenyataannya kosong! Tak terlalu berbeda dengan sekte yang namanya muluk sekali, yaitu ‘Saksi Yehuwa’, tetapi dalam kenyataannya mereka adalah ‘saksi setan’! Memang gampang membuat nama yang gemerlapan, tetapi memberikan pengajaran yang gemerlapan, adalah suatu persoalan yang sama sekali berbeda! Mungkin yang harus ditekankan dari nama gerejamu adalah kata ‘Independent’ (= bebas / tak tergantung)! Gerejamu memang bebas dan tak tergantung apapun, termasuk terhadap alkitab / Firman Tuhan! Semua orang bebas / ‘semau gue’ dalam mengajar apapun yg bagaimanapun tololnya dan gilanya!

Kamu mengatakan ‘hampir semua’, nak, dan itu mungkin benar. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang mengadakan KKR secara salah (termasuk orang-orang GBIA barangkali, karena kalian kok begitu yakin?), tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada orang-orang yg melakukan KKR dengan benar, dan memberikan pengetahuan.

Menurut aku, nak, setiap acara pemberitaan firman, apakah itu khotbah, pengajaran, seminar, KKR, ceramah, dan bahkan sekedar renungan, dan sebagainya, seharusnya memberi pengetahuan! Kalau tidak, dinamakan apapun, itu adalah salah, dan pada hakekatnya bukan pemberitaan Firman!
  • 1Kor 14:26 - Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun..

Kata ‘membangun’ dlm RSV/NASB diterjemahkan ‘edification’, dan dlm KJV ‘edifying’, nak! Tahu apa artinya itu? Kalau nggak ngerti lihat kamus atau tanya kakek gurumu!

Ada atau tidak acara tanya jawab, tak ada urusannya dengan memberi pengetahuan atau tidak. Kalau yang mengajar memang orang yang senang dengan perasaan, diadakan tanya jawabpun juga tak akan memberi pengetahuan. Sebaliknya kalau yang mengajar adalah orang yang senang memberi pengetahuan, tanpa tanya jawabpun akan dapat pengetahuan!


2) Kalau ada free will - harus ada pilihan, berbuat dosa atau berbuat baik.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal 24 Agustus itu terlaksana.

Tanggapan Dji: Karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa “belum saatnya” untuk memberikan tanggapan, maka tidak ada yang perlu ditanggapi selain saya hanya melihat Kebenaran dari pernyataan Dr. Suhento Liauw bahwa setiap manusia mempunyai free will (mempunyai kehendak bebas yaitu mempunyai pilihan untuk berbuat dosa atau berbuat baik).

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, bocah ingusan ini mau memancing aku untuk berikan senjataku? Hehehe. Nak, sebetulnya aku tak terlalu pusing guru-gurumu tahu senjataku, karena tahupun mereka tak akan bisa jawab. Karena itu aku juga tak takut tulisan-tulisanku, termasuk yang akan jadi bahan debat nanti, dipajang di web kami. Aku juga tak takut kirim buku-bukuku, yang berkenaan dengan topik debat nanti, kepada Steven, waktu Dede Wijaya pesankan buku-buku itu utk dia. Tetapi aku mau yang ini jadi surprise! Kamu mau ikut pandangan mereka yang tolol berkenaan dg free will itu, yang dengan 1 kalimat saja bisa aku hancurkan, itu urusanmu. Berharaplah kamu tidak mati dulu, sebelum kamu mendengar 1 kalimat penjelasanku, supaya jagan kamu mati dalam kesalahan. Bisa-bisa kamu ketemu Yesus yang berkata: ‘Mengapa kamu percaya ajaran setolol itu, hai ular beludak yg bodoh dan buta? Bukankah Aku sudah memperingati kamu tentang adanya serigala yg menyamar seperti domba?’. Dia lebih kasar dari aku, ingat itu?



3)   Ia percaya komandan setan namanya Lucifer.

Tanggapan Budi Asali:
Ini memang kesalahan yang umum, tetapi salah.
Kata / nama ‘Lucifer’ muncul dalam terjemahan KJV dalam Yes 14:12 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘Bintang Timur’), dan kalau saudara membaca kontextnya jelas bahwa istilah ini menunjuk kepada raja Babel, bukan kepada komandan setan.

Yes 14:4,12,22,23 - “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang raja Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir si penindas sudah berakhir orang lalim! ... (12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan mereka,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya, anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air rawa-rawa, dan kota itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.
Yes 14:12 (KJV): How art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the morning! how art thou cut down to the ground, which didst weaken the nations!’.

Calvin (tentang Yes 14:12): “The exposition of this passage, which some have given, as if it referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these statements must be understood in reference to the king of the Babylonians. But when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari ketidaktahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.

Adam Clarke (tantang Yes 14:12): “And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand the literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.


Tanggapan Dji:
Yesaya 14:1-16 konteksnya berbicara tentang Raja Babel, dan tentu di situ ada OKNUM DI BALIK Raja Babel yaitu Lucifer (Bintang Timur). Dalam Yesaya 14:12 “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (konteksnya harus lanjut baca minimal hingga ayat 13-14) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, HENDAK MENYAMAI  Yang Mahatinggi!....”
Orang yang Sekolah Dasar (SD) saja sudah dapat mengerti dan memahami bahwa konteks di sini adalah menunjuk kepada komandan setan yaitu Lucifer. Tidak mungkin HANYA menunjuk kepada raja Babel dalam pandangan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div. Jadi, konteksnya jelas menunjuk Lucifer yang ingin mengatasi bintang-bintang Allah, ingin duduk di bukit pertemuan, ingin mengatasi ketinggian awan-awan bahkan ingin  MENYAMAI Yang Mahatinggi (Tuhan).
Bagaimana mungkin orang sekaliber Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div hanya berkata “ini memang kesalahan yang umum, tetapi salah.”  Dan  juga TERLIHAT JELAS Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div lebih percaya kpd komentar Calvin dan Adam Clarke yang menyebut (Yes. 14:12) Lucifer ini sebagai “dongeng dan cerita bohong. Dan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh/gila/tidak masuk akal.” Justru menurut saya: Bpk. Pdt. Budi Asali beserta Calvin dan Adam Clarke yang aneh KARENA TIDAK MAU MEMPERCAYAI  kata-kata Alkitab itu sendiri.

Tanggapan Budi Asali:
Nak, guru-gurumu memang terlalu sederhana (baca: tolol) pikirannya, sehingga tak mengerti bahwa Yes 14 itu menggunakan bahasa puisi, yang tentu saja tak bisa dihurufiahkan. Itu hanya menunjukkan kesombongan raja Babel, yang ingin makin lama makin berkuasa. Sebodoh apapun dia, tak mungkin dia betul-betul mau sama tinggi dengan Allah yg di sorga! Kalau mau menghurufiahkan, coba baca ay 18-20nya:
Semua bekas raja bangsa-bangsa berbaring dalam kemuliaan, masing-masing dalam rumah kuburnya. Tetapi engkau ini telah terlempar, jauh dari kuburmu, seperti taruk yang jijik, ditutupi dengan mayat orang-orang yang tertikam oleh pedang dan jatuh tercampak ke batu-batu liang kubur seperti bangkai yang terinjak-injak. Engkau tidak akan bersama-sama dengan raja-raja itu di dalam kubur, sebab engkau telah merusak negerimu dan membunuh rakyatmu. Anak cucu orang yang berbuat jahat tidak akan disebut-sebut untuk selama-lamanya.”.

Coba tafsirkan bagian ini, nak, supaya cocok dg komandan setanmu!

Jadi, nak, konteks yg mana? ‘Konteks’mu sudah aku hancurkan! Kamu menulis ‘tentu di situ ada oknum dibalik raja Babel yaitu Lucifer (Bintang Timur)’. Bagaimana bisa mengatakan ‘tentu’ kalau tak ada dasarnya sama sekali? O ya, ini tentu penafsiran ‘Independent’ (bebas) alias semau gue dari gerejamu! Hehehe.

Babel dan rajanya merupakan sesuatu yang bersifat sejarah, nak, dan salah satu hukum penafsiran adalah: cerita sejarah tak boleh disimbolisir! Kalau sejarah bisa / boleh disimbolisir maka dari teks apapun bisa didapatkan ajaran yang bagaimanapun! Jadi, mengatakan raja Babel itu simbol dr komandan setan, merupakan ketololan.

Cerita sejarah bisa menunjuk kepada sesuatu / seseorang, hanya kalau itu merupakan TYPE. Sudah dapat pelajaran Hermenutics, nak? Tetapi TYPE selalu menunjuk ke depan, nak, tak pernah ke belakang. Padahal kejatuhan setan ada di belakang jauh sekali, dibandingkan dg kehidupan Babel dan rajanya.

Jadi, diapakanpun, kecuali disulap, atau ditafsirkan ‘secara Independent’, raja Babel ini tak bisa menunjuk kepada komandanmu, nak! Hehehe, guru-gurumu pandai sulap, nak???

Kata-katamu yang paling bawah aku ulang di sini: Justru menurut saya: Bpk. Pdt. Budi Asali beserta Calvin dan Adam Clarke yang aneh KARENA TIDAK MAU MEMPERCAYAI  kata-kata Alkitab itu sendiri.
Aku tanya, nak, dimana alkitab (Yes 14 itu) katakan bahwa Lucifer / Bintang Timur itu nama dr komandan setan???? Jawab ini, nak, cari sampai rambutmu botak, kalau kamu bisa menemukannya!
Kalau kamu tak bisa menemukan, dan pasti kamu tak bisa menemukan, maka kesimpulannya: ajaran Suhento itu, JUGA MeRuPaKan SUATU PENAFSIRAN! Jadi, dengan alasan apa kamu bilang aku lebih percaya Calvin dan Clarke dari pada alkitab sendiri?

Kamu juga tak perhatikan kata-kata Clarke bahwa nama Lucifer itu berarti ‘pembawa terang’ dan karena itu jelas tak cocok utk komandan setan. Kalau kamu bilang cocok, kamu membela komandan setan, nak! Jawab aku, nak: kamu percaya komandan setan itu adalah pembawa terang???? Hmmm, kalau ya, pasti dia adalah ‘pembawa terang’ dalam arti yg sama seperti guru-urumu dan kakek gurumu!

Anak SD tahu kalau itu menunjuk kepada komandan setan? Oh, tentu saja, itu tak mengherankan, karena anak SD kan masih tolol, sama seperti kamu, nak, dan juga guru-gurumu dan kakek gurumu! Kalau mahasiswa Fakultas, apalagi sarjana, pasti tak berpikir demikian.

Info tambahan, nak: Adam Clarke itu seorang Arminian, yang keras, sama seperti kalian! Tetapi ia mempunyai pengetahuan yang lebih banyak di ujung kukunya, dari seluruh gereja kalian dlm kepala kalian. Dan sekalipun dalam hal-hal yang berhubungan dengan 5 points Calvinisme ia tolol seperti kalian, tetapi dalam hal ini ia pandai.



4)   Waktu Nuh keluar dari bahtera, lalu beri persembahan kepada Allah, dan Allah mencium baunya
 dan lalu ‘menjadi bahagia’!

Tanggapan Budi Asali:

a)   Dari mana gerangan omong kosong itu? Dalam Kitab Suci saya tak ada!
Kej 8:20-22 - “(20) Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. (21) Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. (22) Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.’”.
Tanggapan Dji:
Dalam Kejadian 8:21 SECARA JELAS DAN GAMPANG DIMENGERTI bahwa TUHAN mencium persembahan yang HARUM itu. HARUM dalam pengertian bahasa manusia bahwa Tuhan senang atau Tuhan bahagia. Oleh karena itu Tuhan berfirman dalam hatiNya: Aku takkan mengutuk bumi ini lagi........
Saya yakin bahwa Bpk. Budi Asali, M. Div tentu tidak akan ketemu dalam Alkitabnya yg tertulis “lalu bahagia”. Karena “Tuhan mencium persembahan yang HARUM itu” adalah bahasa antromorfisme (bahasa yang Tuhan pakai supaya manusia tahu, bahwa Tuhan senang / bahagia atas persembahan Nuh itu.)
Bagaimana mungkin orang seperti Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div tidak bisa mengerti ini?.....hehehehe... sabar ya pak?....

Tanggapan Budi Asali:
Aku ngerti bahasa itu nak, tetapi kamu yang tidak ngerti maksudku (atau pura-pura nggak ngerti?). Yang aku tekankan bukan ‘bahagia’, tetapi ‘menjadi’. Kalau saat itu Ia ‘menjadi’ senang / bahagia, bukankah secara implicit tadinya Ia tidak bahagia? Bisakah Allah tidak bahagia, nak?
Memang kalau dilihat ayat alkitab itu sendiri, tak ada kata ‘bahagia’, nak! Yang ada hanya ‘Tuhan mencium persembahan yg harum’ dsb. Lalu mengapa mesti ditafsirkan ‘bahagia’ oleh kakek gurumu yg ‘alkitabiah’ itu? Dia sulapan lagi? Menurut aku, dan juga Adam Clarke, jauh lebih tepat ditafsirkan bahwa Ia mencium bau harum persembahan itu, dan itu ‘memperkenan hatiNya’. Ini juga bahasa Anthropomorphisme, nak, tetapi ‘memperkenan hati’ berbeda dg ‘menjadi bahagia’! Bilang kakek gurumu itu untuk lebih hati-hati dalam menggunakan kata. Jangan ngawur saja seperti anak SD atau seperti orang yang tak pernah sekolah.



b)   Kalau Allah ‘menjadi
 bahagia’, berarti tadinya tidak bahagia?

Tanggapan Dji:
Ini adalah asumsi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri yang berlebihan dan membuat pertanyaan ukuran anak SD. Padahal tidak ada pernyataan Dr. Suhento Liauw yang mengatakan “tadinya Allah tidak bahagia”. Allah selalu bahagia sekalipun tidak ada manusia. jadi, jangan membuat asumsi-asumsi yang berlebihan dan konyol, Bapak Pendeta Budi Asali, M. Div!.

Tanggapan Budi Asali:
Oh, tadi anak SDmu mengerti, sekarang mereka salah mengerti. Mereka terlalu banyak kumpul orang-orang GBIA barangkali, sehingga dari pandai menjadi tolol?
Aku maksudkan ‘implicit’, nak! Itu bukan konyol, nak! Juga bukannya berlebih-lebihan. Coba jelaskan bagaimana ‘menjadi bahagia’, itu tadinya bisa ‘sudah bahagia’? Jadi, orang yang sudah berbahagia bisa dikatakan ‘menjadi bahagia’???
Kalau aku ‘menjadi kaya’, maka tadinya aku tidak kaya. Kalau aku menjadi marah, tadinya aku tidak marah. Kalau Allah ‘menjadi bahagia’????? Jawab sendiri, nak! Dan cobalah untuk tidak konyol dan berlebihan!


5)   Darah di ambang pintu (tulah ke 10) diberikan di atas, kiri dan kanan, membentuk salib! Juga ular tembaga ditaruh di atas tiang, supaya tidak melorot diberi kayu horizontal, dan lagi-lagi membentuk salib!

Tanggapan Budi Asali:
Tafsiran kampungan dan menambahi Alkitab (bertentangan dengan Sola Scriptura)!

Kel 12:7 - “Kemudian dari darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya.”.

Memang ada kata-kata ‘kedua tiang pintu’, berarti di kiri dan kanan, lalu ada ‘ambang atas’, berarti di atas, tetapi kalau tidak ada ‘di bawah’, bagaimana bisa membentuk salib???

Lalu tentang peristiwa ular tembaga, mari kita lihat ceritanya dalam Alkitab.
Bil 21:4-9 - “(4) Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan. (5) Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: ‘Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.’ (6) Lalu TUHAN menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati. (7) Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: ‘Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkanNya ular-ular ini dari pada kami.’ Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu. (8) Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.’ (9) Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup.

Dimana gerangan ada kata-kata ‘supaya tidak melorot lalu diberi kayu horizontal’? Lagi mengigau, Pak Suhento?

Hal lain yang harus diketahui adalah: sebetulnya kita tidak tahu bagaimana bentuk salib Kristus. Kata ‘salib’ dalam bahasa Yunani adalah STAUROS, dan sebetulnya berarti ‘an upright pole’ (= tiang tegak). Dan salib yang paling awal memang hanya berbentuk satu tiang tegak. Karena itu tak perlu merasa heran kalau Saksi Yehuwa menggunakan tiang tegak sebagai salib Kristus. Tetapi memang belakangan muncul variasi-variasi bentuk salib, sehingga ada yang berbentuk X, Y, T, dan juga seperti salib yang kita kenal. Lalu yang mana yang merupakan salib yang digunakan untuk Yesus? Satu-satunya alasan untuk memilih salib yang paling umum adalah karena dikatakan bahwa di atas kepala Yesus dituliskan kata-kata ‘Yesus dari Nazaret, raja orang Yahudi’. Kalau salib berbentuk X, Y, atau T, dimana tulisan itu mau diletakkan? Jadi, dipilih salib yang kita kenal itu. Tetapi ini argumentasi yang sangat lemah, karena untuk salib yang manapun, bisa diberi tulisan, menggunakan papan yang diikat dengan tali. Apalagi salib yang berbentuk tiang tegak, tentu tak ada masalah dengan pemberian tulisan itu.
Kesimpulan: bahwa salib Yesus dikatakan berbentuk seperti yang sekarang kita kenal, merupakan sesuatu yang sangat tidak pasti!

Tanggapan Dji:
Dr. Suhento Liauw seorang Kristen Fundamental Alkitabiah mengajarkan Alkitab adalah satu-satunya Firman Tuhan (di luar Alkitab tidak ada Firman Tuhan), TIDAK MUNGKIN menambahi Firman Tuhan atau mengurangkan Firman Tuhan, karena itu bertentangan dengan pengajaran dan keyakinannya sendiri.

Tanggapan Budi Asali:
Kamu naif, nak! Saksi Yehuwa juga mengakui kalau alkitab adalah satu-satunya Firman Allah, tetapi tafsiran mereka lucu-lucu, hampir sama lucunya dengan tafsiran kakek gurumu!
Untuk bisa membentuk salib yg dimaksudkan oleh Suhento Liauw, maka harus ada atas, bawah, kiri dan kanan, bukankah begitu, nak? Dia punya cuma atas, kiri, kanan, kok bisa jadi salib? O ya, tentu bisa karena dia pesulap, atau penafsir ‘independent’ / ‘bebas’!


Darah di ambang pintu (Domba Paskah dalam tulah ke 10 ) jelas mengacu kepada Yesus Kristus yang disalibkan (Yoh. 1:29 “Pada keesokan harinya  Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”) Darah domba paskah yang dibubuhkan kedua tiang pintu dan ambang atas hanya mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus disalibkan untuk semua manusia yang berdosa. Adalah sangat mengherankan saya jika Bapak Pendeta Budi Asali, M. Div ini meributkan/mempermasalahkan “bentuk salibnya”. Beliau mengkritik lambang yang dibubuhkan, bukannya melihat inti/hakekat dari perayaan domba paskah dan ular tembaga itu sendiri. Tentang ular tembaga yang dibuat oleh Musa ini Rasul Yohanes berkata: (Yoh. 3:14-15) “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”

Tanggapan Budi Asali:
Aku sudah tahu kalau domba Paskah maupun ular tembaga merupakan TYPE-TYPE dari Yesus, nak. Aku tahu itu sebelum kamu lahir, nak. Aku tak persoalkan itu, tetapi hanya bagaimana bisa atas, kiri, kanan, kok membentuk salib? Itu dalam bahasa Inggrisnya ‘ridiculous’ atau ‘absurd’, nak!
Juga kayu horizontalnya muncul dr mana, nak? Disulap lagi, nak? Kalau itu tidak menambahi alkitab, itu namanya apa, nak?
Aku meributkan / mempermasalahkan bentuk salibnya, nak? Yang meributkan / mempermasalahkan bentuk salibnya kan kakek gurumu sendiri, nak? Bukankah dia yang mengatakan darah di atas, di kiri, di kanan ambang pintu membentuk salib? Juga bahwa tiang untuk ular tembaga diberi kayu horizontal shg membentuk salib?
Aku bukan mengkritik lambangnya, nak! Lambangnya tak salah, mengapa aku kritik? Aku mengkritik kakek gurumu, pada waktu ia menceritakan lambang itu, karena ia menceritakannya secara berbeda dengan waktu alkitab menceritakannya! Ngerti, nak? Bilang dia, supaya jangan terlalu banyak berkhayal, atau menafsir secara ‘independent’, tetapi lebih banyak baca alkitab.



