F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Setiap Orang Melakukan Apa yang Benar Menurut Pandangannya



Oleh: Pastor Dr.Kim Riddlebarger

Setiap Orang Melakukan Apa yang Benar Menurut Pandangannya
Teks acuan: Hakim-Hakim 17:1-18:31; 2 Korintus 6:14-7:1



Beberapa tahun telah  berlalu semenjak Israel memasuki Kanaan dan pemimpim mereka, Yosua telah wafat. Generasi-generasi Israel telah datang dan pergi,dengan setiap generasi penerus yang kian lama semakin  terkanaanisasi dari pada generasi moyangnya. Enam kali, kita membaca orang Israel  telah melupakan sama sekali mengenai TUHAN, begaimana mereka mendapatkan diri mereka sendiri telah diancam olah tetangga-tetangga mereka yang pagan, hanya berteriak kepada TUHAN untuk kelepasan. Enam kali, TUHAN  beriba pada umatnya dan telah membangkitkan seorang “hakim” atau seorang pembebas yang telah menyelamatkan orang-orang Israel dari bangsa-bangsa tersebut yang berupaya untuk menaklukan atau mengusir mereka dari tanah yang TUHAN telah berikan kepada mereka. Tetapi sekarang sebagaimana kita  masuk ke dalam bab-bab penutup Kitab Hakim-Hakim, menjadi jernih bahwa musuh sejati yang dihadapi Israel sangat kecil berhubungan dengan pasukan bangsa-bangsa tetangga Israel, yang taj mengenal Tuhan. Musuh sejati Israel adalah Israel sendiri. Kita dapat melihat  sejauh mana Israel telah jatuh ketika kita mempertimbangkan hal itu dalam  lima bab final Hakim-Hakim. TUHAN hampir-hampir tak tersebutkan. Faktanya, apa yang mencirikan bagian penutup Hakim-Hakim adalah deklarasi berulang bahwa “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.” Bab-bab ini pada Hakim-Hakim menggambarkan sebuah bangsa yang memiliki kepercayaan-agama yang telah direduksi hingga semata tradisi, dan yang mengaku dengan mulut suatu hal tetapi kemudian berbuat hal yang lain. Telah melupakan segala sesuatu mengenai TUHAN, orang-orang Israel telah menjadi sebuah hukum bagi diri mereka sendiri.


Selagi kita mengulas kembali seri-seri kita pada Kitab Hakim-Hakim, kita akan secara cepat menyelesaikan bab-bab final dari kitab bermasalah ini. Saya katakan bermasalah karena seperti yang dikisahkan kitab ini, umat  Tuhan  semakin jatuh  dalam level-level kebejatan yang lebih dalam lagi. Pada saat kita mencapai bab-bab final, perilaku Israel tidak dapat dibedakan dari tetangga-tetangga mereka orang-orang Kanaan. Sudah lama, orang-orang Israel berhenti menentukan apakah sesuatu itu baik atau salah berdasarkan pada hukum TUHAN. Sudah lama, orang Israel telah melupakan semua hal-hal ajain yang TUHAN telah lakukan untuk membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Sudah lama, orang-orang Israel telah melupakan janji-janji kovenan Tuhan, sebagaimana juga melupakan perintah TUHAN untuk mengusir orang-orang Kanaan dari tanah yang Dia telah berikan kepada mereka. Sudah lama orang-orang Israel telah menjadi begitu nyaman hidup berdampingan dengan tetangga-tetangga pagan mereka, sehingga mereka secara terbuka menyambut putera dan puteri Kanaan  masuk ke dalam keluarga-keluarga mereka. Faktanya, hal-hal telah menjadi begitu buruk dimana orang-orang Israel sesungguh-sungguhnya telah menikmati hadir dalam ibadah-ibadah  agama yang dipraktekan orang-orang Kanaan telah merupakan norma. Dengan kata lain, sudah lama, umat Tuhan melupakan Tuhan. Kondisi rohani yang memalukan dan pantas dikecam pada Israel telah digambarkan dalam bab-bab  final ini (bab 17-21), merupakan sebuah  kemurtadan nasional yang telak.


