Pages

13 October 2010

John MacArthur's Sermon : Bahaya-Bahaya Pragmatisme Dalam Kekristenan (1)

Sebuah kenyataan yang menyedihkan terpampang dengan jelas bahwa gereja di era moderen saat ini  tercengkram erat oleh filosopi "Pragmatisme". Kita merangkulnya erat dan kini kita mulai merasakan berbagai dampak pahitnya. Mari perhatikan ini baik-baik, Pragmatisme-entah anda menyadarinya atau tidak-  telah berhasil menenggelamkan kebenaran pengajaran Alkitab dengan sangat baik, bahkan menjadi sarana jauh lebih baik daripada sarana-sarana lainnya yang digunakan iblis .

Lalu apa Pragmatisme itu sebenarnya? Pragmatisme adalah sebuah gagasan atau ide yang menyatakan Bahwa yang menentukan sesuatu itu  bernilai baik adalah berdasarkan pada apakah sesuatu itu menghasilkan atau tidak.

Bagi seorang pragmatis jika sebuah tehnik atau tindakan koersif mendatangkan hasil yang baik maka itu baik. Jika sesuatu itu tidak bekerja dengan baik, yaitu tidak mendatangkan hasil seperti yang anda inginkan, maka bagi seorang pragmatis akan menilai ada sesuatu yang tak beres.

Saya akan berikan sedikit latar belakang sejarah agar anda dapat memahami Pragmatisme dengan lebih baik. 
Pragmatisme sebagai sebuah filosopi dikembangkan dan dipopulerkan oleh  filsuf Amerika Serikat, William James (1842) seorang psikolog dan pendiri Mazhab Pragmatisme ( James menyatakan : Tidak ada kebenaran mutlak yang berlaku umum, dan bersifat tetap  serta berdiri sendiri. Bagi James kebenaran selalu dapat diubah dan direvisi oleh pengalaman murni). Selain James ada juga filsuf lainnya; John Dowey dan George Santayana.

Namun William James yang paling berpengaruh terhadap perkembangan filsafat Pragmatisme. Pada tahun 1907 ia menerbitkan kumpulan  pengajarannya yang diberi judul "Pragmatisme" sebuah nama baru untuk sebuah cara-cara lama dalam berpikir yang sudah dikenal. Semenjak  Pragmatisme dipublikasikan maka lahirlah  berbagai pendekatan baru mengenai kehidupan dan kebebnaran, masuk dan mewarnai panggung.

Pragmatisme juga memiliki akar ke Darwinisme dan humanisme sekulerisme dan hal ini menjadikan Pragmatisme demikian berbahaya terhadap kekristenan sebab Darwinisme dan humanisme  sekulerisme telah dengan efektif melumpuhkan gereja.

Sehingga menjadi sebuah signal bahaya  yang jelas untuk mengetahui bahwa Pragmatisme lahir dari sebuah bahaya yang sama, filosopi sekuler. Aspek berbahaya lainnya dari filosopi Pragmatisme adalah  bahwa filosopi ini sangat erat berkait dengan "Relativistik" dengan kata lain bagi Pragmatis tidak ada kebenaran yang absolut atau  kesalahan absolut; baik atau jahat; kebenaran atau kesalahan, segela sesuatu dipandang relatif.  Segala sesuatu sangat bergantung pada situasi waktunya. Ini adalah satu filosopi yang juga telah berhasil melumpuhkan gereja saat ini.

Karena Alkitab sama sekali bukan "Relativistik". Alkitab sejak permulaan hingga kesudahannya sangat "hitam" atau "putih", Alkitab sepenuhnya berisikan Kebenaran Absolut. Pendosa atau para pelanggar dosa akan sangat menyukai ide Pramagtisme dan Relativisme, menyatakan sesuatu benar atau salah dengan  opini pribadi yang bergantung pada berbagai situasi, tetapi Alkitab dengan sangat gamblang dan jelas mengungkapkan "Apa itu  benar" dan "Apa itu salah" dan selalu akan menunjukan dosa adalah dosa, tak peduli kapan dan  bagaimana sebuah dosa terjadi.