6)   Baptisan harus selam, kalau tidak seperti Kain yang beri persembahan hasil bumi dan bukan binatang. Kata Yunani BAPTIZO artinya dicelup / direndam. Jadi, orang yang dibaptis percik sama saja dengan belum dibaptis!

Tanggapan Budi Asali:
Dalam seminar itu mula-mula ia mengatakan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan, tetapi anehnya pada waktu menekankan keharusan baptisan selam, ia mengatakan bahwa orang yang menggunakan baptisan percik adalah seperti Kain, yang bukannya mempersembahkan binatang tetapi mempersembahkan tanaman. Bukankah ia menjadikannya sebagai sesuatu yang bersifat hakiki / mutlak untuk keselamatan? Ia secara bodoh mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan ajarannya di bagian depan.

Kata Yunani BAPTIZO memang bisa berarti ‘celup’ atau ‘rendam’, tetapi tidak harus berarti seperti itu! Akan saya buktikan dari penggunaan kata itu dalam Alkitab sendiri.

1.   Mark 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.
KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).
Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.
Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.

Tanggapan Dji:
Hampir semua mahasiswa theologi tahu apa arti literal / hurufiah kata “BAPTIZ = selam/celup,” sedangkan ”RANTIZ = percik”.

Tanggapan Budi Asali:
Lagi-lagi ‘hampir semua mahasiswa’ yang mana? Dr sekolah theologia kalian, yang suka menafsir secara independent itu? Hahaha.
Aku pakai Bible Works 7, yang aku tahu Suhento Liauw juga punya di laptop yang dia pakai waktu seminar. Aku sorot kata ‘baptized’ dlm KJV dari Mat 3:6, dan di sebelah kanan muncul penjelasan / arti sbb:
907 bapti,zw baptizo {bap-tid'-zo}
Meaning:  1) to dip repeatedly, to immerse, to submerge (of vessels sunk) 2) to cleanse by dipping or submerging, to wash, to make clean with water, to wash one's self, bathe 3) to overwhelm

Karena itu aku katakan bahwa BAPTIZO BISA berarti ‘selam’ (maksudnya itu salah satu arti, tetapi bukan satu-satunya arti!). Dalam arti-arti yang diberikan oleh Bible Works 7 itu, ada arti ‘mencuci’, ‘membersihkan dengan air’. Ini tidak harus dilakukan dengan merendam, nak! Kalau kamu punya sepeda motor dan kamu mau mencucinya, kamu rendam sepeda motormu? Kalau ya, lain kali coba cuci pesawat terbang atau kereta api, nak!

Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div SENDIRI DI ATAS MENGAKUI bahwa “Dr. Suhento Liauw mengajarkan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan.” Tetapi kemudian justru komentar Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri yang “menyerang balik” dengan berkata “Dr. Suhento menjadikannya (baptisan) sebagai sesuatu yang bersifat hakiki/mutlak untuk keselamatan?” ini adalah BUKTI  FITNAH  seorang Bapak yang bernama Pdt. Budi Asali, M. Div, yang bertentangan dengan ajaran guru kami Dr. Suhento Liauw.

Tanggapan Budi Asali:
Nak, kamu tak mengerti maksudku atau pura-pura tak mengerti? Kalau yang pertama, kamu tolol, kalau yang kedua, kamu pendusta! Yang mana yg benar, nak?
Aku justru menunjukkan kalau ajaran kakek gurumu itu saling bertentangan. Mula-mula dia mengatakan bahwa baptisan itu tidak hakiki, tetapi lalu belakangan dia katakan bahwa kalau tidak dibaptis selam, itu seperti Kain yg memberi persembahan tanaman! Bukankah jadi hakiki, nak? Jadi, ini seranganku, nak, bukan fitnahan. Coba jawab, nak! Dan minta tolong kakek gurumu!

Mengenai “Baptizo” dalam Markus 7:4 penggunaan Yunaninya  (TR) adalah BAPTISONTAI. Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri juga MENGAKUI bahwa arti Baptizo adalah “celup atau rendam”. Tetapi herannya ia tidak mau menaati perintah baptis itu sendiri, dengan mengatakan kata itu (baptizo) “tidak harus berarti seperti itu (maksudnya tidak harus celup/rendam).”

Tanggapan Budi Asali:
STTmu pasti kekurangan murid, nak, karena kalau aku punya murid setolol kamu, sudah aku pecat dari dulu. Orang setolol kamu, jadi tukang parkirpun nggak pantas, nak!
Kalau aku katakan, “‘heart bisa berarti jantung”, maka maksudnya “tidak harus berarti ‘jantung’”. Ngerti maksudku, nak? ‘Heart’ bisa berarti lain, yaitu ‘hati’ (bukan ‘hati’ dlm arti organ tubuh, nak, tetapi ‘hati’ sebagai pusat dari manusia). Apanya yg kontradiksi? IQmu berapa nak? Ada 30??? Kamu mestinya bukan masuk sekolah theologia, tetapi SLB!

Kalau ada orang berkata “jalan” tetapi maksudnya “lari” atau ia berkata “duduk” tetapi maksudnya “berdiri”... yah.....akan repot kita memahami omongan orang demikian.
Tanggapan Budi Asali:
Ini tak ada hubungannya dengan kata-kataku, nak!
Tetapi coba baca kalimat ini dan artikan! “Kemarin ada kecelakaan, dan korbannya segera ‘dilarikan’ ke rumah sakit”. Atau kalimat ini. “Orang itu ditangkap polisi karena ‘melarikan’ anak gadis di bawah umur”. Apa arti ‘dilarikan’ dan ‘melarikan’ di sini? Mereka sungguh-sungguh lari?

Kesimpulan saya: Kalau Alkitab bilangnya “Baptis” maka itu harusnya selam/rendam/celup ke dalam air, bukan percik seperti yang DI-INGIN-KAN oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini.
Tanggapan Budi Asali:
Siapa menginginkan percik, nak? Pandanganku dalam baptisan adalah ini: semua boleh, mau selam, mau tuang, mau percik, aku tak pusingkan yang manapun. Justru kalian yang sok benar, yang anggap selam sebagai satu-satunya baptisan yang sah. Itu yang aku anggap tolol!


Seharusnya sebagai orang yang mengakui Alkitab satu-satunya firman Tuhan (Sola Scriptura) kita tidak perlu meragukan ada kebiasaan orang Yahudi yang merendam belanga atau meja sekalipun, dengan mencari alasan-alasan yg “aneh” untuk tidak mau menaati Firman Tuhan, dengan gampangnya Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div berkata “biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.” Padahal ini hanya sebuah asumsi praduga beliau belaka. Dari mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div mengetahui bahwa “biasanya” orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air? Ini adalah praduga tanpa bukti.
Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, kamu mewarisi kebiasaan kakek gurumu, dengan memberi pernyataan tanpa dukungan apapun. Apa alasannya mengatakan itu kebiasaan mereka? Kalau aku, aku punya logikanya yang sangat masuk akal. Mereka hidup di tanah yang sukar dapat air, jadi pasti menghemat air. Tetapi kamu bilang mereka terbiasa mencuci meja dengan merendamnya? Dapat air dr mana, nak? Embahmu yg kirim?
Dan jawab pertanyaanku di atas tadi. Kamu mencuci sepeda motor dengan merendam? Kalau ya, coba lain kali cucikan mobilku! Hahaha!

Dalam imamat 14:5 “imam harus memerintahkan supaya burung yg seekor disembelih di atas belanga tanah berisi air mengalir (tentu pencucian belanga ini terjadi di dalam sungai), bukan dibasuh atau disiram. ini salah satu contoh ayat yg mendukung belanga di rendam/dicelup di dalam air.

Tanggapan Budi Asali:
  • Im 14:5 - Imam harus memerintahkan supaya burung yang seekor disembelih di atas belanga tanah berisi air mengalir”.

Bagian mana dari ayat itu yang menunjukkan kalau belanga direndam dlm air? Dan dari mana kamu bilang bahwa ini merupakan ‘pencucian belanga’? Kamu buta huruf, nak? Bandingkan dg tafsiran Adam Clarke ttg ayat ini, nak!

Adam Clarke: [Over running water.] Literally, "living," that is, spring water. The meaning appears to be this: Some water (about a quarter of a log, an eggshell and a half full, according to the rabbis) was taken from a spring, and put into a clean earthen vessel, and they killed the bird over this water, that the blood might drop into it; and in this blood and water mixed they dipped the instrument before described and sprinkled it seven times upon the person who was to be cleansed. The living or spring water was chosen because it was purer than what was taken from pits or wells, the latter being often in a putrid or corrupt state; for in a ceremony of purifying or cleansing, everything must be as pure and perfect as possible.

Catatan: kalau tak mengerti bahasa Inggrisnya, tanya kakek gurumu, nak!


2.   Luk 11:38 -
 “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci(EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.
Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.

Tanggapan Dji:
Lukas 11:38 “tidak mencuci” di sini berarti tidak mencuci dengan tidak mencelupkan/tidak merendamkan tangan-Nya ke dalam air. Justru tidak ada bukti kuat bahwa ayat ini bisa berarti mencurahkan air pada tangan. “Mencurahkan air pada tangan” adalah hasil penafsiran Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri untuk mendukung doktrinnya.

Tanggapan Budi Asali:
Lagi-lagi logikanya, orang yang hrs hemat air tentu tak mencuci tangan dengan merendam. Disamping itu, William Barclay, yang jago dlaam urusan tradisi, latar belakang dan sebagainya, mengatakan sebagai berikut dalam tafsirannya tentang Mark 7:1-4 (yang juga membicarakan tentang cuci tangan yang sama seperti dalam Luk 11:38):
There were definite and rigid rules for the washing of hands. Note that this hand-washing was not in the interests of hygienic purity; it was ceremonial cleanness which was at stake. Before every meal, and between each of the courses, the hands had to be washed, and they had to be washed in a certain way. The hands, to begin with, had to be free of any coating of sand or mortar or gravel or any such substance. The water for washing had to be kept in special large stone jars, so that it itself was clean in the ceremonial sense and so that it might be certain that it had been used for no other purpose, and that nothing had fallen into it or had been mixed with it. First, the hands were held with finger tips pointing upwards; water was poured over them and had to run at least down to the wrist; the minimum amount of water was one quarter of a log, which is equal to one and a half egg-shells full of water. While the hands were still wet each hand had to be cleansed with the fist of the other. That is what the phrase about using the fist means; the fist of one hand was rubbed into the palm and against the surface of the other. This meant that at this stage the hands were wet with water; but that water was now unclean because it had touched unclean hands. So, next, the hands had to be held with finger tips pointing downwards and water had to be poured over them in such a way that it began at the wrists and ran off at the finger tips. After all that had been done the hands were clean”.

Ngerti bahasa Inggris, nak? Kalau tidak, tanya kakek gurumu, ya nak? Atau baca tanggapan Pdt Esra terhadap tulisanmu, yang juga memberikan kutipan dari William Barclay, tetapi dlm versi Indonesia. Dan asal tahu saja, nak, Barclay ini jago dalam urusan tradisi dan kebudayaan pada jaman itu di tempat itu! Dan ia mengatakan bahwa tradisi cuci tangan ini airnya dicurahkan, bukan tangannya direndamkan ke dalam air, nak! Lebih cocok dengan baptis tuang, nak, tidak cocok dengan baptis selam.


3.   1Kor 10:2 -
 dibaptis dalam awan dan dalam laut’.
Kata Yunaninya adalah EBAPTISANTO.
Dua hal yang harus diperhatikan:
a.   Orang Israel berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air adalah orang Mesir!
b.   Awan tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20). Juga awan itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan baptisan percik, bukan selam.

Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!

Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka).

Tanggapan Dji:
I Kor. 10:2 “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua (orang-orang Israel yg menyeberangi laut Merah) telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.” Paulus sendiri mencatatkan begitu adanya, dan memang begitu fakta sejarahnya. Theologi Rasul Paulus mengatakan “mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Ini bertentangan dengan theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang mengatakan “mereka (orang Israel) tidak direndam/diselam dalam awan dan dalam laut!.” Ajaran Dr. Suhento Liauw adalah sama seperti yg diajarkan oleh Rasul Paulus, yaitu melihat orang-orang Israel telah dibaptis dalam awan dan laut, ini bertentangan dengan ajaran Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yg mengatakan mereka tidak dibaptis dalam awan dan dalam laut.
Jelas orang Israel berjalan di tempat kering (Kel. 14:22 dan ayat 29) tetapi tempat kering di dalam laut (di tengah-tengah laut). “Sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.” Bukankah ini sudah sangat jelas bahwa mereka semua telah masuk ke dalam laut Merah? Tidakkah ini membuat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengerti Baptisan yg dimaksud oleh Rasul Paulus dalam I Kor. 10:2 ?........  atau adakah bangsa Israel melewati laut Merah dengan dipercik/dicurahkan air laut?...atau diteteskan air seperti dugaan Bpk. Budi Asali, M. Div?......... (tidak ada yang salah dengan pernyataan Barnes di atas, karena orang Israel memang awan dan air tidak menyentuh mereka), tetapi ini juga bukan otomatis berarti mereka tidak dibaptis dalam awan dan air, karena Theologi Rasul Paulus meneguhkan bahwa bangsa Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. (1Kor. 10:2). Sekali lagi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini bertentangan dengan theologi Paulus.

Tanggapan Budi Asali:
Mereka memang masuk ke Laut Teberau, tetapi mereka tidak terendam air, nak! Kamu sendiri menuliskan ‘tempat kering’! Yang terendam air, adalah orang Mesir. Jadi, dengan praktek baptis selam, kamu jadi seperti Firaun dan kambrat-kambratnya! Hahaha.
Aku kira aku tak perlu jelaskan point ini lebih jauh, karena yang punya otak pasti sudah mengerti maksudku! Kalau ada yg belum mengerti, mereka tak punya otak, jadi dijelaskan lagi juga percuma!



4.   Ibr 9:10 -
 “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macampembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.
Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macampersembahan. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.
Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.
NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan).
RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian).
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.
Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik.


Tanggapan Dji:
Dalam Ibrani 9:10 memang bahasa Yunani yang digunakan di situ adalah BAPTISMOIS (LAI.2009 Terjemahkan: pelbagai macam pembasuhan). Ayat ini tidak otomatis mendukung pembasuhan dgn cara percik, karena kata yang dipakai adalah BAPTISMOIS. Jadi,  ayat ini justru mendukung pembasuhan dengan cara direndam/dicelup, karena arti Baptis adalah rendam/celup.
Sedangkan dalam Ibrani 9:13 kasusnya berbeda, (bukan menggunakan BAPTIMOIS) kata yg dipakai adalah RANTIZOUZA dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:19 kata yg dipakai adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik), Ibr. 9:21 kata yg dipakai adalah ERRANTISEN dari kata RANTIZ (yg memang harus diterjemahkan percik).
Jadi, dalam bahasa aslinya (Yunani) Ibr. 9:10 dari kata BAPTISMOIS (celup/rendam) sedangkan dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dari kata RANTIZ (percik), bukan dari kata “baptis” seperti dugaan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas yg tidak teliti memperhatikan bahasa Yunani dalam Ibr. 9:13, 19, 21 dengan berkata “karena itu jelas bahwa  disini kata “baptis”tidak diartikan selam/celup, tetapi percik.” Padahal dalam bahasa aslinya untuk ke tiga ayat ini (ibr. 9:13,  19, 21) memang menggunakan kata “Rantiz” (bukan kata “Baptiz” yg diduga oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div). Jangan disama-ratakan dong Pak?..... kasihan orang yg tidak teliti nanti. Karena dalam ayat Ibrani 9:10 saja yg menggunakan kata Baptiz di situ, yg lainnya memang menggunakan kata Rantiz.
Sekali lagi ini membuktikan keinginan Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div yg ingin mencomot ayat-ayat tertentu (tanpa memperhatikan akar kata ibr. 9:13, 19, 21) untuk mendukung doktrin perciknya.

ini saya MASIH BELUM MENGUTIP BUKTI-BUKTI bahwa Alkitab mendukung Baptisan selam / rendam / celup ke dalam air.

Tanggapan Budi Asali:
Siapa yg mengatakan kedua kata itu sama, nak? Baca lagi kata-kataku di atas, nak! Lalu, sekarang kita baca seluruh konteks, ya nak?

Ibr 9:9-14 - “(9) Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka, (10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, -- (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.

John Owen: They consisted in, or were concerning ‘divers washings’ Baptismo>v is any kind of washing, whether by, dipping or sprinkling, - putting the thing to be washed into the water, or applying the water unto the thing itself to be washed. Of these washings there were various sorts or kinds under the law: for the priests were washed, Exodus 29:4; and the Levites, Numbers 8:7; and the people, after they had contracted any impurity, Leviticus 15:8, 16. But the apostle seems to have particular respect unto the washings of the priests and of the offerings in the court of the tabernacle, before the altar; for these were such, as without which the gifts and sacrifices could not be rightly offered unto God (= ) - ttg Ibr 9:10.

John Owen: And therefore the words in the close of the verse, expressing the end and effect of these ordinances, ‘sanctifieth the unclean unto the purifying of the flesh,’ are not to be restrained unto them immediately foregoing, ‘the ashes of an heifer sprinkled;’ but an equal respect is to be had unto the other sort, or ‘the blood of bulls and of goats.’ (= ) - ttg Ibr 9:13.

John Owen: Wherefore by ‘bulls and goats,’ by a usual synecdoche, all the several kinds of clean beasts, whose blood was given unto the people to make atonement withal, are intended. So is the matter of all sacrifices expressed, Psalm 50:13, ‘Will I eat the flesh of bulls, or drink the blood of goats?’ Sheep are contained under goats, being all beasts of the flock. And it is the ‘blood’ of these bulls and goats which is proposed as the first way or means of the expiation of sin, and purification under the law. For it was by their blood, and that as offered at the altar, that atonement was made, Leviticus 17:11. Purification was also made thereby, even by the sprinkling of it (= ) - ttg Ibr 9:13.

John Owen: The second thing mentioned unto the same end, is ‘the ashes of an heifer,’ and the use of them; which was by ‘sprinkling.’ The institution, use, and end of this ordinance, are described at large, Numbers 19. And an eminent type of Christ there was therein, both as unto his suffering and the continual efficacy of the cleansing virtue of his blood in the church (= ) - ttg Ibr 9:13.

John Owen: The blood of the heifer being slain, was sprinkled by the priest seven times directly before the tabernacle of the congregation, verse 4: so is the whole church purified by the sprinkling of the blood of Christ (= ) - ttg Ibr 9:13.

