Pages

06 December 2010

“Tuhan Bukan Suplemen”

Baca: Mazmur 42:1–6

Pola makan modern dewasa ini mengakibatkan manusia sering kekurangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh, seperti vitamin, mineral, maupun serat. Untuk melengkapinya, dapat kita temui berbagai suplemen kesehatan, yang dijual di apotek- apotek maupun dipasarkan melalui penjualan langsung. Namun banyak orang tidak menganggapnya perlu. Namanya juga suplemen (artinya pelengkap).



Sadar maupun tidak, hari ini banyak orang percaya yang juga menganggap Tuhan hanya sekadar suplemen untuk kehidupan rohaninya. Maksudnya, Tuhan memang dibutuhkan, tetapi bukan merupakan kebutuhan utama. Ada ya bagus, kalau tidak ada ya tidak terlalu bermasalah. Ini sangat merusak kehidupan rohani orang percaya.

Sejajar dengan suplemen kesehatan yang dibutuhkan karena kondisi fisik seseorang kurang baik akibat kurangnya asupan zat gizi, banyak orang yang baru merasa membutuhkan Tuhan ketika mereka mengalami masalah berat. Kalau tidak menghadapi masalah berat, Tuhan tidak diperlukan. Kondisi ini banyak terjadi di negara-negara maju dan makmur yang mayoritas masyarakatnya beragama Kristen, seperti di negara-negara Barat. Gereja menjadi mati dan Tuhan tidak dibutuhkan, karena mereka merasa sudah berlimpah dalam pemenuhan kebutuhan jasmani.

Orang-orang yang menjadikan Tuhan sekadar suplemen pada dasarnya adalah orang-orang yang tidak beminat terhadap Tuhan, walaupun mereka pergi ke gereja dan melakukan berbagai kegiatan pelayanan rohani. Mereka menganggap sikap terhadap Tuhan seperti ini bukan suatu kesalahan; mereka merasa tidak membuang Tuhan sama sekali; mereka masih merasa membutuhkan Tuhan juga.

Dengan sikap merasa membutuhkan Tuhan tersebut, mereka berkeyakinan bahwa diri mereka berkenan di hadapan Tuhan. Mereka merasa berkenan di hadapan Tuhan karena tidak meminta pertolongan dari sumber lain, misalnya dukun. Walaupun dalam kebaktian di gereja mereka menyatakan dirinya mengasihi Tuhan, sebenarnya mereka mengasihi dirinya sendiri. Karena seharusnya Tuhan menjadi kekasih jiwa, bukan sekadar sarana untuk mendapat pertolongan.

Kalau keadaan hidup kita seperti yang telah dijelaskan diatas, hendaknya kita dengan rendah hati bersedia untuk bertobat. Sesungguhnya Tuhan berkenan kalau kita menjadikan Dia segalanya dalam hidup ini. Mari kita tidak hanya melibatkan Tuhan dalam persoalan-persoalan hidup, tetapi menjadikan Dia tujuan hidup dan kesukaan kita. Marilah kita mulai belajar kebenaran Firman Tuhan yang berkuasa mengubah pola berpikir kita yang salah.

No comments:

Post a Comment