F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

Showing posts with label ISCS. Show all posts
Showing posts with label ISCS. Show all posts

0 “LITANIAE QUATTUOR” TENTANG MILAD AL-MASIH


“LITANIAE QUATTUOR” TENTANG MILAD AL-MASIH*)
 



Oleh Dr. Bambang Noorsena

*) Litani Kontemporer yang disajikan dalam rangka “Tasyakuran Milad al-Masih dan Tahun Baru Masehi”, yang diselenggarakan oleh INSTITUTE FOR SYRIAC CULTURE STUDIES (ISCS), di GKJW Mulyosari Surabaya,
7 Januari 2020.

0 “Bhinneka Tunggal Ika”


Sejarah, Filosofi, dan Relevansinya
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara *)

Oleh: Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.**)

Setelah dahulu pada zaman-zaman sebelumnya Brahma-Wishnu-lshwara menjelma di dalam berbagai raja-raja di dunia, maka kini pada zaman kaliyuga turunlah Sri Jinapati (Buddha) untuk meredakan amarah Bathara Kala. Sebagaimana Sidharta Gautama, sebagai titisan Sri Jinapati, Sutasoma putra Mahaketu raja Hastina, keturunan Pandawa, meninggalkan kehidupan istana dan memilih hidup sebagai seorang pertapa. Pada suatu hari, para pertapa mendapat gangguan dari Porusada, raja raksasa yang suka menyantap daging manusia. Mereka memohon kepada Sutasoma untuk membunuh raksasa itu, tetapi permintaan itu ditolaknya. Setelah dalam olah spiritualnya Sutasoma mencapai kemanunggalan dengan Sang Buddha Wairocana, akhirnya ia kembali ke istana dan dinobatkan menjadi raja Hastina. Sementara itu Raksasa Porusada, yang ingin disembuhkan dari sakit parah pada kakinya, bernazar akan mempersembahkan seratus raja sebagai santapan Bathara Kala. Tetapi Sutasoma menyediakan diri disantap oleh Kala, asalkan seratus raja itu dibebaskan. Bahkan ketika Bathara Siwa sangat murka, dan karena kesaktiannya telah merusak dan membunuh para lawannya, Sutasoma titisan Sang Buddha menghadapinya dengan cinta kasih. Panah-panah api Siwa dihadapinya dengan kekuatan tapanya, berubah menjadi air amerta. Semakin marahlah Siwa, sehingga ia menjeima menjadi api Kala yang siap melebur jagad raya. Turunlah para bathara dari kahyangan untuk menyadarkan Siwa. Semua maharshi melantunkan mantera-mantera Wedha, dan berdoa agar dunia tidak dihancurkannya. “Jangan lakukan itu, wahai Tuanku”, mereka memohon. “Engkau guru kami. Berbelaskasihanlah kepada ciptaan ini sebelum kiamat tiba (yuganta)”. Rwaneka dhatu winuwus wara Buddha Wiswa, bhineki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka Jinatwa lwan Siwatatwa tunggal, Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharmma mangrwa (Konon dikatakan wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Siwa dan Buddha memang berbeda, namun bagaimana kita mengenalinya dalam sekilas pandang? Hakikat ajaran Buddha dan Siwa sebenamya tunggal. Berbeda-beda tetapi satu jua. Tidak ada kebenaran yang mendua). Bathara Siwa yang menitis pada Porusada akhirnya meninggalkan tubuh raksasa itu, karena disadarinya bahwa Sutasoma adalah Sang Buddha sendiri. Porusaddha santa. Sang Porusada tenang kembali. Tiada nafsu membunuh, tiada nafsu menghancurkan sesama ciptaan.[1]

Kisah di atas dikutip dari Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular, yang ditulisnya pada masa keemasaan kemaharajaan Majapahit (1340). Hal penting yang perlu digarisbawahi dari penggalan karya Mpu Tantular ini adalah asal-usul istilah Bhinneka Tunggal Ika yang kini menjadi salah satu dari Catur Pilar Kebangsaan Indonesia, khususnya adalah makna filosofinya. Perlu dicatat pula, bahwa dari sumber kesusastraan yang sama kita juga mengenal istilah “mahardhika” (yang menjadi asal kata salam nasional kita “Merdeka”), dan nama Dasar Negara kita Pancasila. Karena itu, “Bhinneka Tunggal Ika”, - ungkapan yang menurut Dr. Soewito Santoso dalam bukunya Sutasoma, A Study in Javanese Wajrayana, - “is a magic one of great significance and it ambraces the sincere hope the whole nation in its struggle to become great, unites in frame works of an Indonesian Pancasilais community.”[2]

0 Acara Natal ISCS 6 Januari 2017 (3 Bagian)

"Natal Sebagai Momen Merajut Kebhinekaan dalam Keprihatinan Nasional"
Dipersembahkan oleh

