Pages

27 April 2012

Mengapa Hukum Diberikan (Bagian 1/2)

Salah satu dari berbagai keinginan saya bagi gereja kita adalah : kita menjadi orang-orang yang memahami Hukum Tuhan dan menjalankannya didalam Roh kasih. Hukum yang telah Tuhan berikan kepada Musa di Gunung Sinai beberapa bulan setelah membawa keluar bangsa Israel dari Mesir, hukum ini menjadi korban penekanan yang sangat buruk dalam beberapa ratus tahun belakangan ini. Saya menduga ada sebuah penyelesaian yang baik atas kebingungan  yang terjadi dalam benak kita semua ketika kita membaca di satu sisi Roma 6:14, "Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia," namun disatu sisi dalam Roma 3:31, "ika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya."


Kesalahpahaman terhadap Hukum Musa

Bagian dari kebingungan kita disebabkan oleh fakta sederhana  bahwa kata "Hukum" dalam Perjanjian Baru memiliki setidaknya 3 arti berbeda ketika digunakan dalam konteks-konteks berbeda. Kata ini dapat merujuk pada keseluruhan Perjanjian Lama, seperti dalam Roma 3:19 (dimana didahului berbagai kutipan yang berasal dari  Mazmur dan kitab nabi-nabi). Kata ini dapat merujuk pada bagian dari Perjanjian Lama, seperti ketika Yesus berkata, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi" (Matius 5:17). Secara spesifik, kata Hukum dapat merujuk pada bagian Perjanjian Lama yang ditulis oleh Musa, lima kitab pertama, yang disebut Taurat.

Sebagai contoh, Yesus berkata dalam Lukas 24:44, ""Inilah perkataan-Ku,...  bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur." Arti ketiga istilah Hukum adalah bukan bagian berbeda dari Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Lama dipahami dalam sebuah cara yang berbeda. Kita akan melihatnya sebentar lagi, berapa banyak yang di Israel memelintirkan Hukum Musa kedalam Legalisme. Yaitu, mereka memenggal Hukum itu dari fondasi iman, gagal untuk menekankan kebergantungan pada Roh, dan sehingga mengalihkan perintah-perintah itu menjadi sebuah deskripsi pekerjaan tentang bagaimana memperoleh upah-upah keselamatan.Itu  Legalisme. Tetapi tidak ada kata Yunani untuk Legalisme, sehingga ketika Paulus ingin menunjukan distorsi Hukum Musa, ia kerap menggunakan frasa "melakukan hukum taurat" (contoh : Roma 3:20; Galatia 2:16, 3:2,5).

Namun kadang ia hanya menggunakan kata "hukum," sebagaimana kala ia berkata,"karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia" (Roma 6:14). Kita akan melihat bahwa ini tidak bermakna : anda tidak harus menjalankan hukum ini. Ini berarti anda tidak dibebani oleh hukum seperti sebuah deskripsi pekerjaan bagaima untuk mendapatkan upah-upah keselamatan. Jadi  kapanpun anda membaca kata "hukum" dalam Perjanjian Baru, tanyakan pada dirimu : apakah ini Perjanjian Lama, atau tulisan-tulisan Musa, atau distorsi legalistik dari pengajaran Musa? Ini akan menghindarkan kita dari stres yang buruk terhadap hukum Musa ketika benar-benar menjadi distorsi legalistik.

Apa yang akan saya lakukan pagi ini adalah meluruskan Musa dari tuduhan luas bahwa ia mengajarkan sebuah cara keselamatan dan pengudusan  yang berbeda daripada yang diajarkan Perjanjian Baru, yaitu "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman...itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri" (Efesus 2:8,9).

Saya tahu  sangat jarang  ada orang yang berkata bahwa Tuhan menyelamatkan manusia dalam cara yang berbeda pada Perjanjian Lama daripada yang dilakukannya saat ini. Tetapi banyak guru-guru Alkitab berkata (atau menyatakan secara tidak langsung) bahwa hukum Musa menawarkan sebuah cara keselamatan yang berbeda daripada cara keselamatan yang ditawarkan  dalam Injil. Pada dasarnya setiap orang setuju bahwa siapapun yang dibenarkan dalam Perjanjian Lama telah dibenarkan oleh anugerah melalui iman; itu adalah pemberian Tuhan. Tetapi banyak yang masih akan berkata bahwa hukum tidak memanggil manusia menjadi dibenarkan dengan cara ini, hal ini disebut oleh mereka untuk memperoleh berkat-berkat Tuhan melalui upaya-upaya, dan dalam melakukannya, memperlihatkan manusia tidak mampu melakukan secara total dan mendorong mereka kepada Juru selamat.