Kitab Hakim-Hakim dibuka dengan deklarasi bahwa Yosua telah meninggal dengan Israel telah menetap di tanah perjanjian. Hakim-Hakim, diakhiri dengan deklarasi “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.” Hal ini memberitahukan kita bahwa perjuangan Israel  sepanjang periode  sejarah penebusan atau penyelamatan dari yang jahat adalah untuk tetap setia setelah Tuhan telah memberikan warisan mereka, setelah bangsa ini hidup baik dalam tanah yang telah dijanjikan, dan selama sebuah waktu kala Israel tidak memiliki sebuah mediator kovenan (seperti Musa dan Yosua). Segera ikatan di antara 12 suku  itu retak, bangsa itu  telah menjadi tak mampu untuk mempertahankan dirinya sendiri dari ancaman-ancaman eksternal, dari bangsa-bangsa yang sebelumnya telah ditaklukan, dan siapa yang kini berupaya membalas dendam. Umat Tuhan telah menjadi sama pagannya (jika tidak lebih daripada) dengan orang-orang Kanaan di sekitar mereka. Pada jantung masalah adalah kegagalan sepenuhnya imamat kelewian untuk menginstruksikan Israel dalam jalan-jalan Tuhan. Bukannya mengajarkan ajaran-ajaran TUHAN bagi Israel, para Lewi  mengimitasi ajaran orang-orang Kanaan belaka.


Semua ini membuat Kitab Hakim-Hakim sebuah buku yang sukar dari hal semacam ini untuk dikhotbahkan karena kisah dasarnya- alurnya semacam sebuah bius—telah melupakan sama sekali yang TUHAN telah lakukan bagi mereka, telah melupakan kata-kata TUHAN, telah mengabaikan kovenan TUHAN—orang Israel terlibat dalam semua jenis perilaku menjijikan dan berdosa. Tetapi bius ini merupakan sebuah pesan yang secara jitu memang harus kita dengar, secara persis karena kondisi Israel mengingatkan diri kita-sebagaimana kondisi dewasa ini semestinya mengingatkan kita akan Israel--bahwa tanpa Kristus, kita tidak dapat berbuat apapun. Kondisi Israel semestinya mengingatkan kita juga, bahwa sebagai orang-orang Kristen, yang berpuas dengan semua hal-hal ajaib yang Tuhan telah berikan pada kita (gereja kita, firman atau sakramen, sahabat-sahabat Kristen, dan lain sebagainya), bahwa pertempuran dengan dosa belum usai. Perilaku Israel dan perjuangan selama era Hakim-Hakim sangat mirip dengan  perjuangan kita dewasa ini. Bagaimana kita tetap setia pada Kristus sementara kita hidup di tengah-tengah pagan sekitar kita? Bagaimana kita tidak menjadi persis seperti mereka, ketika paganisme kini mendominasi budaya populer masa kini? Bagaimana kita tidak begitu saja  menerima berkat-berkat tak terhitung yang Tuhan telah berikan kepada kita kala kita menjadi terbiasa pada berkat-berkat itu? Bagaimana kita tidak melupakan Kristus, dan semua yang telah dia lakukan bagi kita?Dan lebih lagi pada poinnya, bagaimana kita melanjutkan dalam hidup Kristen tanpa kehilangan perhatian dalam pertarungan yang sedang berlangsung melawan dosa yang bersemayam?


Kemunduran Israel sebagai telah digambarkan dalam Hakim-Hakim seharusnya kemudian menjadi sebuah peringatan tajam bagi gereja Kristus  manakala gereja melupakan Kristus, atau kehilangan perhatian atau minat pada firmannya.Ini adalah sebuah hal yang terjadi sebagai buah-buah  berpuas diri tanpa sebuah kewaspadaan. Tepat seperti  para Lewi yang gagal menginstruksikan umat Tuhan dalam jalan-jalan TUHAN,demikian juga pelayan-pelayan dan tua-tua malas dan tak percaya dalam masa dan zaman kita sendiri  memang  hal yang sama terjadi pada gereja Kristus ketika mereka tidak setia atau tidak memiliki kepedulian utama terhadap tugas-tugas mereka. Semua ini hendak mengatakan, ada banyak di sini dalam Hakim-Hakim yang berhubungan dengan kita, bahkan jika  kita tidak melihat hal itu pada pandangan pertama.


Selagi kita kembali ke teks kita, Hakim-Hakim 17-18, kita mulai dengan sebuah insiden dalam  6 ayat pertama bab 17 yang merekam apa yang terjadi di sepanjang hingga kesudahan bab 18.


Kisah yang sangat dikenal tentang Samson—yang mendahului episode-episode ini—mengingatkan kita akan bagaimana secara rohani Israel mengalami kehampaan seperti yang telah terjadi. Seperti semua Hakim-Hakim. Samson adalah orang yang sangat bercela, yang percaya dengan janji TUHAN untuk menyelamatkan orang-orang berdosa, namun yang telah berjuang secara perkasa terhadap hawa nafsu daging. Kisah yang   agak mengejutkan adalah mengenai Mikha dan ibunya yang dicatat dalam Hakim-Hakim 17, melanjutkan tema dasar ini, namun dengan  sebuah perbedaan besar. Dalam bab-bab final ini, musuh Israel bukan dari luar. Musuhnya ada di dalam. Bahkan tidak ada petunjuk akan iman dalam janji Tuhan. Dalam Hakim-Hakim 17, kita menyaksikan orang-orang secara terbuka melawan perintah-perintah TUHAN, dalam nama penyembahan TUHAN! Ini adalah sebuah gambaran jernih akan kesehatan Israel sebagaimana yang belum pernah kita lihat sebelumnya, dan gambar itu memang benar-benar menggoda.