Institute for Syriac Culture Studies
Video I


Video II

0 THE TRUE MEANING OF TRINITY’S REVEALED

Bism al-Abi wa al-Ibni wa ar-Rûh al-Quddusi, al-Ilahu al-Wâhid, Amin
In the Name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit, God Almighty, Amen


A dialogue between Bilung’s "EXOTERICISM" AND
Kyai Semar’s "ESOTERICISM"*)

by Bambang Noorsena

Indonesian to English translation by :
Glenn Tapidingan
Martin H. Simamora


1.Introductory Note

In Javanese mythology, there are two types of comprehension of spirituality, the first is exoteric (common or popular comprehensible language) which simplistic, and the second is esoteric (inner consciousness language), which refers to the essence beyond all things. At outset reputedly, Sang Hyang Tunggal created egg of life. Extracting from the egg, yolk became "Sang Hyang Shiva" (the essence of all things),  albumen or white egg  to-be Semar (the essence of all things that can be comprehended esoterically), and shell came to be Togog (symbolizing the failure to seize the essence because mistakenly signify the truth exoterically or in "language of the flesh",or wadag, simplistic thinking). Next, a figure in shadow play, Togog who is supported by Bilung, epitomizes the outwardly religious apprehension or thoroughly wadag/simplistic as already mentioned earlier, and Semar followed with Gareng, Petruk, and Bagong who  symbolized spirituality that always longings for the  quintessence, loving for the significance, and understanding the substance.

Therefore, when Jesus says: "Your father Abraham rejoiced to see My day; and he saw, and was glad". This is the "esoterical language" to say "spiritual language" which must be apprehended inwardly. But the Jewish people hooked it up with outward apprehension of the language or Jesus’ speech, miscarriage the substance the truth, and asked: "Thou art not yet fifty years old, and hast thou seen Abraham?" (John 8:56-57, KJVA). Jewish people only saw Jesus to apprehend him in his existence form as a human, and failed to recognize His pre-existence as “the Word of God” (Greek: Logos; Hebrew: Davar; Aramaic: Memra; Arab: Kalimatullah) that "by/ through Him all things exist"(1Cor. 8:6; John 1:3; Psa. 33:6;2Pet. 3:5).

Jesus’ question: “Why do ye not understand my language? Because ye cannot hear MY Word” (John 8:43, KJVA), occurs to Christians themselves who can’t comprehend the principles of their own faith, namely the Godhead and the Deity of the Messiah, and the nature of the Triune God that clearly taught in the Sacred Scripture, transmitted by disciples of the apostles, disciples of the disciples of the apostles to the ecumenical church councils that formulate them  more clearer for us.

0 Dialog Ringan:

 Seputar Makna Teologis
Gelar Yesus sebagai Putera Allah

Oleh: Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.



Ungkapan "Anak”, tepat sekali seperti dikatakan orang sebelum kami, mempunyai dua makna: Pertama, “anak secara fisik”, seperti melahirkan seorang anak; dan Kedua, “yang dikiaskan sebagai anak”, karena dibuat demikian,meskipun dibedakan antara “lahir" dan“diciptakan”.
lrenaeus, The Reliques of the Elders lV,41-42.[1]

Apalagi, sebagian besar ayat-ayat ini (yang menentang paham “anak-anak Allah", penulis)ditujukan, menurut sebagian besar mufasir, kepada orang-orang Arab Mekah yangmengklaim bahwa dewi-dewi mereka, al-Lat, al-‘Uzza, dan Manat adalah anak-anak Tuhandan begitu pula dengan malaikat. Jadi, orang-orang Yahudi dan Kristen sering terkenagetahnya.
Mahmoud M. Ayoub, Profesor of Islamic
Studies pada Temple University, Philadelpia, USA.[2]




Tulisan ketiga ini, sudah barang tentu, merupakan sajian ringan, setelah kita melakukan “ziarah panjang” menelusuri sejarah. Mungkin saja kita dibuat pusing,capek, dan bingung. Mengapa beriman kepada Tuhan harus serumit itu? Apakah untuk menghadap Allah seorang harus menjadi filsuf atau teolog? Tentu saja, Tidak! Buktinya, Anda masih dapat menikmati tulisan terakhir ini, moga-moga saja dapat mewakili pergumulan-pergumulan, pertanyaan-pertanyaan, atau malahan keresahan-keresahan Anda selama ini. Temanya masih seputar Keesaan Allah, kedudukan Yesus sebagai Putera Allah,dan isu-isu teologis Islam-Kristen serta implikasinya dalam perjumpaan kedua “agama rumpun Ibrahim".

Pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam bentuk wawancara ini berasal dari pengalaman dalam berbagai seminar, undangan ceramah dan mengajar, baik di lingkungan Kristen maupun Islam di Jakarta, Surabaya, Denpasar, Manado, dan beberapa kota lain. Di lingkungan Kristen, tema ini selalu muncul dalam ceramah di gereja-gereja dan di sekolah-sekolah Teologi. Sedangkan di lingkungan Islam, IAIN “Sunan Kalijaga” Yogyakarta, IAIN“Sunan Gunung Jati” Bandung, dan Universitas Paramadina-Mulya, malah mengangkatnya dalam forum-forum ISCS tersendiri. Memang, di lingkungan Islam tema-tema ini ditanggapi jauh lebih antusias, apalagi di forum-forum dialog antar-iman, meskipun di sana-sini juga sering ditanggapi dengan “nada curiga”.