John Owen: (6.) Cedar wood, hyssop, and scarlet, were to be cast into the midst of the burning of the heifer, verse 6; which were all used by God’s institution in the purification of the unclean, or the sanctification and dedication of any thing unto sacred use, to teach us that all spiritual virtue unto these ends, really and eternally, was contained in the one offering of Christ. (7.) Both the priest who sprinkled the blood, the men that slew the heifer, and he that burned her, and he that gathered her ashes, were all unclean, until they were washed, verses 7-10: so when Christ was made a sin-offering, all the legal uncleannesses, that is, the guilt of the church, were on him, and he took them away (= ) - ttg Ibr 9:13.

John Owen: The manner of the application of this purifying water was by sprinkling, being sprinkled; or rather, transitively, ‘sprinkling the unclean.’ Not only the act, but the efficacy of it is intended. The manner of it is declared, Numbers 19:17, 18. The ashes were kept by themselves. When use was to be made of them, they were to be mingled with clean living water, water from the spring. The virtue was from the ashes, as they were the ashes of the heifer slain and burnt as a sin-offering. The water was used as the means of their application. Being so mingled, any clean person might dip a bunch of hyssop (see Psalm 51:7) into it, and sprinkle any thing or person that was defiled. For it was not confined unto the office of the priest, but was left unto every private person; as is the continual application of the blood of Christ. And this rite of sprinkling was that alone in all sacrifices whereby their continued efficacy unto sanctification and purification was expressed. Thence is the blood of Christ called ‘the blood of sprinkling,’ because of its efficacy unto our sanctification, as applied by faith unto our souls and consciences (= ) - ttg Ibr 9:13.

Aku yakin kamu pusing kalau baca kata-kata John Owen ini. Kalau tak mengerti, tanya kakek gurumu, dan kalau dia tak mengerti juga, SURUH DIA TANYA AKU!


Argumentasi-argumentasi lain bahwa bahwa baptisan tidak harus dilakukan dengan selam, tetapi boleh dengan percik, adalah:

a)   Ada banyak kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam.
Dalam Kitab Suci ada banyak contoh dimana baptisan tidak dilakukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kis 2:41  Kis 9:18  Kis 10:47-48  Kis 16:33). Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyela­man karena hal itu terjadi di dalam penjara!

Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed dan pendukung baptisan percik, berkata:
“In Acts 2:41, three thousand persons are said to have been baptized at Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in June; and in Acts 4:4, the same rite is necessarily implied in respect to five thousand more. ... There is in summer no running stream in the vicinity of Jerusalem, except the mere rill of Siloam of a few rods in length; and the city is and was supplied with water from its cistern and public reservoirs. From neither of these sources could a supply have been well obtained for the immersion of eight thousand persons. The same scarcity of water forbade the use of private baths as a general custom” [= Dalam Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan dalam Kis 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara yang sama dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ...Pada musim panas, tidak ada sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil dari Siloam yang panjangnya beberapa rod (NB: 1 rod = 5 meter); dan kota itu, baik sekarang maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk / kolam air milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa menyuplai air untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang penggunaan bak mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.
Catatan: Kis 4:4 seharusnya ‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan 5000 orang’.

Charles Hodge lalu menambahkan sebagai berikut:
“The baptismal fonts still found among the ruins of the most ancient Greek churches in Palestine, as at Tekoa and Gophna, and going back apparently to very early times, are not large enough to admit of baptism of adult persons by immersion, and were obviously never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna, dan jelas berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk penggunaan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.

Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sangat mempercayai kata-kata dari Charles Hodge (dari pada  untuk percaya kpd kata-kata dari Alkitab), bahkan ia lupa untuk menganalisa Alkitab dan bahkan lupa untuk menganalisa tulisan Charles Hodge sendiri, sehingga ia berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam”. Jangan pakai rasa-rasa, dong Pak ?..........(bagaimana mungkin Bapak membangun doktrin/pengajaran dengan perasaan?)

Tanggapan Budi Asali:
Kamu bilang aku lebih percaya kpd Hodge dari pada kpd alkitab. Aku tanya: dimana dalam ayat ini dikatakan ‘baptisan SELAM’? Mana kata-katanya, nak? Kamu lagi-lagi buta huruf atau berhalusinasi? Yang mengatakan bahwa ini ‘selam’, JUGA Menafsirkan, nak! Jadi, aku lebih percaya Hodge daripada para penafsir-penafsir yg tolol itu, bukan lebih percaya Hodge daripada alkitab!

Dalam berargumentasi, kadang-kadang memang ada argumentasi yang tidak bisa dipastikan 100 %, tetapi 95 % atau 99 %, dan kalau aku menggunakan argumentasi yang seperti itu, aku secara jujur menggunakan kata ‘rasanya’ atau kata yang sejenis dengan kata itu. Kalau cuma yakin 99 % mengapa dipakai? Semua orang berargumentasi dengan cara itu, nak! Dan dalam beragumentasi tentang ‘ketidak-harusan’ menggunakan baptisan selam, aku menggunakan beberapa / banyak argumentasi yang aku yakin 99 % ini, sehingga beberapa dari argumentasi yang meyakinkannya cuma 99 %, pada waktu digabungkan, menjadi mustahil untuk salah! Ngerti, nak? Kata-katamu yang tahu-tahu lari kepada ‘perasaan’ cuma membuktikan ketololanmu!

Mari kita lihat: (per ayat akan di kupas tuntas):

Tanggapan Budi Asali:
Jagan sok pinter kalau bicara, nak. Tingkatanmu belum memungkinkan kamu mengupas ayat-ayat alkitab, apalagi mengupas tuntas! Bahkan kakek gurumu belum tingkatannya untuk lakukan itu, apalagi kamu yang masih bau kencur! Aku tak sembarang bicara, karena aku lihat bagaimana kakek gurumu menafsirkan ayat-ayat alkitab, sehingga menjadi lelucon!

Kata Alkitab: Kis. 2:41 “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” Ayat ini adalah lanjutan dari Kis. 2:1 “Ketika tiba hari Pentakosta, SEMUA ORANG PERCAYA berkumpul di satu tempat”. SEMUA ORANG PERCAYA berarti termasuk 12 Rasul dan 120 orang yg berkumpul juga (pada hari pemilihan Matias jadi Rasul menggantikan Yudas). jadi, ketika jumlah 3.000 orang dibaptis dalam satu hari, itu bukanlah suatu angka yg sulit untuk dibaptis selam, karena yg membaptis tentu bukanlah Rasul Petrus seorang diri. Yang membaptis mereka (3.000 orang) minimal ada 12 orang Rasul yg membaptis atau bisa jadi yg 120 orang itu juga ikut membaptis. Jika 3.000 orang dibagi 132 orang untuk dibaptis maka masing-masing orang hanya membaptis antara 22 atau 23 orang. Jadi, tidak sampai satu jam sudah selesai acara pembaptisan selam. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam” Bapak Budi Asali, M. Div ?........ Kitab Suci juga TIDAK BERKATA “TIDAK ADA KOLAM DAN TIDAK ADA SUNGAI”. Kitab Suci berkata mereka semua (3.000 orang) dibaptis yang artinya diselam. (entah diselam di kolam atau di sungai, atau di bak mandi itu bukan esensinya, esensinya adalah mereka diselam/dibaptis).

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, anak kemarin sore ini memang sok pinter. 12 rasul semua membaptis aku setuju saja, tetapi 120 org itu jemaat awam, dan anak bau kencur ini katakan mrk ikut membaptis??? Aku tanya: di GBIA mu apakah orang awam boleh membaptis? Kalau kamu menganggap 120 org ini ikut membaptis, mengapa GBIAmu tidak mengikuti ayat ini (sesuai dengan tafsiranmu)? Jadi, pilihanmu adalah; atau GBIAmu tak alkitabiah, atau kamu sedang mengigau dalam menafsirkan ayat ini! Mau yg mana, nak?

Yerusalem cuma ada satu kolam, yaitu kolam Siloam (Yoh 9:7). Kalau kamu bilang ada kolam yg lain di Yerusalem, tunjukkan dArI alkitab, nak! Kamu yg bilang ada, jadi beban pembuktian ada padamu! Mereka sangat kekurangan air. Kolam itu milik umum. Kristen adalah agama yg ditentang oleh mayoritas Yahudi saat itu, dan juga oleh Romawi yang berkuasa saat itu. Kamu pikir dengan logikamu yang cuma sedikit itu, apakah mereka akan memperbolehkan 132 orang pembaptis + 132 orang yang dibaptis, semuanya mencebur ke dalam kolam itu. Dan yang 132 yang dibaptis terus bergantian dengan 132 orang yang lain, sampai jumlah 3000 itu selesai. Setelah selesai, aku yakin kolam itu jadi kolam susu coklat, yang pasti akan membuat sukacita semua orang Yahudi dan Romawi yang anti Kristen. Bagus bukan, logikamu, nak????

Atau karena baptis selam, mungkin kolam yang dalamnya 5,7 m itu memungkinkan mereka membaptis sambil disusun ke bawah, pasti bisa 3 susun, dan yang dibawah pakai masker oksigen!

Sekarang kalau yang membaptis hanya 12 org rasul, maka tiap-tiap rasul harus membaptis 250 org. Kalau 1 orang perlu waktu 1 menit, yang mana kelihatannya mustahil, maka tetap dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam! Pasti para rasul kena flu pada malamnya! Dan kalau membaptisnya seperti pendeta-pendeta jaman sekarang pada waktu membaptis selam, dimana tangan pendeta menahan orang yang digeblakkan ke belakang, maka pasti para rasul punya otot bisep  spt Arnold Swarzeneger!

Mau tahu ukuran kolam itu, nak?
Easton’s Bible Dictionary (ttg ‘Siloam’): The pool is 53 feet in length from north to south, 18 feet wide, and 19 deep.

Jadi kolam hanya berukuran panjang sekitar 16 m, lebar 4,80 m, dan dalamnya 5,70 m. Bayangkan bagaimana 264 org masuk ke kolam sekecil itu, lalu yang 132 keluar dan diganti dengan 132 org yg lain. Pasti meriah sekali ya, jadi seperti masuk diskotik yang penuh sesak!

Mau yg lebih heboh lagi?
Smith’s Bible Dictionary (ttg ‘Siloam’): This pool is oblong, about 52 feet long, 18 feet broad and 19 feet deep; but it is never filled, the water either passing directly through or being maintained at a depth of three or four feet.
Jadi kolam yang dalamnya 5,7 m itu hanya diisi sebanyak 3-4 kaki (90 cm - 120 cm). Kalau mau selam pasti akan menyukarkan, apalagi kalau seperti gereja yang melakukan selam dengan orangnya digeblakkan kebelakang. Dan pasti membuat susun tak mungkin, dan juga yang sudah sesak menjadi makin sesak lagi!

Mari perhatikan dengan teliti: Systematic Theology Charles Hodge vol. III hal. 534 yg dikutip Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div tidak bisa dijadikan standar kebenaran (karena Charles Hodge berkata “Kis 2:41 terjadi di bulan Juni, di musim panas, tidak ada sungai yg mengalir di Yerusalem dan sekitarnya kecuali sungai kecil dari Siloam). Charles Hodge ingin menutup kemungkinan argument baptis selam, tetapi akhirnya ia sendiri menambahkanbak-bak untuk membaptis yg ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna dan jelas berasal dari waktu yg sangat awal...”.kemudian Charles Hodge kembali cepat-cepat menutup kemungkinan baptis selam dengan melanjutkan berkatatidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk penggunaan seperti itu.” –‘Systematic Theology’-Vol. III hal. 534.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div terlalu cepat dan terlalu yakin kepada omongan Charles Hodge daripada untuk percaya kepada tulisan Alkitab sendiri. Saran saya untuk Charles Hodge dan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div: BAK-BAK UNTUK MEMBAPTIS YG DITEMUKAN di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina SUDAH JELAS FUNGSINYA YAITU UNTUK MEMBAPTIS SELAM, tidak mungkin BAK-BAK itu untuk dijadikan kolam renang anak sekolah minggu atau untuk pelihara bebek gereja!.

Tanggapan Budi Asali:
Dlm seminar Suhento Liauw kemarin, ia mengecam orang-orang dari kelompok Yahweh-isme, yang setelah ia tujukkan encyclopedia, dictionary dan sebagainya yang menunjukkan bahwa kata ‘Allah’ berasal dr kata ‘al’ dan ‘ilah’, yg artinya ‘the God’, tetapi tak mau percaya pada buku-buku itu.
Padahal encyclopedia dan dictionary itu yg menulis juga orang, bukan begitu nak? Bedanya Hodge menulis buku tafsiran. Sama-sama orang. Mengapa orang-orang dari kelompok Yahweh-isme itu harus percaya pada encyclopedia dan dictionary milik Suhento, sedangkan murid Suhento boleh mengabaikan kata-kata Hodge, yang aku yakin tidak kalah terpelajar dibandingkan dengan penulis-penulis encyclopedia / dictionary itu?

Disamping, kalau kamu mau tak percaya Hodge, maka konsistenlah dengan ketidak-percayaanmu. Kamu mau menerima kata-kata dia tentang bak-bak itu, tetapi tidak mau menerima kata-kata dia selanjutnya yg mengatakan bak-bak itu kecil shg tak mungkin digunakan untuk baptis selam. Bukankah tak konsekwen, nak??? Ini bukan masakan dr restoran Padang, nak, yg enak diambil, yg tidak enak, ditinggalkan!

Kalau bak itu memang untuk membaptis, dan baknya kecil, maka baptisan bisa dilakukan dengan tuang atau percik. Mungkin lebih cocok tuang. Lalu mengapa pakai bak? Kok tidak gelas isi air saja langsung dituangkan? Kalau pakai bak, orang yang dibaptis bisa berdiri di bak itu, sehingga air yang dituangkan ke kepalanya tidak membasahi lantai tetapi ditampung oleh bak itu. Kalau tanpa bak, air yg membasahi lantai dlm kebaktian tentu saja tidak menyenangkan! Kecuali mbahmu mau jadi tukang pelnya! Hehehe.


Kata Alkitab: Kis. 9:18 ini adalah pertobatan Rasul Paulus. Paulus melihat cahaya memancar dari langit ketika ia dalam perjalanan ke Damsyik, tetapi ketika Paulus bertobat ia sedang di rumah Yudas alamatnya: Jalan Lurus (Kis. 9:11). Jadi, posisi Paulus bukan sedang dalam perjalanan lagi, tetapi ia ada di rumah Yudas. Jadi, mengapa “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam, Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div? Bagaimana mungkin orang sekaliber Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” (Padahal dalam ayat ini juga tidak dibilang “tidak ada kolam dan tidak ada sungai di rumah Yudas alamat Jalan Lurus itu”). Dari mana Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div bisa tahu bahwa di rumah Yudas tidak ada kolam/sungai/bak? Sedangkan praduga Bapak tanpa dasar dan bukti.

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, anak tolol ini memang otaknya kecil sekali (kalau ada). Tentang kata ‘rasanya’ sdh saya jelaskan di depan, tak perlu diulang. Ttg rumah Yudas, kamu bilang ‘tidak dibilang tidak ada kolam atau sungai’? Mengapa mengumbar ketololanmu di sini, nak? Memangnya rumahmu atau rumah mbahmu ada sungainya? Tentang kolam renang, pelajari buku2 yg menunjukkan keadaan rumah pd saat itu, dan sadarilah, mrk bukan punya rumah di Beverly Hills yg lalu pakai kolam renang segala macam. Pasti jg ada sauna, kolam yakuzi, lapangan tenis dan bahkan lapangan golf!
Kalau bak mandi, mungkin punya, sekalipun ini juga sgt belum tentu. Di ayatnya jg tak dikatakan ada bak! Putri Firaun, yg jelas tinggal di istana saja, mandinya di sungai (Kel 2:5)!
Dan kalau diandaikan saja ada bak mandi, berapa besarnya bak mandi yg dimiliki? Jaman modern ini saja, di rumahku ada bak mandi, yg baru aku ukur, dan ukurannya 65 cm x 63,5 cm, dan dalamnya 66 cm. Jadi aku kira kalau mau baptis selam disana, org yg dibaptis hrs adalah gadis plastik dr sirkus, yg bisa tekuk tubuhnya sampai masuk dlm kotak yg kecil! Apalagi kalau si pembaptis juga masuk ke dlm bak, pasti setelah dipres spt itu, keluarnya jadi kembar siam!

Kata Alkitab: Kis. 10:47-48 Posisi Kornelius (seorang perwira pasukan Italia) sedang di rumahnya sendiri ketika mereka di baptis. Seorang perwira pasukan Italia lebih memungkinkan memiliki kolam pribadi di rumahnya atau minimal bak-bak mandi, atau rumahnya dekat sungai. Jadi, posisi Kornelius bukan sedang di jalanan. Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini adalah praduga belaka yg dibangun untuk mendukung doktrin percik?....

Tanggapan Budi Asali:
Lagi2 aku ingatkan, nak, ini bukan jaman modern, dan tempatnya bukan di Beverly Hills! Pikiranmu itu hrs dikontextualisasikan ke jaman kuno, nak! Pasti dia bukan hanya punya kolam renang yg ukuran olimpiade, tetapi juga lapangan golf, tenis, fitness center, yakuzi, sauna dsb, bukan? Kamu menggelikan, nak!

Kata Alkitab: Kis. 16:33 sekali lagi DENGAN SEMBARANGAN dan TIDAK TELITI Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div mengatakan “baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman karena hal itu terjadi DI DALAM PENJARA!
Mari kita lihat dan teliti Firman Tuhan (jangan ikut sembarangan menuduh seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini). Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan POSISI keluarganya ketika mereka memberi diri  dibaptis? Jawabannya: Kis. 16: 32 mereka ada DI RUMAH kepala penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti yg dikatakan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas.
Konteks Kisah Rasul 16:28-31 posisi Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32 secara jelas memberitahukan kita Posisi Paulus dan kepala penjara sudah di rumah kepala penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. Ayat 33 mereka memberi diri dibaptis (tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam, pergi dari rumahnya utk baptisan selam), kemudian ayat 34 mereka kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.”
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini adalah praduga belaka yg tanpa dasar Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....

Tanggapan Budi Asali:
Anak tolol yg sok pinter ini mau pakai alkitab, tetapi tak bisa pakai dg benar.

Aku ulang sebagian dr kata2mu di atas ya? Kamu menulis: “Pertanyaan kunci: Di manakah POSISI Paulus, POSISI kepala penjara Filipi dan POSISI keluarganya ketika mereka memberi diri  dibaptis? Jawabannya: Kis. 16: 32 mereka ada DI RUMAH kepala penjara, BUKAN sedang di dalam PENJARA seperti yg dikatakan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas. Konteks Kisah Rasul 16:28-31 posisi Paulus dan kepala penjara masih di penjara, ayat 32 secara jelas memberitahukan kita Posisi Paulus dan kepala penjara sudah di rumah kepala penjara itu, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. Ayat 33 mereka memberi diri dibaptis (tafsiran saya: dengan pergi ke sungai/kolam, pergi dari rumahnya utk baptisan selam), kemudian ayat 34 mereka kembali lagi ke rumah kepala penjara untuk menjamu makan kpd Paulus. “Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.””.
Nak, apakah kata2mu yg aku beri garis bawah tunggal tidak bertentangan dg kata2mu yg aku beri garis bawah ganda? Dia dan keluarga dibaptis dimana? Menurut yg di atas mrk dibaptis di rumah kepala penjara, tetapi yg bagian bawah mengatakan, tafsiranmu, mrk pergi ke sungai / kolam utk dibaptis selam?