Kisah  Mikha dan ibunya, adalah yang pertama dari 3 episode khusus dalam bab 17-18. Pengenalan  Mikha dilanjutkan oleh kisah Mikha dan  orang Lewi (ayat 7-13), yang mana, pada gilirannya, diikuti oleh kisah suku Dan (dan persepakatan mereka dengan Mikha dan orang Lewi) diungkapkan dalam bab 18. Dalam 3  kisah ini kita melihat kemurtadan individual (Mikha), demikian juga kemurtadan suku (Suku Dan), demikian juga seorang imam Lewi yang menjual pelayanannya kepada pembayar tertinggi. Bagian Hakim-Hakim ini kemudian, tak lain merupakan sebuah kiasa orang-orang berdosa yang  percaya pada janji-janji TUHAN. Ini adalah sebuah gambar dan sebuah peringatan bagi kita akan betapa berdosanya kita, dan betapa rentannya semua orang Kristen mengimitasi  perilaku  Israel ini.


Hakim-Hakim 17:1 dibukan dengan sebuah hal yang baik untuk dilakukan  keluarga orang Efraim yang hidup di bukit negeri Israel. Alasan mengapa keluarga ini  bernilai penting pada kisah ini segera menjadi jelas. Penulis pada dasarnya mengisahkan pada kita dalam ayat 1, “Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya.” Nama Mikha bermakna “siapa yang seperti TUHAN?”—sebuah tanya yang menuntut jawaban retorika,”tidak satu pun.”[1]


Seiring  cerita bergulir, kita diberikan sekilas  penjelasan mengenai karakter mereka yang terlibat. “Berkatalah ia kepada ibunya: "Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari padamu dan yang karena itu kauucapkan kutuk--aku sendiri mendengar ucapanmu itu--memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya." Terlihat bahwa ibu Mikha menyadari bahwa 1100 keping peraknya (sejumlah uang dalam jumlah  yang cukup besar) telah hilang, dan dia telah meletakan sebuah kutuk atas siapapun juga yang telah mengambilnya. Kala Mikha menyadari akan kutuk itu, ketika itulah dia mengaku pada ibunya bahwa dialah orang yang mecurinya, Mikah adalah seorang pencuri. Ya, dia mengembalikan perak tersebut kepada ibunya, tetapi semata karena takut bahwa dia akan dikutuk. Ini bukanlah sebuah hal terpuji pada karakternya.


Mendengarkan bahwa puteranya telah mengakui mengambil perak tersebut, ibu Mikha mengucapkan sebuah berkat atas puteranya, dengan kebanggaan, berpikir bahwa dia telah melakukan semacam perilaku mulia dengan mengakui apa yang telah dilakukan. “Lalu kata ibunya: "Diberkatilah kiranya anakku oleh TUHAN.” Ibu Mikha sangat bersyukur bahwa kekayaannya  telah dipulihkan, sehingga dia membatalkan kutuk itu. Lalu dia memberkati puteranya dalam nama TUHAN.Dan begitulah kita baca dalam bagian pertama ayat 3, bahwa Mikha “dikembalikannyalah uang perak yang seribu seratus itu kepada ibunya.” Jika kita berhenti pada poin ini, kita akan berpikir semuanya itu baik sehingga berakhir baik. Tetapi jika mempelajari setiap hal dari Kitab Hakim-Hakim, kita tahu bahwa kisah ini akan mengambil sebuah pembalikan  tajam.


Pada setengah bagian ayat 3, kita melihat  kondisi  rohani teramat buruk dan menyedihkan pada keluarga ini, “Aku mau menguduskan uang itu bagi TUHAN, aku menyerahkannya untuk anakku, supaya dibuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu. Maka sekarang, uang itu kukembalikan kepadamu.” Daftar pelanggaran-pelanggaran hukum Tuhan dalam beberapa ayat ini bukanlah sebuah daftar yang pendek. Mikha adalah seorang pencuri, dan telah tidak menghormati ibunya. Dia mengembalikan uang tersebut, hanya karena dia takut mengalami kutuk yang ditimpakan ibunya padanya. Sementara bagi ibu Mikha, dia harus mendedikasikan, uang perak yang telah dikembalikan, kepada TUHAN dengan memberikan sebagian dari uang itu kepada imam-imam di Silo, dimana tabernakel diletakan di sana (bandingkan dengan 18:31). Tetapi tidak, dia memberikan  sebuah bagian uang perak itu kepada puteranya (semuanya sumber kecemaran). Bahkan memburuk, dia memberikannya kepada puteranya untuk tujuan khusus penyembahan, menciptakan berhala! Di sini seorang perempuan Ibrani, memberkati pencurinya-puteranya dalam nama TUHAN,dan kemudian menginstruksikan bahwa sejumlah uang peraknya digunakan untuk menciptakan sebuah berhala yang secara langsung berlawanan dengan hukum Tuhan. Terlihat, ibu Mikha tidak melihat problem yang bagaimanapun dalam melakukan hal ini. “Dalam nama TUHAN membuat sebuah berhala.”


