Pages

10 November 2010

Resolusi PBB "Penistaan Agama" Jadi Pisau Bermata Dua Bagi Semua Negara di Dunia : LATAR BELAKANG (Bagian 1)

Resolusi PBB "Defamation of Religions"  (Penistaan  Agama)  menjadi isu internasional dan mengundang polemik luas dan istilah Penistaan Agama, pertama kali dibawa oleh Pakistan mewakili Organization of the Islamic Confrence ke Perserikatan Bangsa-Bangsa- Komisi Hak Asasi Manusia (UNHCR) pada tahun 1999. Penistaan Agama menjadi salah satu isu dalam agenda Rasisme yang dipandang mendesak oleh Pakistan (salah satu anggota OIC) yang memberikan perhatian yang besar terhadap semakin luasnya berbagai bentuk diskriminasi baik secara lembaga atau sosial terhadap masyarakat muslim dan Islam.
Pakistan berpendapat telah terjadi intoleransi sistemik, terlembaga dan sangat mirip denga gerak anti-semitisme (anti Yahudi) kala Perang Dunia Kedua.

Seruan untuk melindungi agama dari Penistaan semakin diperbarui atau diperkuat dengan munculnya "Islamophobia" yang meningkat secara dramatis di Eropa Barat setelah  tragedi 9/11, yang ditandai dengan munculnya "Kartun Nabi Muhammad " di Denmark, Filem Fitna di Belanda dan berbagai sterotipe dan perlakuan yang tak bersahabat oleh individu-individu  terhadap kehadiran Islam di bandar udara dan berbagai tempat umum lainnya.

Versi pertama Resolusi tersebut telah dikritik oleh beberapa delegasi KOMISI HAM PBB sebab berkonsentrasi seluruhnya pada (kepentingan) Islam. Meresponi keberatan Komisi HAM PBB, maka OIC berupaya merancang dokumen yang lebih inklusif-meliputi agama-agama lainnya; walau demikian resolusi yang dibawa ke PBB tetap saja lebih mengedepankan Islam.

Pada tahun 1999 Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi sebuah resolusi yang berjudul  "Defamation of Religions" yang berisikan perhatian terhadap semakin sering dan meningkatnya "pengenaan berbagai steroptype negatif agama-agama" dan  resolusi ini telah dikembangkan dalam agenda "Rasisme".

Akan tetapi OIC masih terus melakukan lobi agar tetap ada resolusi tersendiri yang secara khusus mengangkat hal Penistaan Agama yang tak bisa hanya diakomodasi dalam adendum atau tambahan pada Rasisme. Para pendukung pandangan ini berupaya membangun sebuah larangan internasional terhadap semua bentuk penyampaian verbal(speech) yang dipandang merendahkan, mengkritik, menentang, atau meremehkan (disparages) keyakinan beragama seseorang.

OIC juga telah mendorong  semua legislator nasional agar memberlakukan hukum-hukum yang melindungi orang-orang beragama dari apayang disebut sebagai Penistaan Agama atau Defamation of Religions.

Isu-isu terkait hal ini juga diperdebatkan dalam konteks World Conference against Racism, Racial Discrimination, Xenophobia and Related Intolarance yang telah berlangsung pada 31 Agustus hingga 7 September 2001.

Pada Maret 2008, Human Right Council (pengganti Komisi HAM PBB dalam sistem PBB) telah mengadopsi  Resolusi 7/19, yang mendesak semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa "untuk menyediakan, berdasarkan  sistem-sistem legal dan konstitusionalnya, perlindungan  yang memadai  terhadap tindakan-tindakan; kebencian, diskriminasi, intimidasi dan kekerasan sebagai akibat Penistaan terhadap agama tertentu.

Resolusi tersebut memastikan bahwa semua orang memiliki hak untuk berekspresi, namun tetap menekankan  kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab dalam menjalankan hak ini, yang dapat  mengakibatkan adanya pembatasan-pembatasan tertentu terhadap kebebasan dalam berbicara.

Resolusi ini berpendapat bahwa sementara individu-individu memiliki hak kebebasan dalam berpendapat, ini tak termasuk Penistaan Agama atau Defamation of Religions.

Kecaman pun tak tertahankan lagi ketika Defamation of Religion juga diadopsi oleh Majelis Umum PBB sejak 2005,kemudian dilengkapi oleh  oleh Human Rights Council yang telah mengadopsinya pada 2008. Sekalipun istilah Penistaan Agama kerap disebutkan, namun terminologi tersebut masih kabur akan makna dan sulit untuk didefinisikan. Versi akhir dari dokumen Durban Review Conference, juga telah diadopsi pada April 2009 namun tidak menggunakan terminologi Penistaan Agama, namun tetap pada referensi "negative stereotyping of religion".

~bersambung~

(Abdullahi An-Na'im - www.abc.net.au |Alih Bahasa: Martin Simamora)

No comments:

Post a Comment