Kis 16:29-34 - “(29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. (30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" (31) Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." (32) Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. (33) Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. (34) Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah.

Saya kutip buku saya sendiri ttg Kisah Rasul:
Baptisan dilakukan di dalam penjara. Memang ay 30 mengatakan mereka ‘keluar’, tetapi mereka baru betul-betul keluar dari penjara dalam ay 34, sehingga kata ‘keluar’ dalam ay 30 mungkin sekedar berarti bahwa mereka pergi dari penjara bagian dalam (bdk. ay 24), ke penjara bagian luar dimana lebih banyak cahaya dan udara segar. Karena penjara tidak mempunyai kolam, di sini hampir pasti tidak digunakan baptisan selam. Dari sini terlihat dengan jelas bahwa baptisan selam bukanlah satu-satunya cara membaptis yang benar!”.

Sekarang saya bahas kata2mu lagi. Coba perhatikan text di atas pd bagian yg saya cetak miring. Ay 31 itu tentu tak bisa diartikan bahwa kalau kepala penjara percaya maka ia selamat dan seisi rumahnya juga selamat. Juga tak bisa diartikan bahwa kalau ia percaya dan selamat, maka seisi rumahnya dijanjikan utk juga percaya dan selamat. Tetapi maksudnya ia hrs percaya maka ia selamat, seisi rumahnya juga harus percaya maka mereka juga selamat. Krn itu ia tak mau hanya ia yg mendengar injil, tetapi ia mengajak seisi rumahnya utk juga ikut mendengar injil dr Paulus.
Sekarang ay 32, nak! Kamu katakan ini sudah ada di rumah kepala penjara? Dasar goblok! Kata2 ‘yg ada di rumahnya’ tidak menunjuk pd tempat dimana mrk berada, tetapi menjelaskan kata ‘semua orang’ (jadi, maksudnya ‘seluruh keluarganya’).
Bible Knowledge Commentary: The words ‘and your household’ mean those members of his house.
Catatan: yang tulis buku tafsiran ini adalah John Walvoord! Embahnya dispensationalist modern!

Jadi, pemberitaan injil dilakukan masih di dlm penjara. Lalu mrk dibaptis, juga masih di dlm penjara. Setelah semua selesai, maka dlm ay 34 mereka keluar dari penjara dan pergi ke rumah kepala penjara, dan makan disana.

Tafsiranmu, nak, yg bilang dlm ay 33, mrk pergi ke kolam atau sungai, lalu kembali ke rumah kepala penjara, kamu dpt dr ayat mana? Alkitab mbahmu ada ayat spt itu??? Alangkah alkitabiahnya, betul2 cocok dg nama ‘alkitabiah’ dr GBIA!!



Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-40. Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:

1.         Kis 8:36 - ‘ada air’.
Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.
Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some water)’.There is no known stream in that region of sufficient depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang manusia] -‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.


2.         Kis 8:38-39 berkata
 ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini bisa diartikan 2 macam, yaitu:
a.   Sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
b.   Sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar dari air.
Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanyaturun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.
Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point pertama di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.


Tanggapan Dji:
Kis. 8:36 – “ada air”. Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. “sedikit air” adalah relatif. “Sedikit” bagi orang tertentu bisa berarti “cukup banyak untuk membaptis selam”. Jika Alkitab mendukung baptis percik, maka sudah tentu Sida-sida itu mengeluarkan air minumnya yg dibawanya dalam keretanya atau yg dibawa oleh anak buahnya. (Tidak mungkin seorang sida-sida yg menempuh perjalanan jauh tidak membawa air minum) Mengapa mereka masih melanjutkan perjalanan (dan menunggu) sampai di “suatu tempat yang ada air”? ini sudah sangat jelas bahwa sida-sida itu dibaptis selam. “Mereka melanjutkan perjalanan mereka (menandakan sida-sida sudah percaya / diselamatkan), dan (sambil menanti dlm perjalanan) tiba di suatu tempat (sungai/kolam) yang ada airnya (tidak mungkin airnya hanya sampai pada lutut / hanya semata kaki, tetapi pasti airnya cukup untuk selam ). Lalu kata sida-sida itu: “Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?”. Seorang sida-sida tidak mungkin “kampungan” turun ke sungai / kolam yg dalam airnya hanya sampai selutut / hanya semata kaki, karena anak SD pun tahu bahwa itu bisa saja berlumpur / air yg kotor.

Tanggapan Budi Asali:
Hmmm, ada dua hal yg aku harus akui ttg mana kamu pintar. Pertama, kamu pintar sekali mencari apa yg tidak ada dlm alkitab! Dan yg kedua, kamu pintar membengkokkan dan memperkosa ayat alkitab supaya jadi sesuai apa maumu! Itu sikap yg kurang ajar terhadap alkitab / Firman Tuhan! Aku sarankan, nak, hormatilah alkitab / Firman Tuhan, atau kamu akan dibinasakan Tuhan dlm neraka!

Kontextnya bicara ttg baptisan, lalu bicara ttg ‘sedikit air’. Logikanya kita hrs menganggap itu sedikit dibandingkan dengan lautan Pasifik? Atau sedikit dalam urusan membaptis? Pikir sendiri, nak!
Kamu simpulkan, sedikit, tetapi cukup untuk selam. Hehehe. Lalu utk apa dikatakan sedikit, padahal kontextnya ttg baptisan? Mestinya dikatakan ‘banyak’ atau ‘cukup banyak’ atau ‘banyak sekali sampai bisa dibuat mandi dan berenang dan mencuci kapal terbang’!

Air minum utk membaptis? Pertama, tak dikatakan bahwa dia  bawa air minum. Siapa bilang kalau lewat padang pasir hrs bawa air? Kalau tak bawa air tetapi bawa semangka 1 kontainer, apa tidak bisa? Tetapi semangka, biarpun banyak airnya, tak bisa dan tak boleh dipakai utk membaptis! Kedua kalau dia bawa, itu perlu utk minum krn ada di padang pasir. Kalau dihabiskan utk membaptis, lalu dia dehidrasi, lalu mati, mbahmu yg tanggung jawab? Ketiga, sangat mungkin mereka memang tahu bahwa di dekat sana ada ‘sedikit air’ itu. Jadi, utk apa pakai air minum yg sangat berharga? Tunggu sebentar toh akan ada air!

Oh, sekarang anak SDmu tahu2 jadi pinter lagi, sampai2 ia tahu geography disana, dan bahkan tahu air sedikit itu kotor atau tidak. Yang aku tahu, hanya berdasarkan alkitab, bahwa ayatnya tak bilang apa2 tentang apakah airnya kotor atau bersih!

Juga andaikatapun airnya semata kaki dan kotor, apa keberatannya sida2 dan Filipus turun ke air yg kotor padahal hanya mengotori mrk sampai mata kaki? Kalau kamu jadi mereka, kamu keberatan melakukan pengorbanan itu, dan itu kamu anggap sebagai pengorbanan yg terlalu besar buat Tuhanmu, yg sdh rela mencurahkan darahnya sampai mata kakiNya, utk keselamatanmu (itu kalau kamu orang pilihan)??? Kalau kamu diajar spt itu di GBIA, aku sarankan, nak, cari gereja yg lebih baik, yg lebih menekankan keharusan utk rela berkorban bagi Tuhan kita yg sdh lebih dulu berkorban bagi kita!

Hehehe, aku Calvinist, percaya predestinasi, tetapi saat ini aku sedang menginjili kamu (yg terus terang aku tak yakin kekeristenannya). Padahal org Arminian sering tuduh Calvinist, krn percaya predestinasi, tidak perlu memberitakan Injil! Dlm sepanjang tulisan tololmu tak ada penginjilan sama sekali, nak! Tulisan kita dibaca banyak orang, nak, jadi dg memberitakan Injil dlm tulisan ini, aku memberitakan Injil kepada banyak org!

Jadi, Kis. 8:38-39 berkata “turun ke dalam air.....keluar dari air” adalah persis seperti baptisan Yesus / baptisan Yohanes di sungai Yordan. Sehingga sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air. Orang yg membaptis yaitu Filipus sudah tentu ikut terendam (tetapi Filipus yg membaptiskan sida-sida itu). Adalah sangat bodoh jika berasumsi  atau beranggapan bahwa orang yang membaptis jika “ikut terendam” otomatis sama dengan membaptis ulang diri sendiri. Bukankah Yohanes Pembaptis sendiri juga “ikut terendam” di dalam air ketika ia membaptis Tuhan Yesus?. Orang yg membaptis orang lain tidak mungkin ikut diselamkan! (ini adalah bukti asumsi Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri).  Menurut saya: Filipus jelas TIDAK IKUT DISELAMKAN!, tetapi Filipus ikut terendam sampai pinggang/dada lalu membaptiskan (menyelamkan sida-sida itu).  
Jadi, bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam?” atas alasan apa Bapak berkata demikian? Bukankah ini adalah praduga belaka yg tanpa dasar Alkitab sengaja dibangun untuk mendukung doktrin percik?....

Tanggapan Budi Asali:

Aku kutipkan lagi dr exposisiku ttg Kis 8 pd waktu aku bahas ajaran Pdt. Stephen Tong tentang Khong Hu Cu:

Lukas, sebagai penulis kitab Kisah Rasul, secara menekankan, menggabungkan Filipus dan sida-sida sebagai subyek, dan menggunakan hanya satu kata kerja untuk subyek gabungan itu. Mari kita perhatikan textnya sekali lagi.
Ay 38-39a: (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39a) Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.
Keterangan:
a)   Untuk kata kerja ‘turun’ subyeknya digabungkan, yaitu ‘keduanya’. Lalu ditekankan lagi dengan kata-kata ‘baik Filipus maupun sida-sida itu’.
b)         Untuk kata kerja ‘keluar’, subyeknya digabungkan lagi, yaitu ‘mereka’.
Karena itu, kalau kata-kata ‘turun ke dalam air’ diartikan sebagai ‘terendam di bawah permukaan air’ untuk sida-sida (yang menunjukkan baptisan selam), maka itu juga harus berlaku untuk Filipus.
Dan kalau kata-kata ‘keluar dari air’ diartikan ‘keluar dari bawah permukaan air’ untuk sida-sida (yang menunjukkan baptisan selam), maka lagi-lagi itu juga harus berlaku untuk Filipus.
Dan ini jelas tidak mungkin! Bagaimana mungkin yang dibaptis direndam di bawah air bersama-sama dengan yang membaptis?

Lenski: “Those who make the words ‘they both went down EIS, into, the water’ a part of the baptismal act in order to obtain immersion by means of EIS To HUDOR, ‘into the water,’ prove too much: Philip went down under the water as well as the eunuch” (= Mereka yang membuat kata-kata ‘keduanya turun ke dalam EIS, ke dalam, air’ sebagian dari tindakan baptisan untuk mendapatkan baptisan selam dengan cara EIS TO HUDOR, ‘ke dalam air’, membuktikan terlalu banyak: Filipus maupun sida-sida turun ke bawah air / permukaan air) - hal 347.
Lenski: “The difficulty lies in AMPHOTEROI, ‘both,’ Luke even adding: ‘both Philip and the eunuch.’ To be sure, EIS and EK are correlatives; as far as the one takes ‘into,’ so far the other takes ‘out of.’ But these prepositions apply to ‘both Philip and the eunuch.’ Take your choice: ‘to’ the water, ‘from’ the water; or stepping ‘into’ and again stepping ‘out of’ the water; or ‘down under’ the water and again ‘up from under’ the water. Total immersion if you prefer, but for ‘both.’ Not we but Luke combine them” (= Kesukarannya terletak dalam AMPHOTEROI, ‘keduanya’, dan Lukas bahkan menambahkan ‘baik Filipus maupun sida-sida itu’. Memang EIS dan EK berhubungan; kalau yang satu diartikan ‘ke dalam’ maka yang lain diartikan ‘keluar dari’. Tetapi kata-kata depan ini berlaku untuk Filipus maupun sida-sida. Tentukan pilihanmu: ‘ke’ air, ‘dari’ air; atau melangkah ‘ke dalam’ dan lalu melangkah ‘keluar dari’ air; atau ‘turun ke bawah’ air dan lalu ‘naik dari bawah’ air. Engkau boleh memilih perendaman total, tetapi untuk ‘keduanya’. Bukan kami, tetapi Lukas, menggabungkan mereka) - hal 347.

Dalam kasus Yoh. Pembaptis membaptis Yesus, tak ada dua subyek disatukan dg satu kata kerja! Jadi, jangan disamakan, tolol!



b)   Hal-hal lain yang mendukung baptisan percik:

1.   Penekanan arti baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purification. Padahal dalam Kitab Suci purification selalu disimbolkan dengan percikan:
a.   Kel 24:8 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata  ‘menyiramkannya’ seharusnya adalah ‘memercikkannya’. NIV:‘sprinkled’ (= memercikkan).
b.   Kel 29:16,21 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘kausiramkan’ seharusnya adalah ‘percikkanlah’ [NIV: ‘sprinkle’ (= percikkanlah)].
c.   Im 7:14 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’ seharusnya adalah ‘memercikkan’ [NIV: ‘sprinkles’ (= memercikkan)].
d.   Im 14:7,51 - ‘memercik’.
e.   Im 16:14 - ‘memercikannya’.
f.    Bil 8:7 - ‘percikkanlah’.
g.   Bil 19:18 - ‘memercikkannya’.
h.   Yes 52:15 (NIV) - ‘He will sprinkle many nations’ (= Ia akan memerciki banyak bangsa).
i.    Ibr 9:13 - ‘percikan’.
j.    Ibr 9:19,21 - ‘memerciki’ dan ‘dipercikinya’. 
k.   Ibr 10:22 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘telah dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk membersihkan)].
l.    Ibr 12:24 - ‘darah pemercikan’.



Tanggapan Dji:
Semua ayat yg dikutip oleh Bpk. Pdt. Budi Asali, M. Div di atas ini semuanya berbicara tentang ibadah simbolik di Perjanjian Lama [Ibrani (PB) yg dikutip juga konteksnya berbicara tentang ibadah simbolik]. Ibadah simbolik bukan ibadah hakekat. Percik dalam zaman PL JELAS BERBEDA dengan BAPTISAN orang percaya dalam  Perjanjian Baru (Ibadah hakekat). Ini dua hal yg berbeda, jangan disama ratakan untuk membangun/mendukung doktrin percik!.

Tanggapan Budi Asali:
Maknanya sama, bodoh! Tujuannya utk pemurnian / purification!
Kalau begitu korban PL selalu korban berdarah, jadi Yesus, karena PB, tak perlu berdarah? Begitu? Kenyataannya Yesus hrs mati melalui kematian yg berdarah! Domba korban tak boleh ada cacat. Mengapa Allah begitu cerewet? Karena itu adalah TYPE dari Yesus yg suci. Harus ada persamaan antara TYPE dlm PL dan anti TYPE dalam PB!



2.   Luk 3:16 - ‘Aku membaptis kamu
 dengan air’ (I baptize you with water).
Kata with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.
Mat 3:11 memang menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata EN bukan hanya bisa diartikan sebagai in (= di dalam), tetapi juga sebagai with (= dengan).

Kesimpulan: baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang-orang bodoh yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama!
Tanggapan Dji:
Luk. 3:16 dan Mat. 3:11 Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri mengakui bahwa EN bisa juga diartikan sebagai in (= di dalam). Saya kutipkan lagi pernyataan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri di atas “tetapi kita berkata “aku menyelam kamu di dalam air.” (entah Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini sudah mengakui kebenaran ini atau “tidak sengaja” mengakuinya). Bagi orang Yahudi yg menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami “aku menyelam kamu di dalam air.” Hanya praduga dan asumsi belaka yg dibangun oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini.

Tanggapan Budi Asali:
Rupanya kamu tak terlalu bisa bahasa Indonesia. Bisanya apa? Bahasa Madura? Tak mengerti arti kata ‘bisa’???? Bisa saja EN diartikan ‘in’ (= di dlm), tetapi bisa juga diartikan ‘with’ (= dgn). Jadi artinya bukan cuma satu. Bisa yg ini atau yg itu. Ini di depan sdh saya jelaskan!
Yg pakai EN hanya Mat 3:11, yg Luk 3:16 pakai kata yg berbeda, shg hrs diartikan ‘dengan’! Kalau Mat 3:11 bisa diartikan 2 macam, yg masuk akal diambil arti sehingga sesuai dengan ayat paralelnya dlm Lukas, atau diambil arti yg lain, sehingga jadi berbeda atau bahkan bertentangan dengan ayat peralelnya dalam Lukas? Pikir sendiri, nak!
Dan kalau pakai kata ‘dengan air’, bgm ini bisa cocok dg baptisan selam?

Kamu potong2 kata2ku shg kacau balau. Pura2 tolol atau memang tolol?
Aku kutip lagi kata2ku: “Kata with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.”.

Sekarang kata2mu “Bagi orang Yahudi yg menggunakan bahasa Yunani waktu itu tidak sulit untuk memahami “aku menyelam kamu di dalam air.””. Lagi2, baca yg benar semua tulisanku, nak, kamu makin kebelakang makin jadi moron! Tak ada kata ‘dalam’, yg ada kata ‘dengan’, krn yg di Lukas hrs dipilih arti yg sesuai dg yg di Matius. Dan bagi org manapun yg mengerti bahasa, kata2 ‘aku menyelam kamu dengan air’ mrpk suatu kegilaan (apakah ini bahasa Indonesia ‘Independent’??)! Kalau ‘aku menuangi / memerciki kamu dengan air’, itu cocok!


Kesimpulan Dji: Baptisan SELAM adalah satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu, kalau saudara belum dibaptis (selam) maka saudara harus dibaptis ulang (karena saudara pada dasarnya memang belum dibaptis/belum di selamkan) tetapi baru di rantis=di percik. Namun demikian,  Baptisan bukan sesuatu yg hakiki dalam keselamatan. Baptisan adalah tanda pertobatan, tanda murid sejati Yesus, tanda orang menggabungkan diri ke dalam satu jemaat lokal yg independent. 
TIDAK ADA LARANGAN untuk “membaptis ulang” dalam Alkitab. Justru dalam Alkitab Rasul Paulus bahkan membaptis ulang mereka yg awalnya “sudah dibaptis” namun belum mengerti. Silahkan baca:  Kis. 19:3-5 “Lalu kata Paulus kepada mereka: “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?” Jawab mereka: “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus: “Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yg datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus.” Ketika mereka mendengar hal itu, MEREKA MEMBERI DIRI MEREKA DIBAPTIS (ULANG) dalam nama Tuhan Yesus.”. Haleluya!
Silahkan pembaca menilai mana yg sesuai Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin tanpa dasar!  
I Tes. 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

Tanggapan Budi Asali:

Menganggap / mengajar bahwa baptisan selam adalah satu2nya baptisan yg sah, memberikan beban kpd kalian sendiri, utk membuktikan bahwa semua baptisan dlm alkitab, tanpa satu perkecualianpun, adalah baptisan selam.
Sebaliknya bagi saya, cukup membuktikan adanya satu baptisan dlm alkitab yg bukan baptisan selam, maka saya sdh menggugurkan pandangan tolol kalian! Dan contoh2 yg saya berikan diatas, biarpun hanya ‘rasanya’ (99% kemungkinannya) bukan baptisan selam, tetapi pd waktu semuanya digabungkan, akan memastikan bahwa keharusan baptisan selam adalah omong kosong dr org2 tolol!

Kesimpulanmu dibangun atas hal2 yg sdh aku hancurkan semuanya. Kesimpulanmu jadi lucu, spt atap rumah yg melayang di udara krn semua fondasi dan tiang2 betonnya sdh dimusnahkan! Hehehe.