Atau cara lainnya lagi, banyak guru Alkitab akan berargumen bahwa perjanjian Musa (yang dibuat dengan Israel  di Gunung Sinai) pada dasarnya berbeda dari perjanjian Abraham (yang dibuat lebih awal) dan Perjanjian Baru (yang ditegakan di Kalvary) dimana kita hidup dalam perjanjian ini. Perbedaannya menurut mereka, adalah ini: Dalam Perjanjian Abrahamik dan Perjanjian Baru keselamatan dijanjikan diterima secara cuma-cuma oleh iman terlepas dari melakukan taurat. Tetapi dibawah hukum MUsa keselamatan (atau berkat-berkat Tuhan) tidak ditawarkan secara cuma-cuma, tetapi sebaliknya keselamatan diberikan sebagao sebuah upah karena melakukan hukum. Karena hanya melakukan taurat secara sempurna   saja yang berhak memperoleh keselamatan dari Tuhan yang sempurna dan kudus dan tak seorangpun yang dapat mencapainya, hukum tersebut pada dasarnya menyadarkan kita akan dosa-dosa dan kemalangan dan menyatakan penghukuman kita. Inilah mungkin pandangan yang paling populer dalam memandang hukum Musa dalam gereja dewasa ini, dan ini salah. Pandangan semacam ini menjadikan  Legalistik orang-orang Farisi memang  berasal dari Musa, sehingga taurat berubah menjadi sebuah kesesatan dimana Paulus mengecamnya di Galatia, dan (yang terburuk dari semuanya oleh karena pandangan semacam ini) hal ini membuat Tuhan menjadi musuh bagi diri Paulus, sebab Paulus memerintahkan orang-orang yang berupaya untuk layak menerima berkat-berkatnya (dan dengan demikian meninggikan diri mereka sendiri) agar sepenuhnya berdiam didalam anugerah Tuhan sepenuhnya (dan dengan demikian meninggikan Tuhan).


Saya ingin mencoba untuk meluruskan  kesalahpahaman yang terjadi  terhadap Musa dengan memberikan sebuah teologi hukum yang biblikal secara singkat. Ini adalah sebuah topik yang teramat besar, namun terkadang jika kita memampatkan hal-hal ini menjadi garis besar yang memaparkannya ringkas, dan kemudian merangkumkannya kembali. Kita akan menutupnya dengan menyanyikan hukum Tuhan yang indah dalam Mazmur 19.

Pertama, hukum itu tergenapi ketika kita mengasihi sesama kita. Kedua, kasih itu menghasilkan perbuatan otentik,iman yang menyelamatkan. Ketiga, oleh karena itu hukum tidak meminta perbuatan-perbuatan yang pantas dipuji, tetapi perbuatan-perbuatan yang mengalir dari iman. Keempat, oleh karena itu kita harus mematuhi perintah-perintah Perjanjian Lama sama seperti cara kita mematuhi perintah-perintah dalam Perjanjian Baru--bukan agar mendapatkan perkenanan Tuhan,  tetapi karena kita sudah bergantung pada anugerahnya yang cuma-cuma dan percaya bahwa perintah-perintahnya akan menuntun kepada sukacita yang penuh dan abadi. Kelima, kita seharusnya senang dengan hukum Tuhan, merenungkannya siang dan malam, dan menyanyikan nilai-nilainya kepada seluruh generasi.


Kasih Menggenapi Hukum

Hal terutama adalah, kasih adalah penggenapan Hukum. Teks krusial ada di Roma 13:8-10 :


Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. (Lihat juga Galatia 5:14)

Paulus tidak sedang mengambil resiko kala ia meringkaskan seluruh hukum menjadi satu perintah. Ia memiliki otoritas itu dari Yesus yang juga meringkaskannya. Yesus berkata dalam Matius 7:12,"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Yakobus menyatakannya sedikit berbeda (2:8), "Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik." Sehingga kita memiliki tiga kesaksian dalam Perjanjian Baru bahwa  apa yang sedang Tuhan coba lakukan melalui hukum ini adalah membuat kasih kepada sesama terpancar dari diri kita. Setiap perintah, kata Roma 13:9, memiliki kasih sebagai tujuannya. Sehingga poin pertama dalam  ringkasan teologi kita adalah : bahwa hukum digenapi dalam diri kita ketika kita  mengasihi  sesama manusia.



Bersambung

John Piper,Why the Law Was Given | Martin Simamora







No comments:

Post a Comment