Sementara  Mikha mendirikan sebuah  tempat khusus pemujaan sebuah berhala di dalam rumahnya sendiri. Seperti penjual-penjual agama jalanan di era kita sendiri, Mikha menciptakan efodnya sendiri (pakaian imam) dan kemudian menahbiskan putera-puteranya sendiri menjadi seorang pendeta. Berdasarkan ayat 4-5,

Tetapi orang itu mengembalikan uang itu kepada ibunya, lalu perempuan itu mengambil dua ratus uang perak dan memberikannya kepada tukang perak, yang membuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu; lalu patung itu ditaruh di rumah Mikha. Mikha ini mempunyai kuil. Dibuatnyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang menjadi imamnya.


Ini bukan hanya sebuah pelanggaran terbuka pada Ulangan 12, tetapi tepat seperti apa yang Gideon  telah  lakukan, Mikha telah mendirikan pusat keagamaannya sendiri—gereja Mikha, dengan puteranya sendiri sebagai pendeta utamanya. Apa yang sungguh menakjubkan bahwa dalam semua ini tidak seorangpun bahkan  terlihat berpikir mereka sedang melakukan semata memuliakan Tuhan.


Penulis Hakim Hakim secara jelas menginginkan para pembaca untuk melihat bahwa kasus ini berdasarkan pada  kesimpulan tragis yang ditemukan dalam ayat 6 “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. “ Israel  tidak memiliki pemimpin politik militer, tidak ada nabi-raja, yang mengenali kehendak Tuhan dan membawa bangsa ini sebagai sebuah keseluruhan dalam panduan yang harus mereka jalani. Israel tidak memilik imam-imam yang mengajarkan bangsa itu hukum Tuhan, atau tidak juga imam-imam itu mengingatkan umat akan rekam jejak TUHAN akan perbuatan-perbuatan hebat dan melaksanakan kovenan perjanjian-Nya. Untuk mendudukan situasi Israel dalam kondisi masa kini, Israel telah dibagi menjadi sejumlah denominasi-denominasi berbeda. Mereka menghadiri pelayanan-pelayanan ibadah yang merefleksikan budaya pagan  lebih daripada apa yang telah diperintahkan dalam Kitab suci. Para imam Israel (para pelayan) tidak mengkhotbahkan firman Tuhan, atau tidak juga mereka menginstruksikan umat dalam doktrin-doktrin besar yang terkandung di dalam kitab suci (atau tidak ada pengajaran kitab suci yang sistematik). Karena ada sebuah ketaktahuan penuh atas TUHAN dan kehendaknya, umat melakukannya sejalan dengan apa yang mereka inginkan. Satu kelompok melakukan satu hal. Satu kelompok lainnya melakukan yang lainnya lagi. Dalam masa kekosongan kepemimpinan politik dan agama, umat pada dasarnya melakukan apa yang kelihatan baik bagi mereka. Dalam hal semacam ini, Israel seperti Amerika Serikat (atau gereja masa kini-editor). Umat Tuhan terlihat tak masalah dengan menyembah Tuhan melalui sarana-sarana yang Tuhan telah kecam dalam firmannya. Mereka melihat hal semacam itu tak masalah karena mereka tidak mengetahui apapun juga atau mungkin mereka betul-betul tak mau tahu.


Ini membawa kita ke bab 18-kisah suku Dan dan kedalam akan kerusakan mereka.

Dalam 17: 7, sebuah karakter baru diperkenalkan. “Maka ada seorang muda dari Betlehem-Yehuda, dari kaum Yehuda; ia seorang Lewi dan tinggal di sana sebagai pendatang.” Dalam bab berikutnya, kita mengetahui bahwa namanya Yonatan. Bahwa keimamatan Lewi sekarang sepenuhnya telah korup dapat dilihat dalam sejumlah cara. Para imam tidak seharusnya di tahbiskan hingga usia 30(sehingga orang ini terlampau muda untuk melayani dalam kapasitas ini). Imam-imam harus melayani ditempat yang telah ditetapkan, namun anak muda ini  yang berpindah-pindah sesuai kemauannya sendiri. Dan kemudian dalam ayat 8-9, kita membaca bahwa,

Lalu orang itu keluar dari kota Betlehem-Yehuda untuk menetap sebagai pendatang di mana saja ia mendapat tempat; dan dalam perjalanannya itu sampailah ia ke pegunungan Efraim di rumah Mikha. Bertanyalah Mikha kepadanya: "Engkau dari mana?" Jawabnya kepadanya: "Aku orang Lewi dari Betlehem-Yehuda, dan aku pergi untuk menetap sebagai pendatang di mana saja aku mendapat tempat."