Paulus mengulang baptisan Yohanes, bukan baptisan Kristen! Baptisan percik adalah baptisan kristen, dan menggunakan  nama Allah Tritunggal, shg siapapun sdh dibaptis dg baptisan ini, lalu mengulangnya, menghina nama Allah Tritunggal!
Saya setuju kalimatmu yg terakhir.
Silahkan pembaca menilai mana yg sesuai Alkitab dan mana yg ingin membangun doktrin tanpa dasar!  
I Tes. 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”



7)   Nama / sebutan Perjamuan Kudus salah, seharusnya Perjamuan Tuhan. Istilah Perjamuan Kudus kita dapat dari Katolik. Perjamuan itu tidak bisa menguduskan, jadi nama itu salah.

Tanggapan Budi Asali:
Saya setuju saja kalau digunakan istilah ‘Perjamuan Tuhan’, karena istilah itu memang ada dalam Alkitab (1Kor 10:21  1Kor 11:20). Tetapi istilah ‘Perjamuan Kudus’ juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah. Bahwa itu didapatkan dari Katolik merupakan omong kosong, yang tak akan bisa ia buktikan. Dan siapa gerangan orang bodoh yang mempercayai bahwa Perjamuan Kudus itu menguduskan? Itu merupakan fitnahan terhadap orang-orang yang menggunakan istilah ‘Perjamuan Kudus’.

Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri setuju dan mengakui penggunaan yg benar adalah “Perjamuan Tuhan” bukan “Perjamuan Kudus”. tetapi entah alasan apa akhirnya ia bilang penggunaan istilah Perjamuan Kudus “juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah.” Beda istilah sudah tentu beda maknanya. Apalagi orang awam yg tidak belajar theologi (atau orang agama lain) sudah pasti ikut terpengaruh oleh “istilah yg salah” itu. Sebagai orang Kristen yang cinta Kebenaran dan menjunjung tinggi Alkitab (Sola Scriptura) maka seharusnyalah orang Kristen yg Alkitabiah menggunakan istilah-istilah yg Alkitabiah pula. Bagaimana mungkin orang sekaliber Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div  bisa berkata “juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah?” sangat mengherankan! Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sudah tahu istilah yg benar tetapi tidak mau menggunakannya. Ada apa ini pak?..........(atau ada udang di balik batu?).......

Tanggapan Budi Asali:
Kalau mau ribut soal istilah, aku tanya: mengapa Suhento Liauw menggunakan istilah ‘sakramen’. Dimana istilah itu muncul dlm alkitab? Tidak ada! Juga dimana dlm alkitab ada Gereja Baptis Independent??? Semua gereja berhubungan satu dengan yg lain, bahkan merupakan satu kesatuan tubuh Kristus. Jadi bgm bisa independent? Kalau tidak ada dlm alkitab, mengapa dia boleh gunakan? Dan mengapa kami tak boleh gunakan istilah Perjamuan Kudus, krn tak ada dlm alkitab?
Kalian juga gunakan istilah Tritunggal, bukan? Ada di alkitab bagian mana? Mau SOLA SCRIPTURA spt penafsiranmu di atas? Maka buang semua istilah ‘sakramen’ dan ‘Tritunggal’.
Bukan apakah ada udang di balik batu yg perlu dipertanyakan, tetapi apakah ada otak di kepalamu, nak!


8)   Ia tahu cara penggunaan Urim dan Tumim, dan menjelaskannya.

Tanggapan Budi Asali:
Tak ada penafsir yang tahu dengan pasti tentang hal itu. Jangankan cara menggunakannya, bahkan bagaimana bentuk dari Urim dan Tumimpun tidak ada yang tahu. Entah Suhento Liauw belajar dari mimpi atau bagaimana?

Kel 28:30 - “Dan di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kautaruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap TUHAN, dan Harun harus tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di hadapan TUHAN”.

Adam Clarke (tentang Kel 28:30): Thou shalt put in the breastplate of judgment the Urim and the Thummim.’ What these were has, I believe, never yet been discovered. 1. They are nowhere described. 2. There is no direction given to Moses or any other how to make them. ... 6. That God was often consulted by Urim and Thummim, is sufficiently evident from several Scriptures; but how or in what manner he was thus consulted appears in none.

Apa yang dikatakan oleh Bil 27:21 tidaklah menunjukkan cara penggunaan Urim dan Tumim.
Bil 27:21 - “Ia harus berdiri di depan imam Eleazar, supaya Eleazar menanyakan keputusan Urim bagi dia di hadapan TUHAN; atas titahnya mereka akan keluar dan atas titahnya mereka akan masuk, ia beserta semua orang Israel, segenap umat itu.’”.

Tanggapan Dji:
Di sini Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div “dengan rendah hati mengakui bahwa ia tidak tahu bentuk Urim-Tumim dan cara menggunakannya”. Makanya, lain kali undang Dr. Suhento Liauw ke gereja seminar lagi, supaya jemaat dan semua orang Kristen menjadi semakin tahu.
Urim – Tumim adalah dua alat yg dipakai Tuhan untuk menyatakan keputusan Tuhan. Urim – Tumim penggunaannya jelas dalam 1 Samuel 14:41 “Lalu berkatalah Saul: “Ya, TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab hamba-Mu pada hari ini? Jika kesalahan itu ada padaku atau pada anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel tunjukkanlah kiranya Urim; tetapi jika kesalahan itu ada pada umat-Mu Israel, tunjukkanlah Tumim,” Lalu didapati Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput.(artinya Tuhan tunjukkan Urim).” Ini adalah salah satu contoh cara penggunaan Urim-Tumim dalam Alkitab.

Tanggapan Budi Asali:
Dasar anak tolol, yg tak tahu apa yg dikatakan! Saya tak mengakui apapun, saya hanya mengatakan tak ada penafsir, sejauh yg saya tahu, yg mengaku tahu bgm bentuk dan bgm cara menggunakan urim dan tumim.
Dan anak ingusan ini menganggap Suhento Liauw tahu, spt yg dia akui, dan anak ingusan ini bahkan mau mengajar saya, dan menunjukkan satu ayat yg menjelaskan cara penggunaan urim dan tumim.
Saya beritahu kamu dulu, nak, bahwa ‘tahu’ dan ‘sok tahu’ adalah spt langit dg bumi!
Kamu memberikan 1Sam 14:41??? Hahaha, sekarang saya tanya: menurut ayat itu bagaimana bentuk urim dan tumim? Menurut ayat itu bagaimana alat itu menunjukkan Urim atau menunjukkan Tumim? Tahu2 muncul tulisan di langit? Atau muncul suara yg memberitahu? Atau bgm? Kalau memang ayat ini menjelaskan, coba tunjukkan bgm CARA alat itu menunjukkan Urim atau Tumim!
Mengundang Suhento Liauw? Hehehe, aku akan undang dia ke kebun binatang! Gereja ku hanya mau undang pdt / pengkhotbah yg betul2 memberi pengetahuan, bukan pdt / pengkhotbah yg menunjukkan ke-sok-tahu-annya! Kasihan juga Suhento Liauw, saking tidak lakunya, sampai2 muridnya iklankan supaya laku! Aku sarankan, belajar yg baik, dan mengajar yg baik, dan jangan pakai penafsiran ‘independent’, maka Allah akan buat kalian laku! Tetapi dengan cara kalian, kalian hanya laku bagi org2 tolol, yg sebetulnya adalah kambing, dan bukan domba!



9)   Ia percaya bahasa Roh, nubuat, mimpi dari Tuhan, malaikat datang beri petunjuk firman, karunia lakukan mujijat / kesembuhan; semua ini tak ada lagi. 1Kor 13:8 ditafsirkan menunjuk pada selesainya penulisan Kitab Suci. Ia membahas kata Yunani TON TELEION dalam ayat itu dan ia mengartikannya sebagai ‘the perfect thing’.

Tanggapan Budi Asali:
Sepanjang saya tahu, tak ada satupun Kitab Suci bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘the perfect thing’.
KJV: ‘But when that which is perfect is come, then that which is in part shall be done away’.
RSV: ‘but when the perfect comes, the imperfect will pass away’.
NIV: ‘but when perfection comes, the imperfect disappears’.
NASB: ‘but when the perfect comes, the partial will be done away’.
ASV: ‘but when that which is perfect is come, that which is in part shall be done away’.
NKJV: ‘But when that which is perfect has come, then that which is in part will be done away’.

Dan sekalipun memang ada penafsir-penafsir yang menafsirkan bahwa ini menunjuk pada selesainya penulisan Alkitab, tetapi hanya sangat sedikit penafsir yang menafsir seperti itu. Pada umumnya para penafsir mengatakan bahwa ini menunjuk pada saat kita masuk surga / pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.

1Kor 13:8-10 - “(8) Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (9) Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

Kalau kata-kata ‘jika yang sempurna tiba’ (ay 10) dianggap menunjuk pada saat Alkitab lengkap, bagaimana mungkin pada saat itu pengetahuan akan lenyap? Bukankah dengan lengkapnya Alkitab, pengetahuan bukan saja tidak lenyap, tetapi makin bertambah?
Tetapi kalau diartikan menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka itu memang memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu pastilah sangat berbeda dengan pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan yang sekarang ini, yang tidak lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan oleh pengetahuan yang sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.

Adam Clarke (tentang 1Kor 13:10): But when that which is perfect.’ The state of eternal blessedness; then that which is in part - that which is imperfect, shall be done away; the imperfect as well as the probationary state shall cease for ever.
Tanggapan Dji:
Kami percaya setiap kata bahkan setiap huruf yang diwahyukan (dinubuatkan) Tuhan dalam Alkitab mempunyai makna yang dalam. Tidak boleh diterjemahkan sembarangan.
Tanggapan Budi Asali:
Siapa bilang setiap huruf diwahyukan? Saya percaya seluruh alkitab diilhamkan, tetapi tidak seluruhnya diwahyukan. Wahyu turun dr Allah kpd sang penulis, hanya kalau penulis itu tak bisa mendapatkan hal itu dg cara lain. Misalnya waktu Musa menuliskan Kej 1, ia hrs mendapatkan kebenaran itu dr wahyu Tuhan. Tetapi misalnya pd waktu Musa menuliskan riwayat perjalanan mrk di padang gurun, ia mengalami semua itu, shg tak dibutuhkan wahyu utk bisa mengetahuinya!

Berbeda dg ilham, krn yg ini memimpin dan menjaga supaya tulisan itu betul2 infallible dan inerrant (sama sekali tak ada salahnya, termasuk setiap hurufnya). Yg ini hrs ada pd semua penulisan alkitab.

Dan apakah diwahyukan sama dg dinubuatkan? Kalau tidak mengapa kamu tulis ‘diwahyukan (dinubuatkan)’?


Dalam seminar tersebut Dr. Suhento Liauw mengutip kata “TO TELEION” dari Alkitab interlinear Hendrickson, bukan “TON TELEION” seperti yg Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div kutip, ini memperlihatkan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div telah salah kutip dengan menambah satu huruf “N” pada kata “TO”, sehingga menjadi TON TELEION.  Padahal yg dimaksud Dr. Suhento “TON TELEION” dalam seminar adalah justru jika mengacu kepada orang sempurna itu (dalam bentuk accusative), dan jika dalam bentuk Nominatif maka menjadi HO TELEIOS.
Tetapi dalam teks bahasa asli Yunani Textus Receptus (TR) menuliskan “TO TELEION” yang berarti ini mengacu kepada “barang” bukan “orang”.
Ini bukti bahan yg dipakai oleh Dr. Suhento Liauw waktu seminar di Surabaya dan di tempat-tempat lain:
TO     Teleion = Barang Sempurna itu
TON  Teleion = Orang Sempurna itu
Maksud Dr. Suhento Liauw jika yang dimaksud di sini adalah mengacu kepada Tuhan Yesus (dalam bentuk Accusative) maka seharusnya bunyinya menjadi TON TELEION = Orang Sempurna itu. Jika tidak percaya silahkan buktikan sendiri dengan membeli kaset VCD rekaman seminar ini tersedia di GBIA Graphe.

Dr. Suhento Liauw memang tidak mengutip kata “TO TELEION” yg diterjemahkan “the perfect thing” dari Kitab Suci bahasa Inggris manapun, karena beliau mengutipnya dari Alkitab Interlinear Hendrickson, silahkan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div untuk mengeceknya kembali dalam Interlinear Hendrickson. Dalam interlinear Hendrickson menerjemahkan TO TELEION= “the perfect thing.”
Terjemahan NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV semuanya ini memang tidak menambahkan kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas “the perfect” di situ mengacu kepada orang atau barang! Jadi, harus kembali kepada bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau Interlinear Hendrickson.

Mari kita bedah kata “TO TELEION” menurut kamus The New Analytical Greek Lexicon oleh Wesley J. Perschbacher : TO TELEION = Adjective (kata sifat), Gender: Neutral, Singular (tunggal), Accusative (objek). Jadi, ini cocok diterjemahkan mengacu kepada Alkitab (objek yg sempurna/barang yg sempurna). Adalah suatu pelecehan dan penghinaan jika menafsir I Kor. 13:10 “To Teleion” yg Netral, Accusative (objek) dimaksudkan mengacu kepada “Tuhan Yesus”. Karena Tuhan Yesus bukan barang yang sempurna. Tuhan Yesus sudah sempurna sebelum dunia ada, dan tidak perlu menunggu kedatangan kedua kalinya untuk menyatakan IA sempurna.
Jika bahasa Yunaninya di sini (I Kor. 13:10) mengacu kepada Tuhan Yesus, maka seharusnya bunyinya: HO TELEIOS, bukan To Teleion. Tuhan Yesus adalah Subjek (Nominatif), Maskulin, tidak mungkin neutral dan Accusative. Jadi, Tuhan Yesus tidak mungkin NEUTRAL (gender: netral), kecuali ada yg menganggap-Nya “bencong/banci”. “banci/bencong” pun masih ada gendernya kalau bukan Feminim maka ia Maskulin.

Jadi, kali ini saya bisa buktikan bahwa apa yang dituliskan oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas ini adalah karena beliau tidak teliti atau salahpaham sehingga salah kutip!.

Tanggapan Budi Asali:

1.  Memang saya, tanpa sengaja, salah tulis, dan shrsnya memang TO TELEION. Ini bukan saya ambil dr kata2 Suhento Liauw, tetapi saya cari sendiri dlm alkitab interlinear saya, tetapi pd waktu menuliskan saya kurang teliti. Kamu cuma membuktikan saya salah tulis, jadi jangan menggelembung seakan2 sdh menemukan sesuatu yg luar biasa! Dan kesalahan tulis saya itu tidak membawa pengaruh thdp jawaban saya yg lalu, krn saya memang tidak membahas gramatika bahasa Yunaninya.

2.  Suhento punya sumbernya utk melakukan parsing (saya tak punya buku itu), tetapi saya ragukan bukunya dia itu, krn saya punya buku lain yg juga melakukan parsing, dan ternyata berbeda dg parsing dr bukunya dia! Dari buku ‘Analytical Greek New Testament’, oleh Barbara dan Timothy Friberg, diberikan parsing sbb tentang kata TELEION dlm 1Kor 13:10 itu: Adjective, Pronominal, -, NOMINATIVE (yg ini punyamu ‘accusative’ / obyek), neuter, -, singular! Saya lihat lagi di sofware PC Study Bible versi 5, ada PB interlinear yg disertai parsing, dan ternyata di situ juga disebutkan nominative! Hmm, kok bisa berbeda ya sama bukunya dia? Saya kok tak percaya ada penulis buku tolol spt itu. Dia ngawur saja, atau bohong, atau bagaimana?

Kata TELEION itu memang sebetulnya bisa akusatif, bisa nominatif, krn kata benda bentuk neuter memang bentuk akusatifnya sama dg bentuk nominatifnya. Jadi kalau dilihat dr kata itu sendiri memang bisa akusatif ataupun nominatif, tetapi kalau dilihat kata itu dlm anak kalimat dlm 1Kor 13:10 itu, yg berbunyi ‘jika yg sempurna tiba’, maka jelas kata2 ‘yg sempurna’ adalah subyek, bukan obyek. Jadi, jelas yg benar adalah Nominative bukan Accusative!

Krn itu kalau kata ini dilihat dlm kamus / lexicon (The New Analytical Greek Lexicon oleh Wesley J. Perschbacher), maka lexicon yg pd waktu melakukan parsing hanya menyoroti kata itu, tanpa memperhatikan kontextnya / kalimatnya, maka bisa saja lexicon itu mengatakan akusatif. Lexiconku, yg ditulis oleh Harold K. Moulton juga menuliskan akusatif.
Tetapi kalau suatu interlinear (Alkitab Interlinear Hendrickson) melakukan parsing, maka ia pasti melakukan parsing sesuai dg kontextnya / kalimatnya, shg tidak mungkin menuliskan akusatif, krn dlm 1Kor 13:10, kata itu pasti adalah nominatif!

Kalau memang Alkitab Interlinear Hendrickson” milik Suhento itu tulis akusatif, suruh dia bakar saja itu buku!

3. Juga menurut Bible Works 7, TELEION ini bisa menunjuk pd ‘thing’ ataupun ‘person’! Jadi Suhento ngawur lagi! Memang, krn TELEION itu neuter, kalau digunakan utk orang, mungkin sekali orangnya harus bencong. Jadi mungkin cocok utk Suhento, krn dia memang bencong. Buktinya takut debat dg saya, dan ajukan anak2 dan murid yg masih bau kencur! Tetapi sekalipun  neuternya cocok utk dia, kata itu sendiri, yaitu ‘perfect’, tak cocok sama sekali untuk dia! Dia cuma perfect dalam pengawuran dan fitnah / dusta! Hehehe.

4.   Anda menulis “Terjemahan NIV, KJV, RSV, ASV, NASB, NKJV semuanya ini memang tidak menambahkan kata “thing” di situ, sehingga tidak jelas “the perfect” di situ mengacu kepada orang atau barang! Jadi, harus kembali kepada bahasa asli Yunaninya. Silahkan cek Textus Receptus (TR) atau Interlinear Hendrickson”.
Ada beberapa hal yg ingin saya berikan sbg jawaban ttg bagian ini:
a.   Kalau kembali pd bahasa Yunaninya, justru kata ‘thing’ itu tidak ada! Kalau itu ada dlm interlinear Hendrickson, itu merupakan penafsiran!
b.   Kalau kata ‘thing’ tidak ada maka menjadi tidak jelas? Kalau alkitabnya memang tidak jelas, biarkan tidak jelas. Dengan demikian penafsiran bisa bermacam2. Tetapi kalau diperjelas oleh satu penafsiran, maka itu justru menyalahi bahasa aslinya!
c.   Anda / Suhento fanatik sekali dg TR???? Memangnya paling bagus? Nonsense! Aku juga fanatik dg TR, tetapi singkatan dr ‘True Reformed’. Ini yg paling hebat! Hehehe.

5.   Saya tak mengerti apa sebab kata2 ‘yang sempurna itu’ (the perfect) kok bisa dihubungkan dg Yesus??? Kalau saya menafsirkan bahwa itu menunjuk pd akhir jaman, itu tidak perlu dihubungkan dg Yesus, sbg ‘orang yg sempurna’, tetapi dihubungkan dg ‘keadaan yg sempurna’ atau ‘kesempurnaan’ yg ada pd saat itu! Jadi, persetan dg semua parsing yg kamu lakukan, itu tak ada gunanya sama sekali kecuali utk pameran bahasa Yunani, padahal salah! Dan kalau mau diterjemahkan ‘the perfect thing’ tetap bisa menunjuk pd kesempurnaan yg terjadi pd akhir jaman itu! Bandingkan dg kutipan2 yg saya berikan di bawah (point ke 10).