Pragmatisme bagaikan semacam ancaman bagi kehidupan Kristen, pragmatisme memiliki akar disemua ide relativisme dimana dikatakan: tak seharusnya semua orang Kristen terlalu dogmatis atau selalu berpikir mana yang "hitam" atau "putih" terhadap segala sesuatu.

Sebab bagi pragmatis jika seorang kristen terlalu dogmatis atau selalu menimbang mana yang "hitam" dan mana yang "putih" maka pasti menjadi kurang bertoleransi atau berpikiran sempit. Pemikiran semacam ini pada akhirnya menggiring kita untuk mendefinisikan  Kebenaran adalah segala sesuatu yang berguna, bermanfaat, dan membantu. Dengan kata lain, jika itu bekerja maka itu pasti baik.

Dan ide-ide yang terlihat bekerja atau menghasilkan hal baik ini telah ditolak sebagai sesuatu yang salah. Mungkin beberapa masih bertanya, apa buruknya Pragmatisme, dan memang akal sehat terlibat erat sebagai alat ukur dalam Pragmatisme, bukankah demikian faktanya.

Jika menutup  katup keran air dengan lebih ketat lagi dan berhasil menghentikan tetesan air, maka sangatlah
beralasan untuk menyimpulkan bahwa masalahnya ada pada keran air. Jika obat yang diresepkan oleh dokter menimbulkan efek berbahaya atau sama sekali tak berefek, maka anda akan meminta cara penyembuhan yang lebih baik, dan bukankah sangat masuk akal untuk bersikap pragmatis, jika demikian?

Pragmatisme dalam  detail kehidupan kita sehari-hari mungkin sangat berguna, namun jika Pragmatisme melampaui batas dan mulai digunakan sebagai metodologi dalam penentuan sikap moral, dan mulai digunakan untuk mendefiniskan mana yang benar dan mana yang salah, dan menjadi filsopi pemandu dalam teologi kehidupan dan pelayanan maka dapat dipastikan akan berbenturan dengan Alkitab.

Karena Alkitab dapat dipastikan sangat berlawanan dengan Pragmatisme, Alkitab tak pernah mempromosikan pragmatisme dan ini adalah kebenaran Alkitab dan anda harus memastikan diri anda mengetahui fakta ini. Bila tidak maka Alkitab, kehidupan kekal, dan Tuhan tidak akan mungkin dapat anda terima.

Ketahulilah realita ini : bahwa  kebenaran yang terkandung di dalam Alkitab dan Firman Tuhan tak ditentukan  dengan menguji mana yang  cocok dan mana yang tidak cocok. Kebenaran Alkitab ditentukan hanya oleh satu kriteria dan hanya oleh kriteria ini : "Apakah sesuatu itu sesuai dengan  apa yang dikatakan oleh Alkitab atau tidak?" Dan Pragmatisme tidak sesuai dengan apa yang dituliskan di dalam Alkitab.

Karena Pragmatisme, misalnya, mengajarkan bila orang-orang merespon, berkumpul, merasa dikasihi, maka hail-hasil semacam ini dianggap sebagai bukti bahwa Tuhan berkenan menggunakan sebuah metode tertentu. Faktanya, khotbah tentang Kebenaran  akurat  yang diungkapkan di dalam Alkitab menunjukan  tidak selalu  mendatangkan respon positif dari orang banyak.

Sementara kebohongan satanik, dengan sangat kontras, malah mendatangkan respon positif dari banyak pendengarnya. Dengan kata lain ada masa dimana penyampaian kebenaran malah mendatangkan penolakan yang tajam dari kebanyakan orang, dan kebanyakan kerumunan massa akan mengikuti penyampai pesan yang populer namun menyampaikan pesan yang salah.