Pada dasarnya, Yonatan bertindak sebagai seorang agen bebas tanpa sebuah panggilan.Sangat sukar untuk menemukan apa yang seharusnya ada di dalam diri seorang imam Lewi.


Telah mendirikan “gereja Mikha,” Mikha kini mengajukan sebuah penawaran kepada Yonatan yang tidak dapat ditolaknya.


Lalu kata Mikha kepadanya: "Tinggallah padaku dan jadilah bapak dan imam bagiku; maka setiap tahun aku akan memberikan kepadamu sepuluh uang perak, sepasang pakaian serta makananmu."

Ini tentang hal yang sangat buruk dan tak ada yang lebih buruk lagi. Tak hanya Mikha menyewa Yonatan untuk menggantikan puteranya—itu tak akan terlihat baik bagi seorang Efraim menjadi seorang imam—tetapi walaupun keimamatan Lewi dipusatkan di Silo, dimana tabernakel telah didirikan, Mikha tak melihat ada yang salah dengan mendirikan gerejanya sendiri, menciptakan efod keimamatannya sendiri, mengisi rumahnya dengan berhala-berhala, dan membayar imam baginya sendiri, dan kemudian mengklaim TUHAN akan memberkatinya karena melakukan hal demikian! Inilah yang saya maksudkan ketika saya mengatakan orang Israel sepenuhnya telah terkanaankan. Jika kita tidak melihat keterhubungan antara tindakan-tindakan Mikha dan spirit wirausaha pada banyak gereja-gereja moderen masa kini, kita sungguh-sungguh telah  melewatkan apa yang penting.


Ini membawa kita pada bagian berikutnya kisa ini (ayat 7-13) dimana di dalamnya kita melihat sebuah contoh representatif kerusakan keimamatan Lewi.


Jika bab 17 menggambarkan konsekuensi-konsekuensi orang Israel melakukan apa yang benar menurut pandagannya sendiri, bab 18 memperlihatkan kita konsekuensi Israel tidak memiliki seorang raja. Untuk memahami apa yang sedang terjadi pada bab ini, kita harus mengingat bahwa Yosua telah menetapkan setiap dari 12 suku sebuah tanah tertentu yang di situ  setiap suku berdiam. Untuk memiliki warisan  tanah yang telah ditetapkan secara ilahi, orang-orang Kanaan yang berdiam di sana harus disingkirkan. Dalam bab ini kita melihat bahwa suku Dan (orang-orang Dan) tidak pernah mengambil tanah yang telah diperuntukan bagi mereka dan b ahwa mereka berdiam di selatan, dan   hingga saat ini (beberapa ratus tahun kemudian) berupaya untuk memiliki tanah yang memang telah diberikan bagi mereka oleh TUHAN. Bab ini mengisahkan 2 kelompok oran Dan yang melakukan perjalanan menuju tanah mereka (satu kelompok mata-mata, meniru apa yang Musa telah lakukan, mengirim mata-mata sebelum menaklukan Kanaan). Dan satu kelompok lagi para prajurit. Dalam perjalanan menuju  tanah mereka, orang-orang Dan melalui bukit negeri Efraim, berhenti di rumah (gereja) Mikha dimana sebuah komedi penyembahan berhala berlangsung.


Dalam 10 ayat pertama pada bab 18, kita membaca mata-mata Dan mencari apa yang dijanjikan, tetapi  warisan yang tak pernah mereka ambil.


Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel dan pada zaman itu suku Dan sedang mencari milik pusaka untuk menetap, sebab sampai hari itu mereka belum juga mendapat bagian milik pusaka di tengah-tengah suku-suku Israel. Sebab itu bani Dan menyuruh dari kaumnya lima orang dari seluruh jumlah mereka, semuanya orang-orang yang gagah perkasa, yang berasal dari Zora dan Esytaol, untuk mengintai negeri itu dan menyelidikinya, serta berkata kepada mereka: "Pergilah menyelidiki negeri itu." Ketika orang-orang itu sampai ke pegunungan Efraim di rumah Mikha, bermalamlah mereka di sana. Ketika mereka ada dekat rumah Mikha itu, dikenal merekalah logat orang muda suku Lewi itu, lalu singgahlah mereka ke sana dan berkata kepadanya: "Siapakah yang membawa engkau ke mari? Apakah pekerjaanmu dan urusanmu di sini?" (ayat 1-3)


Kita tidak yakin bagaimana, tetapi mata-mata Dan telah mengetahui bhawa Yonatan adalah seorang Lewi, dan bahwa dia keluar dari rumah Mikha.