6.   Para penafsir adalah org2 yg hebat dlm bahasa Yunani, tetapi dlm bagian ini, saya melihat mrk tak mempedulikan parsing dr kata TELEION itu, krn mrk tahu itu tak berguna. Yg menentukan adalah kontextnya, yg tidak memungkinkan utk menunjuk pd lengkapnya alkitab, tetapi pasti menunjuk pd akhir jaman, pd saat org2 percaya masuk surga.

7.   Kamu tidak menjawab serangan / argumentasi saya berkenaan dg ‘pengetahuan yg lenyap pd saat itu’! Kalau memang ini menunjuk pd lengkapnya Alkitab, bgm mungkin pengetahuan lenyap??? Ayo jawab!

8.   Ay 10: Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. Kalau ‘yg sempurna’ menunjuk pd alkitab lengkap, maka konsekwensinya ‘yang tidak sempurna’ harus menunjuk pada alkitab yang belum lengkap. Apakah waktu alkitab menjadi lengkap, maka yang tidak lengkap lenyap? Jadi PB datang, PL lenyap?

9.   Saya tambah satu hal lagi, coba hubungkan dg kontextnya, yg mana tafsiran yg lebih cocok. Baca ay 12: “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. Ini lebih cocok menunjuk pd akhir jaman, atau pd lengkapnya alkitab?
Bdk. 1Yoh 3:2 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya.

10. Saya akan berikan kutipan kata2 beberapa penafsir:

Richard B. Hays: In verse 8, to be sure, the gifts listed are not allied with powers hostile to God; rather, they will be abolished simply because they will no longer be necessary when the Lord returns and the fullness of his kingdom is present. These gifts of revelation are suited to the time between the times, when the church must walk by faith; prophecy and gnōsis are only “partial” (v. 9), giving believers a real but imperfect glimpse of God’s future truth. When that which is complete comes, however, these partial instruments of knowledge will no longer have any purpose, and so they will be discarded by God (v. 10). (In dispensationalist Christian groups, it is sometimes claimed that “the complete” [to teleion] in v. 10 refers to the completion and closure of the New Testament canon, so that the charismatic gifts were only for the apostolic age and have now ceased to function in the church. This interpretation is simply nonsense. There is nothing in the passage about “the New Testament” or about a future revocation of revelatory gifts in the church. Paul had no inkling that Israel’s Scripture would be supplemented by a new collection of canonical writings. Verse 10 is simply a general maxim stating that the perfect supplants the partial. Paul’s references to the abolition of the gifts [v. 8] are to be understood in light of the patently eschatological language of v. 12: the contrast between “now” and “then” is the contrast between the present age and the age to come.). (dari Libronix).

Barnes’ Notes: “‘But when that which is perfect is come.’ Does come; or shall come. This proposition is couched in a general form. It means that when anything which is perfect is seen or enjoyed, then that which is imperfect is forgotten, laid aside, or vanishes. Thus, in the full and perfect light of day, the imperfect and feeble light of the stars vanishes. The sense here is, that "in heaven" - a state of absolute perfection-that which is "in part," or which is imperfect, shall be lost in superior brightness. All imperfection will vanish. And all that we here possess that is obscure shall be lost in the superior and perfect glory of that eternal world. All our present unsatisfactory modes of obtaining knowledge shall be unknown. All shall be clear, bright, and eternal.

Bible Knowledge Commentary: What Paul meant when he referred to the coming of perfection is the subject of considerable debate. One suggestion is that perfection described the completion of the New Testament. But verse 12 makes that interpretation unlikely. A few have suggested that this state of perfection will not be reached until the new heavens and new earth are established. Another point of view understands perfection to describe the state of the church when God's program for it is consummated at the coming of Christ. There is much to commend this view, including the natural accord it enjoys with the illustration of growth and maturity which Paul used in the following verses.
Catatan: penulis buku tafsiran ini adalah John Walvoord, tokoh Dispensationalist!

Matthew Henry: He takes occasion hence to show how much better it will be with the church hereafter than it can be here. A state of perfection is in view (v. 10): When that which is perfect shall come, then that which is in part shall be done away. When the end is once attained, the means will of course be abolished. There will be no need of tongues, and prophecy, and inspired knowledge, in a future life, because then the church will be in a state of perfection, complete both in knowledge and holiness. God will be known then clearly, and in a manner by intuition, and as perfectly as the capacity of glorified minds will allow; not by such transient glimpses, and little portions, as here. The difference between these two states is here pointed at in two particulars: 1. The present state is a state of childhood, the future that of manhood: When I was a child, I spoke as a child (that is, as some think, spoke with tongues), I understood as a child; ‎ephronoun‎—sapiebam (that is, "I prophesied, I was taught the mysteries of the kingdom of heaven, in such an extraordinary way as manifested I was not out of my childish state"), I thought, or reasoned, ‎elogizomen, ‎as a child; but, when I became a man, I put away childish things. Such is the difference between earth and heaven. What narrow views, what confused and indistinct notions of things, have children, in comparison of grown men! And how naturally do men, when reason is ripened and matured, despise and relinquish their infant thoughts, put them away, reject them, esteem as nothing! Thus shall we think of our most valued gifts and acquisitions in this world, when we come to heaven. We shall despise our childish folly, in priding ourselves in such things when we are grown up to men in Christ. 2. Things are all dark and confused now, in comparison of what they will be hereafter: Now we see through a glass darkly (‎en ainigmati, ‎in a riddle), then face to face; now we know in part, but then we shall know as we are known. Now we can only discern things at a great distance, as through a telescope, and that involved in clouds and obscurity; but hereafter the things to be known will be near and obvious, open to our eyes; and our knowledge will be free from all obscurity and error. God is to be seen face to face; and we are to know him as we are known by him; not indeed as perfectly, but in some sense in the same manner. We are known to him by mere inspection; he turns his eye towards us, and sees and searches us throughout. We shall then fix our eye on him, and see him as he is, 1 John 3:2. We shall know how we are known, enter into all the mysteries of divine love and grace. O glorious change! To pass from darkness to light, from clouds to the clear sunshine of our Saviour's face, and in God's own light to see light! Ps 36:9. Note, It is the light of heaven only that will remove all clouds and darkness from the face of God. It is at best but twilight while we are in this world; there it will be perfect and eternal day.

Calvin: “Perfection,” says he, “when it will arrive, will put an end to everything that aids imperfection.” But when will that perfection come? It begins, indeed, at death, for then we put off, along with the body, many infirmities; but it will not be completely manifested until the day of judgment, as we shall hear presently. Hence we infer, that the whole of this discussion is ignorantly applied to the time that is intermediate.

Lenski: This shall occur “when the complete shall come.” That is τέλειον which has reached the τέλος or goal in comparison with what is still undeveloped or on the way. Here the incomplete state in which we now live forms the contrast. We are able to know and to prophesy only in a partial and an incomplete way. A complete state will eventually come, τὸ τέλειον, when we shall attain the goal for which we are now striving. In other connections τέλειος denotes the state of mature manhood in contradistinction from a νήπιος or παῖς. See Trench. The aorist subjunctive ἔλθῃ marks the great future moment when the goal shall be reached, namely the Parousia of Christ. Then this entire state of imperfection which is now evident upon the earth will be abolished, for it will have served its purpose. An entirely new way of apprehending, of seeing, and of knowing shall take its place. Even then we shall not know all things—omniscience belongs to God alone, and even the angels do not know the deep things of God, which only the Spirit of God searches. In heaven we shall know in a heavenly manner.

Anthony C. Thiselton: The climactic τὸ τέλειον includes the double meaning the complete (NRSV) and wholeness (REB). Depending on the specific force required by the context the word may also mean perfection (NIV, NJB) or perfect (AV/KJV, RV). On the lexicography of the word, see above on 2:6, where it clearly carries the different sense of mature (usually of persons), as it does in its one remaining use in this epistle, ταῖς δὲ φρεσὶν τέλειοι γίνεσθε (14:20). However, here there is also a further hint of τέλειος as denoting a goal. For just as in 2:6 the wisdom for the mature is not for those who exhibit childish self-centeredness and immediacy, even so here Paul is about to draw the same contrast with being infantile or childish or childlike in v. 11a and the goal of mature adulthood. Hence it combines the two related notions of fulfillment or goal and the completed whole. No English word alone can fully convey the meaning in this context. To translate solely as the end (Collins) is barely adequate.
Catatan: buku tafsiran ini berjudul “The First Epistle to the Corinthians. A Commentary on the Greek Text”. (dari Libronix). Tetapi tetap penafsir ini tidak bahas case, gender dsb dr bahasa Yunaninya. Mengapa? Krn dia tidak mampu? Mustahil! Dia tahu bahwa pembahasan spt itu tak ada gunanya. Dia lebih menekankan kontextnya, perhatikan kata2nya yg saya garis bawahi!

Gordon Fee: “The nature of the eschatological language in v. 12 further implies that the term “the perfect” has to do with the Eschaton itself, not some form of “perfection” in the present age.30 It is not so much that the End itself is “the perfect,” language that does not make tolerably good sense; rather, it is what happens at the End, when the goal has been reached (see n. 22). At the coming of Christ the final purpose of God’s saving work in Christ will have been reached; at that point those gifts now necessary for the building up of the church in the present age will disappear, because “the complete” will have come. To cite Barth’s marvelous imagery: “Because the sun rises all lights are extinguished.””. (dr Libronix).


Kesimpulan: Saya yakin bahwa kata2 ‘yg sempurna tiba’ memang menunjuk pd kesempurnaan pd akhir jaman, shg jelas bahwa bahasa roh dan nubuat baru akan berakhir pd akhir jaman, bukan pd saat alkitab lengkap (ay 8)!


10)      Mulai saat Yesus mati sampai Kitab Suci selesai ditulis rasul-rasul jadi Standard kebenaran.

Tanggapan Budi Asali:
Kok Petrus bisa salah, dalam Kis 10 dan Gal 2?

Kis 10:13-15,34-35 - “(13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.’ ... (34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya”.

Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.

Dan Yohanes bisa salah dengan menyembah malaikat?
Wah 19:10 - “Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: ‘Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat.’”.
Wah 22:8-9 - “(8) Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan melihat semuanya itu. Dan setelah aku mendengar dan melihatnya, aku tersungkur di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya. (9) Tetapi ia berkata kepadaku: ‘Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah Allah!’”.

Tanggapan Dji:
Rasul-rasul jelas menjadi standar Kebenaran ketika Alkitab belum selesai ditulis (setelah kematian Yesus). Petrus dan Yohanes bisa “SALAH”  membuktikan mereka memang tidak sempurna dalam menjadi standar kebenaran, makanya Tuhan janjikan akan mengirim yg sempurna ( I Kor. 13:10 To Teleion) mengacu kepada Alkitab yg sempurna (tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurang).

Tanggapan Budi Asali:
Jgn membelokkan pembicaraan, nak. Kamu kira aku anak kemarin sore spt kamu shg bisa dibelokkan? Kamu menghindari seranganku, bukan menjawabnya!
Kalau merupakan standard, kan lucu kalau standard bisa salah? Standard hanya alkitab atau kehidupan Yesus sendiri, tak pernah kehidupan manusia manapun!



11)     
 Mat 11:13-14 - “(13) Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes (14) dan - jika kamu mau menerimanya - ialah Elia yang akan datang itu..
Ini ditafsirkan, jika kamu mau menerima, ia adalah Elia, jika tidak mau terima ia adalah Yohanes Pembaptis!

Tanggapan Budi Asali:
Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’, yang tidak membutuhkan tanggapan.

Tanggapan Dji:
Mat. 11:13-14 adalah PERKATAAN LANGSUNG DARI TUHAN YESUS sendiri. Dr. Suhento Liauw hanya mengutipnya saja dari Alkitab. Silahkan para pembaca membuka Alkitab sendiri dan baca sendiri Matius 11: 2-14 (tidak perlu repot-repot menafsir). Bagaimana mungkin orang seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div bisa berkata: “Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’? Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menghina perkataan Tuhan Yesus sendiri. Dr. Suhento Liauw tidak akan terganggu dengan penghinaan yg lucu ini, hehehehe.....

Tanggapan Budi Asali:
Hehehe, anak tolol ini makin lama makin lucu. Mat 11:13-14 memang kata2 Yesus, dan aku tidak menganggap liar kata2 Yesus, tetapi penafsiran Suhento Liauw ttg kata2 Yesus itu!
Apa arti kata2 ‘jika kamu mau menerimanya’? Apakah bisa dikontraskan dg ‘jika kamu tidak mau menerimanya’? Hanya org tolol dan gila yg tafsirkan spt itu! Mrk memang bisa ‘tidak menerima’, atau ‘menolak’ penjelasan Yesus bahwa Yoh Pembaptis adalah Elia. Tetapi tidak bisa diartikan kalau mrk tak mau menerimanya maka Yoh Pembaptis adalah Yoh Pembaptis! Ini yg saya maksudkan sbg tolol, gila, dan liar!

Barnes’ Notes: “‘If ye will receive it.’ This is a mode of speaking implying that the doctrine which he was about to state was different from their common views; that he was about to state something which varied from the common expectation, and which therefore they might be disposed to reject (= ‘Jika kamu mau menerimanya’. Ini adalah cara berbicara yg menunjukkan bahwa doktrin / ajaran yg akan ia nyatakan berbeda dg pandangan2 umum mrk; bahwa Ia akan menyatakan sst yg berbeda dr pengharapan umum, dan yg krn itu bisa mrk terima atau tolak).



12)      Karena mau gerejanya steril, Suhento Liauw selalu khotbah sendiri.

Tanggapan Budi Asali:
Lucu sekali. Kalau dia yang khotbah pasti steril? Jadi ajarannya Suhento Liauw itu inerrant / infallible? Dan bagaimana kalau dia mati? Anaknya sendiri steril atau tidak? Apa mungkin dua orang punya theologia yang persis sama?

Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div yang saya kasihi dalam Tuhan Yesus. Bagaimana mungkin menyuruh orang lain yg tidak mengerti Alkitab (Kebenaran) untuk berkhotbah di mimbar Tuhan? Cara satu-satunya menjaganya steril adalah menyuruh orang-orang yg sepaham (satu doktrin) untuk berkhotbah di mimbar Tuhan, atau memang harus khotbah sendiri. Tidak ada masalah dengan pernyataan Dr. Suhento Liauw.

Tanggapan Budi Asali:
Dia mengatakan ‘khotbah sendiri’, nak! Jadi betul2 hanya dia sendiri. Sekalipun saya org Reformed / Calvinist, saya tak keberatan org Arminian, yg sehat pengertiannya (dlm arti ia tetap alkitabiah dan injili dan tak ngajar yg nyeleneh2 spt Suhento Liauw), utk khotbah di mimbar saya.
Cara dia, membuat kalian spt katak di bawah tempurung!

Tak masalah? Tentu tidak bagimu. Bagi org bodoh pernyataan org bodoh yg lain biasanya tak masalah, krn sama2 bodoh!



13)      Kata ‘Katolik’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli (Indonesia diterjemahkan ‘AM’), disamakan dengan gereja Katolik!

Tanggapan Budi Asali:
Kata yang sama belum tentu artinya sama, dan kalau artinya sama belum tentu menunjuk pada hal yang sama.
Kata ‘Katolik’ memang artinya ‘am’ atau ‘universal’. Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.

Encyclopedia Britannica 2010 dengan entry ‘Catholic’: “(from Greek katholikos, ‘universal’), the characteristic that, according to ecclesiastical writers since the 2nd century, distinguished the Christian Church at large from local communities or from heretical and schismatic sects. A notable exposition of the term as it had developed during the first three centuries of Christianity was given by St. Cyril of Jerusalem in his Catecheses (348):the church is called catholic on the ground of its worldwide extension, its doctrinal completeness, its adaptation to the needs of men of every kind, and its moral and spiritual perfection. The theory that what has been universally taught or practiced is true was first fully developed by St.Augustine in his controversy with the Donatists (a North African heretical Christian sect) concerning the nature of the church and its ministry. It received classic expression in a paragraph by St. Vincent of Lérins in hisCommonitoria (434), from which is derived the formula: ‘What all men have at all times and everywhere believed must be regarded as true.’ St. Vincent maintained that the true faith was that which the church professed throughout the world in agreement with antiquity and the consensus of distinguished theological opinion in former generations. Thus, the term catholic tended to acquire the sense of orthodox. Some confusion in the use of the term has been inevitable, because various groups that have been condemned by the Roman Catholic Church as heretical or schismatic never retreated from their own claim to catholicity. Not only the Roman Catholic Church but also the Eastern Orthodox Church, the Anglican Church, and a variety of national and other churches claim to be members of the holy catholic church, as do most of the major Protestant churches.

Tetapi istilah ‘Katolik’ juga digunakan oleh Gereja Roma Katolik, mungkin karena mereka menganggap mereka adalah satu-satunya gereja universal. Itu sebetulnya merupakan suatu penggunaan yang kontradiksi, karena ‘Roma’ merupakan sebutan yang bersifat lokal, sedangkan ‘Katolik’ sebutan yang bersifat universal.
Bahwa mereka menggunakan kata itu secara salah, itu urusan mereka. Tetapi kalau Suhento Liauw melarang / menyalahkan orang Kristen menggunakan kata itu, merupakan suatu kebodohan! Mengapa? Karena gereja-gereja yang dikecam oleh Gereja Roma Katolik sebagai gereja sesat, termasuk gereja Protestan, juga mengclaim istilah itu bagi gereja mereka, karena mereka menganggap gereja merekalah yang benar.

Tanggapan Dji:
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri mengakui dan setuju atau menyatakan “tidak salah”. “Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.” (padahal yg benar adalah yang kelihatan, jemaat = orang percaya Yesus JELAS KELIHATAN).
Kalau orang percaya itu adalah hantu maka ia tak kelihatan.
Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div di atas menggunakan kata “tetapi KALAU Suhento Liauw melarang.......” “Kalau ini, kalau itu dan kalau-kalau” nanti jadinya Pak! Janganlah membuat asumsi “Kalau ........”

Tanggapan Budi Asali:
Kalau tidak tahu apa yg diomong lebih baik tutup mulutmu, supaya tak kelihatan goblognya!
  • Amsal 17:28 - “Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya”.

Sayangnya kamu adalah org bodoh yg banyak bicara, shg makin berkilauan kebodohanmu!
Gereja yg kelihatan itu bercampur antara lalang dan gandum, antara kambing dg domba, ranting yg berbuah dan tidak berbuah, nak. Jelas bukan itu yg dimaksudkan dg kata2 ‘Gereja yg kudus dan Am / Katolik’ dlm 12 Pengakuan Iman Rasuli!



14)Serang predestinasi dan katakan neraka bukan dicipta untuk manusia tetapi untuk setan.
Mat 25:41 - Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya..

Tanggapan Budi Asali:

Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal 24 Agustus itu terlaksana.

Tanggapan Dji: ini juga tidak perlu saya tanggapi, kecuali saya hanya bisa katakan: lihat saja model bahasa ini (menunjukkan siapa jati diri Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sesungguhnya).

Tanggapan Budi Asali:
Lihat tanggapan saya pd poin 2 di atas.



15)      Dalam kebaktian tak boleh ada pemberkatan pada akhir kebaktian. Pemberkatan ada pada jaman keimaman Harun, jaman sekarang semua orang Kristen adalah imam, jadi tak boleh ada satu memberkati yang lain. Pemberkatan nikah itu salah, seharusnya peneguhan nikah.