Alkitab sangat jelas akan hal ini, kebanyakan respon yang ada tak dapat dijadikan perimeter apakah kita sedang berada di jalur yang benar ataukah salah. Faktanya, biasanya malah sebuah tanda buruk. Hal ini pun diajarkan oleh Yesus tentang jalan yang lebar dan jalan yang sempit, sangat jelas bahwa Yesus hendak menyatakan opini mayoritas tak selalu opini yang benar, Matius 7:13-14

Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;
karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."

Mari kita lihat contoh lain dalam Alkitab yang menunjukan bahwa menilai sesuatu berdasarkan hasil akan berujung pada kekeliruan. Perhatikan bagaimana Pelayanan nabi Yeremia yang sangat setia dan patuh serta menyampaikan segala sesutu yang Tuhan ingin dia sampaikan tak membawa pertobatan kepada orang banyak. Fakta sesungguhnya terlepas dari kenyataan pahit yang terjadi, Yeremia adalah seseorang yang sangat diurapi oleh Tuhan, setia dan patuh dan tidak adayang lebih baik dalam hal-hal  tersebut dimasanya. Yesaya selama masa pelyanannya TAK PERNAH melihat satu orang pun yang bertobat. Yeremia menyampaikan keluhannya yang begitu mendalam kepada Tuhan :

Engkau telah membujuk aku, ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku.
Sebab setiap kali aku berbicara, terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru: "Kelaliman! Aniaya!" Sebab firman TUHAN telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari.
Tetapi apabila aku berpikir: "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya", maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.
Aku telah mendengar bisikan banyak orang: "Kegentaran datang dari segala jurusan! Adukanlah dia! Kita mau mengadukan dia!" Semua orang sahabat karibku mengintai apakah aku tersandung jatuh: "Barangkali ia membiarkan dirinya dibujuk, sehingga kita dapat mengalahkan dia dan dapat melakukan pembalasan kita terhadap dia!"

Jika anda mendapatkan diri anda menggunakan filosopi Pragmatisme dalam kehidupan atau pelayanan anda maka anda dalam jalan yang keliru dan hasil yang akan anda peroleh kerap tak relevan. Demikian juga konklusi yang anda buat untuk menentukan apakah pelayanan anda berhasil atau tidak juga menjadi tak memiliki dasar.

Intinya menjadikan "Pragmatisme" sebagai alat untuk mengukur kebenaran, tak lain tak bukan adalah satanik. Atau dengan kata lain Setan berupaya membuat kita meragukan seluruh kebenaran Firman Tuhan dan membuat kita menjadi penentu segala sesuatunya, dan mengukur segala seuatu berdasarkan pada apa yang terlihat ketimbang berdasarkan iman pada apa yang belum terlihat.

Sesungguhnya ini adalah sebuah tragedi purba, sebab Iblis sejak dahulu kala selalu mencobai hati manusia dan memberikan metodologinya untuk membalikan Firman Tuhan. Pragmatisme dan Relativisme telah menjadi instrumen hebat yang berhasil memberdaya manusia sejak Taman eden :

Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"
Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan,
tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."
Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati,
tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (Kejadian 1:1-6)

Jutaan orang telah hidup dengan filosopi Pragmatisme. Tetapi ironisnya  betapapun Pragmatisme sangat berbahaya dan bertentang dengan Firman Tuhan namun filosopi ini telah terserap  luas di gereja masa kini. Ketimbang menyampaikan Firman Tuhan  melalui khotbah kini banyak yang meninggalkan penyampaian firman melalui khotbah dan beralih  melalui sarana-sarana yang populer; tarian, drama, komedi, parodi, pop psikologi.

Keberatan utama pada metode-metode semacam ini adalah pada kenyataan : lebih cenderung menjadi entertain dan pesan yang disampaikan menjadi relatif.

2 Tim 4:1-2
I charge [you] therefore before God and the Lord Jesus Christ, who will judge the living and the dead at His appearing and His kingdom:
Preach the word! Be ready in season [and] out of season. Convince, rebuke, exhort, with all longsuffering and teaching.
~bersambung~

(Diekstrasi oleh : Martin Simamora, dari The Dangers Of Pragmatism (Part 1) - John MacArthur)

No comments:

Post a Comment