Jika memang benar Yonatan telah secara tepat memiliki panggilan, dia seharusnya akan berkata “TUHAN relah membawaku ke sini, dan saya sedang memenuhi mandat yang telah Tuhanku berikan.” Sebaliknya dia memberikan jawaban yang dicatat dalam ayat 4 “Katanya kepada mereka: "Begini begitulah dilakukan Mikha kepadaku; ia menggaji aku dan aku menjadi imamnya.“ Gereja Mikha tidak memiliki otoritas sampai dia membayar seorang imam Lewi yang sesungguhnya, maka demikian juga para pengintai dari suku Dan tidak memiliki  petunjuk tertulis dari TUHAN untuk melakukan apa yang sedang mereka lakukan. Jika imam ini telah bersedia bekerja bagi Mikha, mungkin dia mau melakukan sesuatu bagi mereka. “Kata mereka kepadanya: "Tanyakanlah kiranya kepada Allah, supaya kami ketahui apakah perjalanan yang kami tempuh ini akan berhasil." Yonatan memenuhi permintan mereka dengan senang hati. “Kata imam itu kepada mereka: "Pergilah dengan selamat! Perjalanan yang kamu tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN." Sangat jelas bahwa  misi satu orang dari semua ini adalah TUHAN sendiri! Dan demikianlah  5 mata-mata itu melanjutkan perjalanan dan melaporkan kepada orang-orang mereka sebagaimana dicatat dalam ayat 10,” Apabila kamu memasukinya kamu mendapati rakyat yang hidup dengan tenteram, dan negeri itu luas ke sebelah kiri dan ke sebelah kanan. Sesungguhnya, Allah telah menyerahkannya ke dalam tanganmu; itulah tempat yang tidak kekurangan apapun yang ada di muka bumi." 


Mengacu pada ayat 11 dan 13, sejumlah orang Dan (kelompok para prajurit) kemudian melakukan perjalanan ke Lais, tanah yang sebetulnya dijanjikan bagi mereka. Sekali lagi, satu kelompok orang Dan berhenti di rumah Mikha.”(11) Lalu berangkatlah dari sana, dari Zora dan Esytaol, enam ratus orang dari kaum suku Dan, diperlengkapi dengan senjata... (13) Dari sana mereka bergerak terus ke pegunungan Efraim dan sampai di rumah Mikha.  Satu kali lagi, sosok Mikha dan Yonatan muncul kuat dalam kisah ini. Dalam ayat 14-20 kita membaca para prajurit Dan bertemu dengan imam Lewi itu.

Lalu berbicaralah kelima orang yang telah pergi mengintai daerah Lais itu, katanya kepada saudara-saudara sesukunya: "Tahukah kamu, bahwa dalam rumah-rumah ini ada efod, terafim, patung pahatan dan patung tuangan? Oleh sebab itu, insafilah apa yang akan kamu perbuat!" Kemudian mereka menuju ke tempat itu, lalu sampai di rumah orang muda suku Lewi itu, di rumah Mikha, dan menanyakan apakah ia selamat. Sementara keenam ratus orang dari bani Dan yang diperlengkapi dengan senjata itu tinggal berdiri di pintu gerbang, maka kelima orang yang telah pergi mengintai negeri itu berjalan terus, masuk ke dalam lalu mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung tuangan itu. Adapun imam itu berdiri di pintu gerbang bersama-sama dengan keenam ratus orang yang diperlengkapi dengan senjata itu. Tetapi, setelah yang lain-lain itu masuk ke dalam rumah Mikha dan mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung tuangan itu, berkatalah imam itu kepada mereka: "Berbuat apakah kamu ini?" Tetapi jawab mereka kepadanya: "Diamlah, tutup mulut, ikutlah kami dan jadilah bapak dan imam kami. Apakah yang lebih baik bagimu: menjadi imam untuk seisi rumah satu orang atau menjadi imam untuk suatu suku dan kaum di antara orang Israel?" Maka gembiralah hati imam itu, diambilnyalah efod, terafim dan patung pahatan itu, lalu masuk ke tengah-tengah orang banyak.


Dengan itu orang-orang Dani mencuri gereja Mikha, mengambil perangkat-perangkat ibadah gerejanya  bagi diri mereka sendiri, dan bahkan meyakinkan pribadi imam milik Mikha itu bahwa dia seharusnyalah pergi dengan mereka. 600 prajurit membuat sebuah  rayuan manis yang meyakinkan.