Tanggapan Budi Asali:
Ajaran ini betul-betul gila, dan tak sulit untuk membantahnya / menghancurkannya.

a)   Dalam jaman Perjanjian Lama, yang memberkati adalah imam besar, tetapi berkat itu sebetulnya jelas bukan datang dari imam besar itu sendiri, tetapi dari Tuhan. Jadi, imam besar itu hanyalah alat Tuhan.
Bil 6:22-27 - “(22) TUHAN berfirman kepada Musa: (23) ‘Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: (24) TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; (25) TUHAN menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia; (26) TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. (27) Demikianlah harus mereka meletakkan namaKu atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka.’”.
Lalu mengapa dalam Perjanjian Baru, pendeta tak boleh jadi alat Tuhan untuk memberikan berkat dalam kebaktian?
Tanggapan Dji: Tidak ada orang (termasuk Dr. Suhento Liauw) yg mengatakan berkat itu dari manusia, jelas berkat itu dari Tuhan baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.
Bedanya dalam zaman Perjanjian Lama memang semuanya masih bersifat simbol, sehingga ada acara memberkati anak, dll. Sedangkan dalam Perjanjian Baru semua orang percaya adalah sama di mata Tuhan, bahkan setiap orang adalah imam yg rajani. I Pet. 2:9 “Tetapi kamulah (setiap orang percaya) bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” Jadi, setiap orang percaya sekarang sudah bisa berdoa langsung kepada Tuhan Yesus atau minta berkat sendiri dari Tuhan, tidak seperti dalam zaman Perjanjian Lama yg memerlukan seorang imam. Justru atas dasar apa seorang seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div merasa layak minta berkat bagi orang lain?...... camkan ini Pak!.......

Tanggapan Budi Asali:
Dia bicara ttg berkat pd akhir kebaktian, nak, dan kamu lagi2 menyelewengkan pembicaraan!



b)   Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang Kristen yang lain, maka ingat bahwa dalam jaman Perjanjian Lama imam punya tugas mengajar Firman Tuhan.

Mal 2:1-7 - “(1) Maka sekarang, kepada kamulah tertuju perintah ini, hai para imam! (2) Jika kamu tidak mendengarkan, dan jika kamu tidak memberi perhatian untuk menghormati namaKu, firman TUHAN semesta alam, maka Aku akan mengirimkan kutuk ke antaramu dan akan membuat berkat-berkatmu menjadi kutuk, dan Aku telah membuatnya menjadi kutuk, sebab kamu ini tidak memperhatikan. (3) Sesungguhnya, Aku akan mematahkan lenganmu dan akan melemparkan kotoran ke mukamu, yakni kotoran korban dari hari-hari rayamu, dan orang akan menyeret kamu ke kotoran itu. (4) Maka kamu akan sadar, bahwa Kukirimkan perintah ini kepadamu, supaya perjanjianKu dengan Lewi tetap dipegang, firman TUHAN semesta alam. (5) PerjanjianKu dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya - pada pihak lain ketakutan - dan ia takut kepadaKu dan gentar terhadap namaKu. (6) Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan. (7) Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta alam”.

Kalau karena dalam jaman Perjanjian Baru semua orang Kristen adalah imam, dan karena itu tak boleh orang Kristen yang satu memberkati orang Kristen yang lain, maka konsekwensinya adalah: orang Kristen yang satu juga tak boleh mengajar Firman Tuhan kepada orang Kristen yang lain! Semua orang Kristen harus menjadi pengajar Firman Tuhan, dan lalu siapa pendengarnya?


Tanggapan Dji:
MEMBERKATI ORANG LAIN dan MENGAJAR FIRMAN TUHAN adalah dua pekerjaan yg berbeda. Jangan disamakan!. Dalam PL memang tugas imam untuk memberkati dan mengajar Firman Tuhan, tetapi dalam PB tidak boleh ada orang Kristen yg berhak memberkati orang lain, yang ada adalah mengajarkan Firman Tuhan, seperti yang kita lakukan saat ini [atau adanya jabatan yg alkitabiah dalam gereja yaitu: 1. Gembala/Penatua/Penilik jemaat, 2. Guru Injil (mengajar ke dalam), 3. Penginjil (mengajar/menginjil keluar, 4. Diaken (pembantu gembala)]
Konsekwensi yang Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div taruh di atas adalah suatu asumsi yg berlebihan dan “mengada-ngada”, apakah faktanya semua orang Kristen menjadi pengajar Firman hari ini? Atau apakah memang sudah tidak ada yg jadi pendengar Firman hari ini?. Bukankah ini adalah asumsi (konsekwensi) yang sangat berlebihan?.......Mari, lebih berhikmat lagi Pak!.....

Tanggapan Budi Asali:
Lagi2 kalau tak bisa menjawab, menyimpangkan pembicaraan. Itu cara kalian, termasuk Steven Liauw (dlm menjawab serangan saya dlm tulisan di internet), Suhento Liauw (pd waktu menjawab pertanyaan seorang pemuda ttg baptisan), dsb.
Dua itu memang berbeda, dimana saya katakan sama? Tetapi ada persamaannya, yaitu sama2 mrpk tugas imam dlm PL. Kalau yg satu dilarang dlm PB krn semua org Kristen jadi imam, maka konsekwensinya yg satunya juga hrs dilarang!
Org idiot ini menyimpang tak karuan dan tak mengerti apa yg dibicarakan, tetapi mengajak berhikmat. Hehehe. Aku tak sudi punya hikmat, kalau hikmat itu spt hikmatmu, yg identik dg ketololan!



c)   Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:
·         Ro 12:14 - Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!”.
·         1Kor 4:12 - “kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki,kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar;”.
·         Ibr 7:7 - “Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.


Tanggapan Dji: Ibrani 7:7 disimpan dulu, bahasnya di bawah nanti.
Kita lihat 2 ayat ini dulu:
Roma 12:14 – “Berkatila ....” (KJV = BLESS)
I Kor. 4:12 “...kami memberkati.....” (KJV =  we BLESS).
“BLESS” dalam kamus bahasa Inggris –Indonesia artinya: 1. Memberkahi, merestui. 2. Mendoakan. –blessed ks. 1. Menyenangkan.
Jadi, ayat-ayat ini jangan dijadikan alasan untuk berkat-memberkati, tetapi lebih cocok diartikan:
Roma 12:14 “Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu, berdoalah dan jangan mengutuk!” ini cocok dengan perintah Tuhan Yesus: Mat. 5:44 “Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan BERDOALAH bagi mereka yang menganiaya kamu.” (saya akui bahwa saya mendoakan Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini supaya benar-benar dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil-Nya).

Tanggapan Budi Asali:
Kamu lagi mabuk, nak? Berdoalah (kpd) siapa yg menganiaya kamu? Berarti kita menaikkan doa itu kpd org yg menganiaya kita? Itu penyembahan berhala, nak!
Hmmm, ayatnya berkata ‘berkatilah, kamu berhak mengubah jadi berdoalah! Nggak mau tunduk Firman Tuhan, ya nak? Buat Firman sendiri? Maklum ‘independent’!
Nak, terus terang saya tak yakin sama sekali kalau kamu anak Tuhan, Jadi jgn berdoa utk saya, krn kalau org kafir berdoa utk saya toh tak akan didengar oleh Tuhan.

Kini kita lihat Ibrani 7:7 “Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi.Coba pembaca sekarang juga, buka Alkitab masing-masing: konteks di ibrani 7:7 ini berbicara siapa yg lebih tinggi itu? siapa yg boleh memberkati itu? jawabannya: Dia adalah Melkisedek.
Siapakah Melkisedek itu?:
Kej.14:18 Melkisedek adalah Raja Salem

Ibrani 7:2 Melkisedek adalah Raja Salem, Raja Damai Sejahtera = Yesus Kristus adalah Raja Damai Sejahtera.
Ibrani 7: 3 “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya”.
Ibrani 6:20 “Di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.” Siapakah Melkisedek sehingga Yesus Kristus menurut peraturan-Nya? Melkisedek adalah Yesus Kristus sebelum datang dalam bentuk daging dan darah (sebelum menjadi manusia Yesus) = yang disebut Theophany / Christophany.

Jadi, bagaimana mungkin seorang Kristen (seperti Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini) bisa menggunakan ayat Ibrani 7:7 ini sebagai ayat argumentasinya untuk memberkati orang lain?......

Tanggapan Budi Asali:

Hmmm, pengawuran yg luar biasa tolol dan gilanya! Hrs diakui Melkisedek adalah org misterius, dan banyak hal tak diketahui ttg dia krn alkitab memang tak menceritakan. Tetapi ada beberapa hal yg pasti ttg Melkisedek:
1.   Dia adalah manusia sungguh2, raja Salem. Jadi bukan theophany, nak! Kalau theophany itu hanya kelihatan sbg manusia, tetapi bukan sungguh2 manusia!
2.   Dia juga jelas bukan sama dengan Yesus!
Ibr 7:3 - “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya..
Terjemahan Indonesia ini salah pada bagian yang saya garis bawahi. Bandingkan dg terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris:
KJV: ‘made like unto the Son of God’.
RSV: resembling the Son of God’.
NIV: like the Son of God’.
NASB: ‘made like the Son of God’.
Jadi sebetulnya ‘spt’ atau ‘menyerupai’, bukan ‘sama dengan’.
Kalaupun mau diterjemahkan ‘sama dengan’, tetap harus dipertanyakan ‘sama dengan dlm hal apa?’. Dan bagian selanjutnya dr ayat itu menjelaskan bahwa ia sama dg Anak Allah / Yesus dlm hal keimaman yg kekal!

Kontext Ibr 7 memang ttg Melkisedek, tetapi dlm penceritaan fakta pd saat dia memberkati Abraham, diberi suatu pernyataan yg sifatnya umum, yaitu yg lebih tinggi memberkati yg lebih rendah! Krn sifatnya umum, maka dlm PBpun boleh yg lebih tinggi memberkati yg lebih rendah (dg catatan berkat tetap dtg dr Tuhan, org yg memberkati hanya sbg alat Tuhan).

Adam Clarke: That the superior blesses the inferior is a general proposition; but Abraham was blessed of Melchizedek, therefore Melchizedek was greater than Abraham (= Bahwa yg lebih tinggi memberkati yg lebih rendah adalah suatu dalil yg umum; tetapi Abraham diberkati oleh Melkisedek, krn itu Melkisedek lebih besar / tinggi dr Abraham).

Dlm PB, Tuhan sendiri memberi jabatan gembala, pengajar dsb, (Ef 4:11) yg jelas menunjukkan bahwa dlm PB tetap ada perbedaan pangkat gerejani. Jadi, tidak ada yg salah dg pdt memberi berkat pd akhir kebaktian!



16)Nama Allah yang benar bukan YAHWEH tetapi YEHOVAH. Alasan: karena dalam manuscript tertua yang gunakan huruf hidup (MT) namanya disebutkan YEHOVAH.

Tanggapan Budi Asali:
Ini lucu karena MT bukan manuscript! Dalam manuscript tak ada huruf hidup!Memang YAHWEHpun belum tentu benar, tetapi YEHOVAH pasti salah, karena huruf hidupnya dipinjam dari ADONAY (dan mungkin juga dari ELOHIM).
Saya akan memberi kutipan dari buiku saya sendiri tentang Yahweh-isme, yang berbunyi sebagai berikut:

Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?
Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan nama YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada orang-orang yang memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A - O - A ke sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang dosen saya mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu ada aksen Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan YAHOWAH menjadi YEHOWAH itu disebabkan karena: the laws of the Hebrew language required the first a to be changed into e, and hence the name Jehovah” (= hukum-hukum dari bahasa Ibrani mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah menjadi huruf e, dan karena itu menjadi Jehovah) - hal 383.
Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V dan W adalah sama.

The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’)“YHWH was considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was substituted in reading, and the vowels of this word were combined with the consonants YHWH to give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of the 12th century AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka ADONAY (Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup dari kata ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan ‘Jehovah’, suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12 M.] - hal 478.

Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’)“The divine name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the Bible, because it became a practice in late Old Testament Judaism not to pronounce the sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) - a practice still used today in the synagogue. When the vowels of Adonai were attached to the consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah resulted” [= Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan) dalam versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam Yudaisme Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat / kudus YHWH, tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu praktek yang masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf hidup dari ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad pertengahan, kata Yehovah dihasilkan].

  a D o N a Y
  ¯    ¯     ¯
Y   H   W   H ® YaHoWaH ® YeHoWaH / YeHoVaH

Encyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak berbeda. Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (= Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama didapatkan A - O - A dan dari kata yang kedua didapatkan E - O - I. Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama, yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.

Encyclopedia Britannica 2007“The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being” [= Para ahli Taurat Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH) tercipta].

  a D o N a Y
  ¯    ¯     ¯
Y   H   W   H ® YeHoWaH / YeHoVaH
  ­    ­    ­
  e L o H i M

Louis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata: “And therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact, attached to them the vowels of one of these names, usually those of ’Adonai” [= Dan karena itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang Yahudi) menggantikannya atau dengan ADONAY atau ELOHIM; dan ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka membiarkan huruf-huruf mati itu utuh, melekatkan kepada huruf-huruf mati itu huruf-huruf hidup dari salah satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf hidup dari ADONAY] - ‘Systematic Theology’, hal 49.

Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH (atau dalam bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.

Tanggapan Dji :
Saya tidak mau terlalu mengomentari ini, karena Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri menyatakan “belum tahu mana yg benar”, sambil menyatakan penyebutan YEHOVAH “pasti salah”. Padahal sudah dikasih tahu oleh Dr. Suhento Liauw tentang penyebutan yg benar.
Izinkan saya tambahkan sedikit penjelasan: Mat. 5:18 “Karena Aku (Tuhan Yesus) berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Ini artinya Tuhan pasti sanggup memelihara NAMA-NYA yg KUDUS dan keramat itu. Mana mungkin NAMA TUHAN bisa hilang beberapa huruf hidup dan tidak diketahui oleh Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div dan Louis Berkhof ?......
Saya lebih percaya kepada Alkitab (kata-kata Tuhan Yesus) dari pada percaya kepada Louis Berkhof atau yg lainnya.

Tanggapan Budi Asali:
Nak, ketololanmu makin lama makin bersinar. Aku bukannya belum tahu, tetapi memang tidak tahu, dan tidak bakal tahu, krn hal itu tidak mungkin diketahui, kecuali pd saat aku nanti masuk surga.
Penjelasanmu makin menunjukkan ketololanmu! Dan terutama menunjukkan ketidak-mengertianmu akan bahasa Ibrani. Bahasa Ibrani dlm penulisannya tidak mempunyai huruf hidup, nak. Semua 22 abjadnya adalah huruf mati. Dlm pengucapan tentu ada bunyi huruf hidup, tetapi dlm penulisan tidak ada. Dlm bahasa Ibrani modern, dlm penulisannya ditambahkan tanda2 (bukan ‘huruf’) yg menunjukkan bunyi pembacaan huruf hidupnya. Tetapi tanda2 ini bukan asli dr Tuhan, nak. Itu penambahan org, dan tidak mutlak benar.
Nama Allah dlm PL hanya ditulis YHWH. Bgm bunyi huruf hidupnya? Musa dulu pasti tahu. Tetapi pd suatu saat, org2 Yahudi menjadi takut mengucapkan nama keramat itu, dan setiap kali bertemu nama itu dlm PL, mrk membacanya sbg ADONAY (= Tuhan). Setelah beberapa ratus tahun, maka semua org yg tahu bgm membaca nama YHWH mati semua, shg akhirnya tak ada yg tahu bgm membacanya! Paham, nak?
Makanya pd waktu Suhento mengatakan manuscript yg pakai tanda2 yg menunjukkan bunyi huruf hidup, itu adalah omong kosong. Itu ajaran yg mendustai org! Tak ada manuscript yg pakai tanda2! Kalau yg pakai tanda2 itu sudah yg cetakan, bukan lagi manuscript! Paham, nak? Dan Suhento yg ngawur itu kasi tahu saya, dan saya hrs terima? Hehehe! Kalau kamu terbiasa amin-kan kata2 pdt tolol tanpa memeriksa benar atau salahnya, baca Kis 17:11 yg di atas kamu kutip!
Jadi jgn sok dg bilang ‘saya lebih percaya alkitab’ dsb, nak, itu makin menunjukkan ketololanmu!



17)      Ia percaya semua bayi yang mati masuk surga. Dasar Alkitab yang ia berikan adalah
 1Raja 14:13 - Seluruh Israel akan meratapi dia dan menguburkan dia, sebab hanya dialah dari pada keluarga Yerobeam yang akan mendapat kubur, sebab di antara keluarga Yerobeam hanya padanyalah terdapat sesuatu yang baik di mata TUHAN, Allah Israel..
Ia berkata anak Yerobeam ini belum akil balik / dewasa dan karena itu Tuhan menemukan adanya sesuatu yang baik dalam dirinya (ia belum punya dosa dari dirinya sendiri).

Tanggapan Budi Asali:

Sangat lucu, jadi dosa asal tak membuat Allah murka kepada seseorang. Kalau begitu mengapa bayi bisa mati? Juga anak Yerobeam itu bukan bayi / anak kecil. Kata Ibrani yang digunakan adalah NAAR, yang bisa berarti ‘boy’ (= anak laki-laki) ataupun ‘youth’ (= pemuda). Karena itu anak itu sudah pasti punya dosa dari dirinya sendiri. Kalau dikatakan Allah mendapati sesuatu yang baik dalam dirinya maka itu pasti menunjukkan anak itu sudah beriman, karena tanpa iman tidak mungkin seseorang bisa memperkenan Tuhan.
Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”.
Mungkin karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam), dan itulah hal yang baik yang ada pada anak itu. Adanya hal yang baik ini pasti juga merupakan hasil pekerjaan Tuhan dan kasih karuniaNya dalam diri anak itu, sehingga sekalipun ia dilahirkan dalam keluarga yang brengsek, ia sendiri bisa beriman dan mempunyai kesalehan, sehingga bisa memperkenan Tuhan.

Tanggapan Dji:
Semua dosa manusia (dosa seisi dunia) telah ditanggung Tuhan Yesus ( I Yoh. 2:2 “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”), tentu termasuk dosa bayi Yerobeam.

Tanggapan Budi Asali:
Jgn terlalu cepat artikan ayat tanpa melihat kontext dan ayat lain dlm alkitab, nak! ‘Kita’ itu siapa, dan ‘dunia’ itu siapa?
Reformed tafsirkan: ‘kita’ = org Kristen Yahudi, dan ‘dunia’ = orang2 pilihan di seluruh dunia.
Jadi, tidak benar kalau Yesus mati utk dosa setiap individu dlm dunia mulai Adam sampai kiamat.


Manusia yang belum akil balik (setelah dewasa) berdosa atas keputusannya sendiri (jadi harus bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus yg telah menanggung semua dosanya).
Jadi, saya melihat Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div hanya bisa berkata (tentang bayi Yerobeam masuk Sorga): “Mungkin.....karena ia beriman maka ia tidak setuju dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh ayahnya (Yerobeam)”. Sekali lagi Theologi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div menggunakan asumsi dan asumsi Mungkin (May be.....May be.....) dan ini pun jika bayi di situ “dipaksa” diterjemahkan sudah dewasa (boy = anak laki-laki).