Id Al- Milad (Natal) Di Bethlehem: Sebuah Sisi dari Hubungan
Kekerabatan Kristen-Islam di Timur Tengah

Kebiasaan Presiden Palestina, mulai dari Yasser Arafat, sampai Mahmud Abbas selalu mengikuti Perayaan Natalan di gereja adalah fenomena menarik, karena fenomena semacam itu asing di Indonesia. Bisa dijelaskan bagaimana komentar Anda?


Menarik memang kalau kita cermati hubungan Kristen-Islam di negara-negara TimurTengah, khususnya di Palestina. Saya teringat dengan Natal di Bethlehem tahun 2001, Israel melarang Arafat pidato di gereja. Biasanya, Arafat duduk di kursi paling depan. Istrinya, Suha membaca lembaran liturgi, turut merayakan ‘Id al-Milad. Begitulah umat Kristen Arab menyambut Natal. Tanpa kehadiran Sang Presiden, bagi orang Kristen Palestina, Natal rasanya “seperti ada yang kurang”.

0 SALIB AL-MASIH DI MATA PARA PENULIS ARAB-MUSLIM KONTEMPORER




אָמֵן׃ ,אֶחָד הָאֱלֹהִים ,הַקֹּדֶשׁ וְרוּחַ וְהַבֵּן הָאָב בְּשֵׁם
ܒ݁ܫܶܡ ܐܰܒ݂ܳܐ ܘܰܒ݂ܪܳܐ ܘܪܽܘܚܳܐ ܕ݁ܩܽܘܕ݂ܫܳܐ ܚܰܕ ܐܰܠܳܗܳܐ ܐܰܡܺܝܢ
بسم الاب والابن و الروح القدس، الاله الواحد،آمين


v
SALIB AL-MASIH DI MATA PARA PENULIS
ARAB-MUSLIM KONTEMPORER
Oleh: Dr. Bambang Noorsena, S.H., M.A.
Copyright © 2015 Institute For Syriac Culture Studies

The painting depicts Christ’s crucifixion at Golgotha, the ‘Place of the Skulls’ outside Jerusalem. The two criminals are crucified on either side of Christ. Mary and St John stand by the cross, while Mary Magdalene kneels at its foot. Another Mary, the wife of Clopas, lies overwhelmed with grief in the arms of an old woman. Behind them soldiers cast lots for Christ’s garments (John 19: 17-30). There are four known crucifixions by Lastman. This painting is the most monumental of the four.- Rembranthuis


Salib al-Masih dan Thariq al-Alam (Jalan Sengsara)-Nya adalah salah satu “batu sandungan” dalam dialog teologis Kristen-Islam hingga sekarang. Salah satu alasan penolakan Islam atas historisitas penyaliban Yesus, didasarkan atas sebuah ayat dalam al-Qur’an: “wa mâ qatalûhu wa mâ shalabûhu wa lâkin syubbiha lahum (Mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mereka menyalibkannya, melainkan yang disamarkan bagi mereka)” (Q.s. An-Nisa’/4:157). Meskipun ayat ini masih menjadi perdebatan diantara para ahli tafsir al-Qur’an sejak masa klasik, dan tidak pernah tuntas hingga sekarang, akan tetapi berbagai bentuk teori telah dikemukakan untuk menyangkal, atau minimal meragukan historisitas penyaliban Kristus.

Salah satu teori yang sering diajukan hingga zaman kita, yaitu teori penggantian. Dalam teori ini dikemukakan bahwa orang lain telah diserupakan dengan Yesus dan menggantikan-Nya di kayu salib. Meskipun teori ini tidak memuaskan sejak zaman klasik, seperti tampak dari karya Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an, tetapi teori ini tampaknya lebih banyak dianut dalam banyak tafsir tradisional, seperti Tafsir Jalalain, Tafsir Baidhawi, Tafsir Munir, dan banyak tafsir lain dalam bahasa Indonesia.

Teori lain lagi mungkin dapat diikuti di sini sebagai bahan perbandingan, yaitu tafsiran sekte Ahmadiyyah, yang mengakui historisitas penyaliban Yesus, meskipun Yesus hanya pingsan di kayu salib, lalu Ia turun dan pergi ke India. Sebuah kuburan di Punjab, Srinagar, dipercayai sebagai bukti lolosnya Yesus dari penyaliban dan kematian-Nya secara wajar di India, pertama kali diajukan oleh Mirza Ghulam Ahmad, dalam bukunya berbahasa Urdu, Masih Hindustan Mein (Jesus in India).
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9