Mikha berupaya menghentikan mereka, tetapi orang-orang Dan terlampau kuat baginya. Berdasarkan ayat 21-26

Kemudian berbaliklah mereka dan pergi, dengan anak-anak, ternak dan barang-barang yang berharga ditempatkan di depan mereka. Ketika mereka telah jauh dari rumah Mikha, dikerahkanlah orang-orang dari rumah-rumah yang di dekat rumah Mikha dan orang-orang itu mengejar bani Dan itu. Mereka memanggil-manggil bani Dan, maka berbaliklah orang-orang itu dan berkata kepada Mikha: "Mau apa engkau dengan mengerahkan orang?" Lalu jawabnya: Allahku yang kubuat serta imam juga kamu ambil, lalu kamu pergi. Apakah lagi yang masih tinggal padaku? Bagaimana perkataanmu itu kepadaku: Mau apa engkau? Berkatalah bani Dan kepadanya: "Janganlah suaramu kedengaran lagi kepada kami, nanti ada orang yang menyerang engkau karena sakit hati dan dengan demikian engkau serta seisi rumahmu kehilangan nyawa." Lalu bani Dan melanjutkan perjalanannya, dan Mikha, setelah dilihatnya mereka itu lebih kuat dari padanya, berpalinglah ia pulang ke rumahnya.

Ironi dalam semua peristiwa ini menakjubkan. Ketika Mikha berteriak ”kamu mengambil ‘tuhan-tuhanku’, imamku, dan semua barang dari gerejaku” kita melihat kebutaan absolut rohani pada Mikha serta juga pada orang-orang suku Dan. Mikha hanya memiliki benda-benda itu, karena dia  telah mencuri uang perak dari ibunya. Mikha pastilah ketakutan bahwa orang-orang Dan telah mengambil dari rumahnya barang-barang itu yang berarti dia  bersalah dan  ditimpa hukuman mati berdasarkan kitan Ulangan-sebuah kebenaran teologis sepenuhnya hilang dari dirinya. Sementara Mikha meratapi kehilangannya, tidak ada  cara dia harus dikasihani. Gereja Mikha telah ditutup! Ini adalah sebuah gambar tajam akan gambaran kemurtadan orang ini.


Tetapi sekarang  kemurtadan seluruh suku masuk ke dalam sorotan, ketika  gereja Mikha segera di buka kembali sebagai gereja suku Dan. Episode ini berakhir pada sebuah akhir yang disesalkan, ayat 27-31 dengan sebuah deskripsi  apa yang yang selanjutnya berlangsung dimana orang-orang Dan pada akhirnya berdiam di tanah mereka.

Lalu bani Dan, dengan membawa barang-barang yang dibuat Mikha, juga imamnya, mendatangi Lais, yakni rakyat yang hidup dengan aman dan tenteram. Mereka memukul orang-orang itu dengan mata pedang dan kotanya dibakar. Tidak ada orang yang datang menolong, sebab kota itu jauh dari Sidon dan orang-orang kota itu tidak bergaul dengan siapapun juga. Letak kota itu di lembah Bet-Rehob. Kemudian bani Dan membangun kota itu kembali dan diam di sana. Mereka menamai kota itu Dan, menurut nama bapa leluhur mereka, yakni Dan, yang lahir bagi Israel, tetapi nama kota itu dahulu adalah Lais. Mereka menamai kota itu Dan, menurut nama bapa leluhur mereka, yakni Dan, yang lahir bagi Israel, tetapi nama kota itu dahulu adalah Lais. Demikianlah mereka menempatkan bagi mereka sendiri patung pahatan yang telah dibuat Mikha itu, dan patung itu ada di sana selama rumah Allah ada di Silo.


Inilah yang secara tepat apa yang penulis Hakim-Hakim maksudkan ketika dia secara berulang mendeklarasikan” pada masa itu tidak ada raja di Israel. Setiap orang telah melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri.” Dalam hal  ini kita melihat bagaimana secara luas dan dalam kemurtadan telah meluas ke seluruh Israel. Jika kisah Mikha adalah sebuah gambaran kemurtadan seorang individu, maka bab 18 memberikan kepada kita sebuah gambar kemurtadan seluruh suku (Dan), bersamaan dengan kerusakan keimamatan Lewi. Gereja Mikha telah menjadi gereja suku Dan, yang  secara keseluruhan menjadi sebuah  tempat ibadah agama pagan bagi seluruh suku, yang telah dijalankan dengan panduan oleh seorang pendeta  oportunis yang dapat dilacak pohon keluarganya hingga ke belakang kepada Musa.