Tanggapan Budi Asali:
Nulis kata ‘mungkin’ dlm bahasa Inggris itu disambung, nak! Bukan ‘may be’, tetapi ‘maybe’! Kalau tak becus bahasa Inggris jgn pakai bahasa Inggris, nak! Kalau Steven Liauw samakan ‘freewill’ dg ‘free will’, muridnya samakan ‘may be’ dg ‘maybe’! Memang murid tak lebih dr gurunya!

Spt sdh saya katakan diatas, kalau saya tidak pasti, saya tak mau sok pasti, spt yg Suhento lakukan. Dan mengapa saya tidak pasti? Krn ayatnya memang tak menunjukkan dg jelas. Tetapi pd waktu menafsirkan dg menghubungkannya dg ayat2 lain, khususnya dg Ibr 11:6 itu, maka kalau ada sesuatu dlm diri anak itu yg memperkenan Allah, ia pasti org beriman. Cuma apa ‘sesuatu’ yg menyebabkan perkenan Allah itu, memang tak disebutkan!

Saya sdh katakan bahwa kata Ibrani yg digunakan adalah NAAR, yg bisa berarti anak kecil sampai pemuda (youth). Sbg contoh, 42 anak2 yg mengejek Elisa (2Raja 2:23) dikutuk oleh Elisa, shg dibunuh semuanya oleh beruang. Kata ‘anak’ di situ juga adalah kata Ibrani yg sama, yaitu NAAR. Apakah Elisa gila shg mengutuk anak2 yg masih usia 2 thn, yg masih belum bisa dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya, shg mrk mati semua dibunuh beruang? Itu mustahil. Jadi, usia anak2 itu tentu sudah cukup umur utk dianggap bertanggung jawab.

Yg jelas ajaran Suhento ttg hal ini ngawur lagi!



18)      Dalam pengajaran, Suhento Liauw ini sering memfitnah orang:

a)   Ia menunjukkan foto di koran, ada 4 orang, themanya kira-kira penyatuan / penyamaan Kristen dengan Katolik. Lalu berkata: yang ini James Ryadi (memang benar), yang ini Stephen Tong (ngawur, itu pasti bukan Stephen Tong). Lalu di koran itu ditulis nama Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia.

Tanggapan Budi Asali:

Ini saya protes dalam acara tanya jawab dan saya jelaskan: yang satu memang James Ryadi, yang satu lagi Yakub Susabda, tetapi tak ada Stephen Tong, itu FITNAH! Dia agak malu, lalu bilang kalau fotonya kabur jadi mirip Stephen Tong. Padahal fotonya nggak mirip sama sekali dengan Stephen Tong! Dan kalau memang tidak tahu, lebih baik jangan omong tentang kejelekan orang lain, atau itu harus dianggap sebagai FITNAH!


Tanggapan Dji:
Saya sekali lagi MENYATAKAN RAGU dan INI TIDAK BISA DIPERCAYA atas koment Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini, karena lihat saja pernyataannya di atas: “Themanya kira-kira........(maaf, saya ulangi: “Themanya kira-kira....” )
Mengenai foto di koran itu memang buram (tidak jelas siapa) dan itu memang koran tentang STT Reformed Injili Indonesia, dan kata Dr. Suhento Liauw (ketika saya konfirmasi langsung dengan beliau) beliau berkata: justru yang sebut “Stephen Tong” itu adalah audiens seminar, bukan Dr. Suhento Liauw yg menyebutnya.
Setahu saya: Dr. Suhento Liauw bukanlah tipe orang yg demikian (suka fitnah), apalagi seminar-seminar tersebut biasanya ada direkam, jauhlah kiranya beliau berbuat demikian.
(untuk Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ketahui, bahwa: Kami semua mengasihi Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div, Bapak James Ryadi, Bapak Stephen Tong yg luarbiasa tetap semangat, and we pray for them, we pray for all Indonesian people)

Silahkan pembaca yg menilai sendiri saja! Siapa yg suka fitnah dan tanpa dasar Alkitab! Dan siapa yg mengasihi sesuai perintah Tuhan!.

Tanggapan Budi Asali:

Bagian ini akan saya jawab dalam file tersendiri, dg judul ‘Fitnah Suhento Liauw ttg Pdt. Stephen Tong’.



b)   Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian Servetus. Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan! Orang gila ini senang memfitnah!

Tanggapan Budi Asali:
Ini fitnahan yang lazim dalam kalangan Arminian! Entah mereka tidak tahu sejarahnya atau pura-pura tidak tahu, itu bukan urusan saya. Tetapi siapapun mau bicara tentang kejelakan orang, ia harus tahu bahwa apa yang ia bicarakan itu pasti benar. Kalau tidak, itu merupakan FITNAH!

Perlu diketahui beberapa hal dalam persoalan penghukuman mati terhadap Servetus dengan dibakar pada jaman Calvin:

1.   Servetus dihukum mati bukan karena dia anti Calvinisme, tetapi karena ia bukan saja tak percaya pada doktrin Allah Tritunggal, tetapi lebih dari itu, ia menghujatnya mati-matian dengan mengatakan hal itu sebagai ‘monster berkepala tiga’ dsb sehingga menimbulkan kemarahan dari semua orang Kristen dan bahkan Katolik di seluruh dunia.

2.   Calvin memang yang melaporkan dia kepada pemerintah / polisi pada waktu ia secara berani mati muncul di Geneva. Tetapi yang menangkap, mengadili, menjatuhkan hukuman mati dengan dibakar, dan melaksanakan hukuman mati itu adalah pemerintah / pengadilan.

3.   Calvin justru memintakan keringanan supaya hukuman itu diubah dari dibakar menjadi pemenggalan, tetapi permintaan Calvin ditolak oleh pengadilan.

Semua cerita ini ada dalam buku sejarah dari Philip Schaff (orang ini ahli sejarah, dan ia bukan Calvinist), dan itu bisa saya buktikan.

Philip Schaff: if we consider Calvin’s course in the light of the sixteenth century, we must come to the conclusion that he acted his part from a strict sense of duty and in harmony with the public law and dominant sentiment of his age, which justified the death penalty for heresy and blasphemy, and abhorred toleration as involving indifference to truth Even Servetus admitted the principle under which he suffered; for he said, that incorrigible obstinacy and malice deserved death before God and men - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 690.

Philip Schaff: Calvin never changed his views or regretted his conduct towards Servetus. Nine years after his execution he justified it in self-defence against the reproaches of Baudouin (1562), saying: ‘Servetus suffered the penalty due to his heresies, but was it by my will? Certainly his arrogance destroyed him not less than his impiety. And what crime was it of mine if our Council, at my exhortation, indeed, but in conformity with the opinion of several Churches, took vengeance on his execrable blasphemies? Let Baudouin abuse me as long as he will, provided that, by the judgment of Melanchthon, posterity owes me a debt of gratitude for having purged the Church of so pernicious a monster.’ - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 690-691.

Philip Schaff: Let us remember also that it was not simply a case of fundamental heresy, but of horrid blasphemy, with which he had to deal. If he was mistaken, if he misunderstood the real opinions of Servetus, that was an error of judgment, and an error which all the Catholics and Protestants of that age shared - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 691.

Philip Schaff: It is not surprising that this book gave great offence to Catholics and Protestants alike, and appeared to them blasphemous. Servetus calls the Trinitarians tritheists and atheists. He frivolously asked such questions as whether God had a spiritual wife or was without sex. He calls the three gods of the Trinitarians a deception of the devil, yea (in his later writings), a three-headed monster - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 718-719.

Philip Schaff: Servetus charges the Reformed Christians of Geneva that they had a gospel without a God, without true faith, without good works; and that instead of the true God they worshipped a three-headed Cerberus - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 731.
Catatan: Cerberus = anjing berkepala tiga yang menjaga Hades dalam mitologi Romawi dan Yunani (Webster’s New World Dictionary, College Edition).

Philip Schaff: He calls all Trinitarians ‘tritheists’ and ‘atheists.’ They have not one absolute God, but a three-parted, collective, composite God - that is, an unthinkable, impossible God, which is no God at all. They worship three idols of the demons, - a three-headed monster, like the Cerberus of the Greek mythology. One of their gods is unbegotten, the second is begotten, the third proceeding. One died, the other two did not die. Why is not the Spirit begotten, and the Son proceeding? By distinguishing the Trinity in the abstract from the three persons separately considered, they have even four gods. The Talmud and the Koran, he thinks, are right in opposing such nonsense and blasphemy - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 741-742.

Philip Schaff: Shortly after the publication of the ‘Restitution,’ the fact was made known to the Roman Catholic authorities at Lyons through Guillaume Trie, a native of Lyons and a convert from Romanism, residing at that time in Geneva. He corresponded with a cousin at Lyons, by the name of Arneys, a zealous Romanist, who tried to reconvert him to his religion, and reproached the Church of Geneva with the want of discipline. On the 26th of February, 1553, he wrote to Arneys that in Geneva vice and blasphemy were punished, while in France a dangerous heretic was tolerated, who deserved to be burned by Roman Catholics as well as Protestants, who blasphemed the holy Trinity, called Jesus Christ an idol, and the baptism of infants a diabolic invention. He gave his name as Michael Servetus, who called himself at present Villeneuve, a practising physician at Vienne. In confirmation he sent the first leaf of the ‘Restitution,’ and named the printer Balthasar Arnoullet at Vienne. This letter, and two others of Trie which followed, look very much as if they had been dictated or inspired by Calvin. Servetus held him responsible. But Calvin denied the imputation as a calumny. At the same time he speaks rather lightly of it, and thinks that it would not have been dishonorable to denounce so dangerous a heretic to the proper authorities. He also frankly acknowledges that he caused his arrest at Geneva. He could see no material difference in principle between doing the same thing, indirectly, at Vienne and, directly, at Geneva. He simply denies that he was the originator of the papal trial and of the letter of Trie; but he does not deny that he furnished material for evidence, which was quite well known and publicly made use of in the trial where Servetus’s letters to Calvin are mentioned as pieces justificatives. There can be no doubt that Trie, who describes himself as a comparatively unlettered man, got his information about Servetus and his book from Calvin, or his colleagues, either directly from conversation, or from pulpit denunciations. We must acquit Calvin of direct agency, but we cannot free him of indirect agency in this denunciation. Calvin’s indirect agency, in the first, and his direct agency in the second arrest of Servetus admit of no proper justification, and are due to an excess of zeal for orthodoxy - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 757-759.

Philip Schaff: The final responsibility of the condemnation, therefore, rests with the Council of Geneva, which would probably have acted otherwise, if it had not been strongly influenced by the judgment of the Swiss Churches and the government of Bern. Calvin conducted the theological part of the examination of the trial, but had no direct influence upon the result. His theory was that the Church may convict and denounce the heretic theologically, but thathis condemnation and punishment is the exclusive function of the State, and that it is one of its most sacred duties to punish attacks made on the Divine majesty. ‘From the time Servetus was convicted of his heresy,’ says Calvin, ‘I have not uttered a word about his punishment, as all honest men will bear witness; and I challenge even the malignant to deny it if they can.’One thing only he did: he expressed the wish for a mitigation of his punishment. And this humane sentiment is almost the only good thing that can be recorded to his honor in this painful trial - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 767-768.

Philip Schaff: “... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.

Philip Schaff: The severest charge against him is blasphemy. Bullinger remarked to a Pole that if Satan himself should come out of hell, he could use no more blasphemous language against the Trinity than this Spaniard; and Peter Martyr, who was present, assented and said that such a living son of the devil ought not to be tolerated anywhere. We cannot even now read some of his sentences against the doctrine of the Trinity without a shudder. Servetus lacked reverence and a decent regard for the most sacred feelings and convictions of those who differed from him - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-788.

Tanggapan Dji:
Point b) di atas menurut saya itu sudah bercampur-aduk antara pernyataan Dr. Suhento Liauw dengan “kekesalan” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri.
Hemat saya pernyataan Dr. Suhento Liauw harusnya begini: (silahkan Pembaca teliti dan cermat)
Dr. Suhento Liauw: b) Calvin / Calvinist ada jejak darah, dalam persoalan kematian servetus (titik).
Tetapi karena tidak sabar dan tidak teliti maka “bukti kekesalan” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div ini menggabungkannya menjadi pernyataan Dr. Suhento Liauw juga. (Mohon kerelaan hatinya untuk koreksi dan mengakuinya saja Pak? Ini terlihat jelas kok?) (saya tidak mau “menuduh” Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div melakukan Fitnah kpd Dr. Suhento Liauw, sekalipun buktinya ini sudah kuat) saya menganggap Bapak ini khilaf saja. Bahkan karena terlalu tidak sabar dan tidak teliti (saya dapat memakluminya) Belum-belum sudah bilang “Lucu, yang menghukum mati Servetus bukan Calvin, tetapi pengadilan! orang gila ini senang memfitnah!” padahal bagian ini (“Lucu, yang menghukum mati Servetus .....dan seterusnya... !”) harusnya ini masuk ke dalam bagian Tanggapan Budi Asali. Begitu toh Pak?....... monggo ditanggapi..... tapi kalau tidak ditanggapi ya sudahlah...maklumkan sajalah...... (We love you brother.....)

Tanggapan Budi Asali:
Lagi2, mendapatkan kesalahan penempatan sedikit saja sudah berkoar2 seakan2 kamu menemukan sst yg layak mendapatkan hadiah nobel!

Oke, kita kembali ke laptop....(versi Tukul “empat mata”)
Tanggapan untuk point:
1.      Servetus dihukum mati dalam zaman Calvin (tidak ada yg bisa membantahnya), Servetus memang pengajar bidat (sesat) yg tidak percaya kepada doktrin Allah Tri Tunggal. Tetapi seberapa sesat pun seorang Servetus maka ia tidak layak mendapatkan hukuman mati. Orang Kristen Alkitabiah memandang perbedaan penafsiran dan perbedaan kepercayaan / keyakinan agama sebagai sesuatu yang lazim dan umum. Orang Kristen Alkitabiah tidak boleh memberikan  “stempel” tanda setuju Servetus atau “servetus-servetus lain” untuk dihukum mati karena perbedaan doktrin/perbedaan keyakinan.

Tanggapan Budi Asali:
Dlm PL Tuhan suruh hukum mati org sesat, tolol, dan kamu bilang itu ‘tidak layak’? Baca seluruh Ul 13! Jgn beralasan itu jaman PL. Yg mengajar ajaran sesat, itu dosa, dan dosa upahnya maut (Ro 6:23). Jadi kalau dlm jaman PB tak dihukum mati, itu krn jasa penebusan Kristus maka Tuhan berbelas kasihan. Tetapi kalau bicara soal layak atau tidak layak, saya yakin mutlak, bahwa pengajar sesat (dan semua pemfitnah!) sangat layak dihukum mati!
Pembunuh layak dihukum mati atau tidak? Kalau di Amerika biasanya pembunuh dihukum mati. Dlm jaman PL jg. Padahal menyesatkanm org lebih hebat dosanya dp membunuh org. Krn menyesatkan = membunuh secara rohani, dan memasukkan ke neraka org yg disesatkan!
Kamu tak mengerti alkitab, makanya meremehkan penyesatan!


2.      Bapak Pdt. Budi Asali, M. Div sendiri pun “mengakui” bahwa Calvin yg melaporkan Servetus kepada polisi di Genewa. Walaupun memang pengadilan yg jatuhkan hukuman mati, tetapi andil Calvin dalam melaporkan Servetus itu sudah menjadi bukti keterlibatan John Calvin dalam kematian Servetus. Mudah dimengerti toh!.... Apalagi waktu itu seorang John Calvin (tahun 1541-1564) sangat berpengaruh di Genewa.

Tanggapan Budi Asali:
Kalau negaranya Kristen, dan hukum Kristen menyatakan bahwa penyesatan memang salah, bukan saja tak salah melaporkan penyesat, tetapi itu justru mrpk ketaatan kpd pemerintah, dan itu sesuai dg alkitab (Ro 13:1).
Terlibat, bukan berarti salah, tolol! Terlibat bisa positif, bisa negatif.


3.      “John Calvin justru meminta keringanan untuk Servetus” (Faktanya: Permohonannya tidak dikabulkan dan Servetus mati dibakar). Ini kedengaran sangat memprihatinkan. Apakah John Calvin benar-benar  meminta keringanan untuk Servetus? (kini tinggal tanda tanya saja?)

Tanggapan Budi Asali:
Hehehe, aku yakin kamu tak mengerti bahasa Inggris, makanya banyak kutipanku di atas dr ahli sejarah top Philip Schaff tidak kamu baca sama sekali. Padahal dr banyak kutipan itu, ada satu yg aku terjemahkan, dan itu adalah yg berhubungan dg kata2mu ini! Aku kutip ulang kata ahli sejarah itu!
Philip Schaff“... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.

Dan kalau kamu menganggap kata ahli sejarah itu salah / tak bisa dipercaya, aku ingatkan dua hal:
            1.     Schaff bukan seorang Calvinist!
2.   Suhento mengecam para pengikut Yahweh-isme yang tak mau terima kata2 dia yang mengutip dari dictionary, encyclopedia dsb. Tanya kakek gurumu iktu, kalau tak mau terima kata2 ahli sejarah bgm????


19)      Kesan yang didapat adalah: ia anggap dan nyatakan gerejanya sebagai ‘the only true church’, dan anjurkan orang pindah ke gerejanya! Katolik, Kharismatik, Calvinist, tokoh-tokoh reformasi (Martin Luther, Calvin, dsb), semua digempur.

Tanggapan Budi Asali:
Saya menganggap semua orang yang menganggap gerejanya sebagai ‘the only true church’, sebagai orang-orang sesat. Saksi Yehuwa mempunyai pandangan seperti itu, dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh juga mempunyai kepercayaan seperti itu, dan itu saya anggap sebagai salah satu bukti kesesatan mereka.
Saya sering mengecam banyak pendeta dan gereja sebagai sesat, tetapi saya tidak pernah punya anggapan / pemikiran / kepercayaan bahwa gereja saya adalah ‘the only true church’!

Tanggapan Dji:
Point 19) Sekali lagi ini terlihat lebih jelas “siapa yg ngawur”? Kesan mestinya ditaruh pada bagian Tanggapan Budi Asali. Tapi yah kita maklumkanlah..........
Adalah hal yg baik dan sah-sah saja jika ada orang menganggap gerejanya yg paling benar daripada gereja orang lain. Justru adalah aneh jika ada gembala atau “pendeta” yg tidak yakin bahwa gerejanya paling benar! Perbedaan keyakinan agama saja merupakan sesuatu yg lazim dan umum dalam dunia keKristenan, apalagi perbedaan “keyakinan gerejanya paling benar!” ini mah hal yg biasa.....


Tanggapan Budi Asali:
Hehehe, kamu tak punya prestasi apa2, kecuali mempersoalkan penempatan kata2 yg salah? Kasihan deh lu!

Lagi2 menyimpang! Menganggap gerejanya paling benar beda sama sekali dg menganggap gerejanya sbg ‘the only true church’ (= satu2nya grj yg benar). Kamu nggak ngerti Inggris sama sekali ya, nak????


Demikianlah tanggapan dari saya. Terima kasih.
Salam damai sejahtera buat kita semua dalam Tuhan Yesus Kristus. Segala kemuliaan dan hormat hanya bagi Tuhan kita Yesus Kristus. Amin!
MARANATHA!  MARANATHA!  MARANATHA!         More info: www.graphe-ministry.org
Dari: Dji ji liong, S.E / Mahasiswa Graphe International Theological Seminary)


Tanggapan Budi Asali:
Dg tulisan konyol itu kamu cuma bisa memberi kemuliaan kpd setan, nak!








No comments:

Post a Comment