Aplikasi apa yang kita ambil dari nas ini?
Seluruh kitab Hakim Hakim, tetapi secara khusus pada bab-bab ini, kita melihat  konsekuensi-konsekuensi tragis akan apa yang terjadi kala umat Tuhan melupakan jalan-jalan Tuhan dan melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri-sesukanya. Contoh terdekat jenis perilaku ini dalam Perjanjian Baru adalah gereja di Korintus, di mana seorang pria telah meniduri isteri ayahnya, dimana orang-orang Kristen  telah saling menuntut satu sama lain di pengadilan-pengadilan sekular, dimana orang-orang di dalam gereja tersebut masih menggunakan kuil-kuil pelacuran. Salah satu arahan yang  telah diberkan Paulus pada gereja ini didapatkan dalam pelajaran Perjanjian Baru kita.

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? 2 Kor 6:14-16


Tidak hanya harus umat Yuhan dikarakteristikan oleh kesetiaan penuh penundukan pada Yesus Kristus, kita harus menyadari efek korosif paganisme (kegelapan, Belial,”orang-orang tak percaya”) pada kita. Faktanya, Paulus memperingatkan kita untuk menjaga  jarak dari pagan di sekitar kita, jika tidak demikian maka kita akan seperti mereka. Tak diragukan, kondisi rohani Israel seperti telah digambarkan dalam Kitab Hakim Hakim berangkali ada dalam benak Paulus ketika di mengecam keras orang-orang Korintus.


Jika Israel dahulu pernah memiliki sebuah kovenan kebangsaan dengan TUHAN, maka kita harus mengingat bahwa kita adalah anggota-anggota dari sebuah kovenan yang jauh lebih baik-kovenan baru. Kita adalah anggota gereja Kristus. Kita adalah batu-batu hidup dari sebuah bait Tuhan dimana Yesus  memiliki tubuh mistik. Itu sebabnya Paulus melanjutkan dan berkata,

Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa." karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah. (6:16-18, 7:1)

Karena kita sangat rapuh untuk melakukan apa yang benar menurut pandangan kita sendiri, Paulus mengingatkan kita akan pentingnya menyadari siapakah kita sesungguhnya (bait Allah yang hidup), sehingga perilaku kita sejalan dengan pengakuan iman kita. Paulus tidak meminta kita untuk  hidup membiara  atau  menjauhi semua sahabat dan keluarga  non Kristen. Tetapi dia sungguh memperingatkan kita bahwa karena kita adalah bait Kristus, kita tidak dapat melakukan apa yang telah diperbuat  Mikha, Yonatan dan suku Dan- melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka, khususnya ketika itu berhubungan dengan menyembah Tuhan. Karena kita adalah milik Kristus, dan karena dia telah menyingkapkan pada kita bagaimana kita harus menyembah dia, kita tidak pernah boleh menciptakan sebuah “gereja Mikha” di tengah-tengah kita, yang mana di situ kita menghujat Tuhan di dalam nama Tuhan yang disembah!


Perhatikan juga bahkan selagi kita berjuang melawan keinginan dosa dan godaan pagan di sekitar kita, Paul kembali menegaskan janji kovenan Tuhan yang luar biasa—“Aku akan menjadi Tuhanmu dan kamu akan menjadi umatku.” Sekalipun dosa-dosa kita, Allah adalah Bapa kita, dan kita adalah putera-putera dan puteri-puterinya karena kematian Kristus  bagi dosa-dosa kita, dan karena kebangkitan mulianya. Ini sebabnya kita harus menguduskan diri kita— bukan  untuk menjadi kudus-, tetapi karena di dalam Kristus kita sudah kudus saat ini! Itu karena apa yang Yesus telah lakukan bagi kita, sehingga kita sekarang harus memalingkan diri kita dari hal-hal yang  cemar (seperti berhala dalam  rumah Mikha), dan mengapa kita harus mencari kekudusan yang  dibentuk untuk berbuah di dalam diri kita melalui karya Kristus. Karena jika kita melakukan apa yang benar dalam pandangan kita, kita akan melupakan semua kabar baik injil segera, kita akan mengabaikan firman dan sakramen, dan pada akhirnya menciptakan sebuah “gereja” yang membuat “gereja Mikha” untuk dipermalukan. Karena kita juga penyembah berhala-berhala di dalam hati kita, dan kecuali kita menempatkan Yesus di pusat segala pikiran dan tindakan kita, kita segara menjadi tepat seperti Israel di era Hakim Hakim.


Amin

Everyone Did What Was Right in His Own EyesThe one hundred and fifth in a series: "I Will Be Your God and You Will Be My People."| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora


Catatan kaki:
1Block, Judges, Ruth, 478.


No comments:

Post a Comment

Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9